Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT,
Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 8
Warning : Jangan anggap serius FIC ANEH ini!!! DON’T LIKE DON’T READ!!
Length : 15 pages (3.431 words)
Note : ne ne males baca ulang DX oh, ini full Saga POV XDDDD DAN SERIUS
LAGI !!! sepertinya untuk kesana-sananya pun ceritanya akan serius :Da *plak*
Chap 8 : ☆~Regret~☆
Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆
Aku merebahkan tubuhku di atas sofa. Melemparkan kunci motorku ke
atas meja sambil memejamkan kedua mata.
Bukan pertama kalinya aku tak sengaja melihat orang itu di sana,
dan bersama seorang wanita yang lebih tua. Lain …dan lain lagi. Ck!
☆ナチュラルセンス☆
(◕‿◕✿)
“Push-up!”
“cis!”
“100 kali”
Itu adalah pertama kalinya aku melihat orang itu. wajahnya yang
jutek dan lagaknya yang sok, benar-benar tepat sekali bertemu dengannya pada
saat aku tidak sedang dalam mood terbaikku.
Shinji Amano.
“kalian harus jadikan ini sebagai pelajaran! Kedisiplinan sangat
diutamakan di sekolah ini, bagaimana kedepannya jika di hari pertama masa
orientasi saja kalian sudah kesiangan? Sekolah ini tidak membutuhkan murid yang
tidak bisa mematuhi peraturan!”
Aku harus telat masuk di hari pertamaku karena jam weker sialan,
benda itu mati tanpa meminta izin dulu dariku. dan sialnya ban motorku kempes
di tengah jalan. Moodku benar-benar rusak dan saat aku tiba di sekolah, orang
itu sudah berpangku tangan menyambutku dengan tampang sok dan juteknya,
menyuruhku push up 100 kali di depan semua murid kelas satu yang baru di tengah
lapangan, membuat semua mata tertuju padaku dan mentertawakanku. Dan aku tidak
pernah melupakan itu.
Hari pertamaku, hari dimana aku juga berjanji untuk membalas semua
rasa maluku.
“dia kakkoi kan?”
“cool, kalem, ganteng, smart, dan baiiiikk!!”
“katanya dia sudah menjadi ketua osis sejak kelas 1, keren!”
“dia incaranku setelah Uruha senpai!”
“aku yang mengidolakannya duluan!”
“aku!!”
“ah, itu….Tora-senpai!!”
“hyaaaa! Dia melihat kemari…”
“dia melihatku!”
“melihatku!”
“pasti melihatku!”
Aku mendengus mendengar kicauan tak jelas cewek-cewek itu. dan aku
melihatnya tersenyum pada ke-tiga cewek berisik di dekatku membuat mereka
histeris seperti orang gila. Sok laku sekali orang itu, dia hanya bersikap
ramah pada perempuan, memuakkan!
Baik? Apanya yang baik dari orang arogan itu? mata cewek-cewek itu
sudah katarak apa? sok baik mungkin iya, Dan aku berjanji akan menghancurkan
image sok pangerannya itu. Dia pastilah menyesal karena berani mengusikku.
“lagi-lagi kau! kenapa kau tidak mengikuti yang lainnya
menggerakkan tanganmu mengikuti permainan ini?”
“kenapa? Suka-suka aku kan? Bodoh sekali orang yang mau mengikuti
semua perintah kalian dan bertingkah konyol seperti itu”, timpalku asal.
“Kau!!!”
“Shou!”, Orang itu menghampiri salah satu anggota bodohnya di
dekatku dan terlihat menghentikan orang yang ia panggil Shou itu untuk
menghajarku… mungkin?
“kau, maju ke depan!”, suruhnya dengan nada yang membuatku mual.
Aku hanya memalingkan wajahku dengan ekspresi meremehkannya.
BRAK!
Aku menatap tajam orang yang dengan seenaknya menggebrak mejaku
itu. aku bisa merasakan perubahan atmosfer di ruangan kelas yang mendadak tegang,
namun diam-diam aku tersenyum dalam hati. Ada kepuasan tersendiri membuat orang
sok cool sok kalem seperti dia mengeluarkan amarahnya. Kalau perlu aku ingin
dia mengamuk di depan semua orang. Image-nya haruslah kuhancurkan.
“eh! Apaan nih?! oi!”, aku berusaha melepaskan tangannya yang
dengan paksa menyeretku ke depan kelas. “Lepaskan!”
Orang itu melepaskan tangannya setelah sampai di depan kelas,
“terima hukumanmu!”
“baiklah minna! Kira-kira hukuman apa yang cocok untuk teman kalian
ini?”, orang berbibir tebal bernama Shou itu terlihat begitu senang melihatku
berdiri di depan kelas sebagai orang yang kena hukuman. Dan aku
mengumpat-ngumpat dengan jengkelnya.
“nyanyi!!!”
“joget-joget!!”
“joget erotis haha”
Brengsek! Siapa yang mengatakan itu? kuhajar dia nanti.
“dibotakin aja lah!”
“telanjangin!”
KURANG AJAR!!!
“nyatakan cinta pada kakak osis!!”
“aaaah iyaaaaaa!!”
“nyatakan cinta saja senpai!!!”
Aku masih mengutuk anak ‘kecil’ berambut pirang yang tadi berteriak
‘botakin! telanjangin!’ sampai anak-anak perempuan berisik dengan usul hukuman
mereka.
“baiklah, kalau begitu hukumannya menyatakan cinta pada kakak osis
ya?”
“Iyaaaaaaaa!!”
“yeheeeeyyyy!!!”
“kalau begitu, kau! pilih kakak osis yang ingin kau nyatakan
cinta!”, suruh laki-laki bernama Shou itu seenaknya padaku. Aku mendengus
melirik tiga orang perempuan anggota organisasi siswa itu yang tidak jauh
berdiri di dekatku. Mereka bagian dari anggota organisasi di bawah pimpinan
orang menyebalkan itu. tidak ada dari mereka yang membuatku tertarik untuk
kunyatakan perasaanku meski hanya untuk sekedar acting.
“cepatlah, kita tidak punya banyak waktu”, si bibir tebal itu
ngoceh lagi.
Sial, Kenapa juga aku harus mau melakukan ini?
Aku merutuk kesal. Namun tiba-tiba pikiran jahil melintas di
otakku.
“dia!”
Si Shou itu terlihat terkejut dan begitupun dengan semua anak-anak
di kelas itu. dan aku lihat orang yang kutunjuk itu mengernyitkan dahinya tetap
sok cool.
“hei, Maksudku anggota Osis perempuan!”
“kau tidak mengatakan itu tadi”, aku menyeringai pada laki-laki
bernama Shou itu.
“Nyatakan! Nyatakan!!!”
Aku berjalan mendekati orang yang melipat kedua tangannya itu
berdiri di samping laki-laki berbibir tebal saat semua anak-anak bersorak.
Ekspresi wajah yang tidak kusukai itu tetap terpahat di wajahnya.
Aku mengangkat dagunya dengan satu tanganku, membuat anak-anak
perempuan di kelas itu bersorak-sorak ramai. Seringaian tipis menyungging di
sudut bibirku namun dia tetap tidak merubah raut wajahnya ataupun menyingkirkan
tanganku.
Aku menarik wajah menyebalkan itu mendekat ke wajahku, “Daisu….ki—“,
ucapku pelan sengaja membuat suaraku sedikit mengeluarkan desah tepat di depan
wajahnya.
“HYAAAAAAAAAAA!!!!!!”
“—rai”, bisikku ditelinganya kemudian menyunggingkan senyum
jahilku.
Aku tidak melihat ada perubahan ekspresi apapun dari wajahnya
diantara teriakan-teriakan cewek-cewek itu. wajahnya tetap sok kalem dan aku
benci itu!
Usahaku untuk menjatuhkan image-nya belumlah selesai. Aku terus
mencari-cari kelemahannya dan aku tidak akan berhenti sampai aku puas. Itu
adalah keahlianku. Dan Itu adalah apa yang kumaksudkan dengan, ‘dia pastilah
menyesal’.
Hari dimana para anggota Osis itu menyuruh kami membawakan sebuah
kado untuk salah satu dari mereka yang kami para murid baru senangi atau anggap
baik. Aku memberikannya kado berisi kecoak yang aku tahu, dia paling benci
dengan serangga itu. mendapatkan informasi seperti itu bukanlah hal sulit
bagiku.
Menempelkan bekas permen karet di bangku yang biasa ia duduki,
menggambar gambar tak senonoh di white board, membuang sampah sembarangan tepat
di depannya, mengunyah permen karet di dalam kelas saat para osis itu sibuk
mengerjai kami. Dan tentu saja mereka memberi hukuman padaku atas itu semua
tapi aku tidak perduli ! yang penting aku puas.
“cantiknya~~ sensei itu~”
“hush!! Dia itu incaran Amano Shinji tau!!”
“he? Si ketua osis itu??!! aaaah susah dong kalau saingannya dia…”
Aku me-lap kameraku dengan sangat hati-hati mengabaikan kedua orang
anak berisik di samping bangkuku, sesekali senyumanku terkembang memperhatikan
kamera kesayanganku itu. itu adalah benda berharga hasil kerja kerasku sendiri,
karena orang tuaku tidak sudi membelikan benda seperti itu. mereka sama sekali
tidak menyukai hobiku yang menurut mereka tidak akan membuatku menjadi orang
besar di masa depan nanti, cih!
“heh! Saga! bagaimana menurutmu sensei yang baru masuk barusan? Dia
cantik kan?”
“he? Oh, iya dadanya besar”
“jaaaaaaaaaahahah dasar omes”
KRIIIIIIINGGG!!!
Semua anak-anak berhamburan begitu mendengar suara bel istirahat.
Sementara aku meregangkan kedua tanganku ke atas sambil melihat langit dari
luar jendela yang tampak begitu cerah. Hari ini adalah hari terakhir masa orientasi
dan tadi para osis itu juga mengadakan pemungutan suara mengenai siapa osis
yang terramah, terjutek, tertengil, ter-apalah bla bla bla…karena aku tak
membaca semuanya, hanya mengisi satu jawaban di kertas voting itu. peduli amat
:v
Tiba-tiba mataku menangkap dua orang perempuan yang tetap stay di
kelas di jam istirahat. jarang sekali ada orang yang menemaniku di kelas
seperti ini saat istirahat. tiba-tiba suatu pikiran melintas di otakku dan
senyumanku terkembang tipis.
“eeeeee!!!! Kawaii~”
“haa!! Saga-kun…kau yang mengambil gambar-gambar ini?”
Aku mengangguk dan tersenyum pada gadis-gadis yang terlihat
terkagum-kagum pada hasil jepretanku di album itu. “cantiknya~ kau suka
memotret alam dan makhluk hidup?”, aku kembali menganggukan kepalaku.
“aaah kalau aku yang jadi modelnya bagaimana?”
“hmm…kau cantik. Pasti sangat bagus menjadi modelku”
“hyaaaaaaaaaaa!!!”
“aku juga mau Saga-kun!!”
Aku tersenyum kembali mengangguk, “kebetulan aku membawa kameraku…3.000
yen, satu kali potret”
“……”
“…...”
Perempuan-perempuan itu kembali meributkan foto-foto di albumku.
Sepertinya mereka sudah tidak berminat menjadi model terkenal. Ck!
“eh?”
“aaa Tora senpai?”
Aku refleks menoleh pada perempuan-perempuan itu yang tiba-tiba
meneriakkan namanya, kenapa dia ada di sini saat jam istirahat?
Aku melihat dia sudah memegang album foto-fotoku sambil
melihat-lihat isinya. Dan beberapa saat kemudian aku melihat dia menyunggingkan
senyuman di sudut bibirnya lalu dia melihat kearahku. Aku hanya menatapnya
sinis, bersiap jika dia mengolok-olokku karena memamerkan itu.
“kau punya bakat dalam bidang fotografi. Kembangkan terus!”,
ujarnya tersenyum tipis.
“…..”
“benar ! Saga-kun berbakat!!”
“Tora senpai saja bilang begitu~”
“ah, 3000 yen kan? Bagaimana kalau kau memotretku? Apa aku ada
bakat untuk jadi model? Haha..”
Ck! apa dia sedang meremehkanku?
“hyaaa! Tora-senpai mau difoto?”
“maaf, aku lupa tapi sepertinya kameraku ketinggalan”, ucapku
bohong. Siapa juga yang mau mengambil fotonya?
“ah kalau begitu pakai ponselku saja!!”
“punyaku saja!!”
“Tora-senpai difoto bersamaku mau ya!”
“Saga-kun Tolong ambil foto kami ya, please!! Kami akan
membayarmu..”
Aku terdiam sambil memegang ponsel salah satu perempuan itu di
tanganku. dan kedua perempuan itu sudah
nempel-nempel di samping orang itu dengan centilnya. Apa-apaan ini? kenapa aku
harus memotret orang itu dengan tangan berbakatku ini?
Aku mendengus mulai mengarahkan kamera ponselku pada ke-tiga orang
itu dengan sangat terpaksa.
Ckrek!
“ah! Lagi, Saga-kun..!!!”
Cis!
Ckrek!
“lagi..!!!”
Ckrek!
“sekarang kami ingin foto Tora senpai sendiri dong~~”
“eh? Ahah…”, dia tertawa. Semakin terbang saja hidungnya itu.
“Tora-senpai berdiri di depan jendela itu, onegai~”
Aku melangkah lesu mengikuti kemana perempuan-perempuan itu
mengajaknya. Dan mereka memposisikan orang itu di depan jendela kelas yang
terbuka di mana angin bisa masuk dari sana. dia sedikit menyandarkan tubuhnya
dengan kedua tangan menumpu ke dasar jendela di samping kiri dan kanannya,
sedikit menekuk satu kakinya memijak permukaan dinding seperti bagaimana kedua
perempuan itu menyuruhnya.
Aku mulai memposisikan kamera ponsel dan mengarahkannya padanya.
Kepalanya sedikit berpaling ke samping kanannya menatap ke luar
jendela, melawan angin yang masuk dari jendela hingga rambutnya sedikit
tergerak karena hembusan angin siang. Aku akui, dia punya proporsi tubuh
seorang model, dengan tampang dan penampilan seperti itu aku tak bisa
memungkirinya meski aku sendiri kesal mengakuinya. Saat aku hendak menekan
tombol capture, tiba-tiba bola mata tajam itu beralih ke lensa kamera seakan
benda itu menusuk langsung ke mataku .
“…..”
“Saga-kun?”
“he? Ah! Eee..Aku ingin ke toilet”, Aku segera memberikan ponsel
milik salah satu perempuan itu dan beranjak pergi dengan sedikit terburu-buru.
“heee!!! Kau belum memotretnya!”, aku mendengar rengekan kedua
perempuan itu namun aku mengabaikannya.
“Apa ini????!! masa Cuma ujung kepalanya doang yang dipotret?”
“ah! Yang ini Cuma foto kaki kita bertiga!!”
“yang ini Cuma badan!!”
“SAGA-KUUUUUNNN!!!”
Aku hanya menjulurkan lidah memunggungi mereka. Siapa suruh
menyuruhku mengambil foto orang itu?
Sejak pertama aku tidak pernah memalingkan mataku darinya, selalu
mencari-cari kelemahannya dalam setiap kesempatan yang kupunya. Dia masih belum
merasakan rasa malu yang kualami saat pertama kali aku masuk ke sekolah ini
karenanya. Dan karena itu aku belumlah puas.
Namun entah kenapa aku merasakan ada sesuatu yang perlahan mulai
sedikit-sedikit berubah saat sorot mata itu menusuk mataku. Kupikir itu tatapan yang bagus untuk seorang
model?
Duk!
“aaaaaaahhh!! Saga-kun kalah!!”
“sial”, dengusku ketus.
“jiaaah kau payah! Masa kalah sama cewek sih!”
“kau lakukan sendiri! tangannya kayak besi tau!”
“payah! Kau payah!”
Aku segera mengapit leher teman sekelasku bernama Hiroto yang
berisik itu.
Aku dan beberapa teman sekelasku senang menjaili anak-anak
perempuan. Tapi sepertinya mereka tidak senang dijaili kami.
Lalu ada seorang perempuan bertubuh besar di kelasku, kudengar
beratnya mencapai 100 kg, dan aku bersama dua orang teman sekelasku senang
mengatainya “cewek gentong” hanya untuk sekedar iseng. tapi sepertinya dia juga
tidak senang dikatai begitu sampai dia menantangku adu panco dan yang kalah harus
mendapat hukuman dan berjanji untuk tak menjaili mereka lagi. Mereka menyebut
ini mempertaruhkan harga diri cewek dan cowok, Dan aku menerimanya, aku tidak
suka dikatai penakut atau pengecut. kupikir perempuan itu cuma punya tubuh
besar saja tapi ternyata tangannya sekuat besi.
“kalian harus janji jangan mengganggu kami lagi!! Dan…..sekarang
terima hukumanmu Saga-kun..”, cewek-cewek di kelasku yang ikut mengerubungi
terlihat menyeringai sadis ke arahku. Padahal bukan aku saja yang suka menjaili
mereka kan?
“semua cewek di kelas sudah berunding tentang hukuman apa pantas
kami berikan untuk kalian! hukuman kalian adalah….”, cewek itu menyeringai
menatapku, Aku mendengus, “teriakan di atap sekolah saat hari upacara senin
nanti, bahwa kalian homo!”
GUBRAK!
“HEH!!! Yang benar aja dong! Kira-kira dong ngasih hukumannya!”,
protes Kazuki, salah satu temanku.
“kalian sendiri berpikir untuk memberi kami hukuman memperlihatkan
celana dalam kalau kami kalah bukan? Hah!!”
“apa? siapa yang bilang begitu????!!!!”
“SAGA!”, cewek-cewek itu menunjuk mukaku.
Eit! Sial…
Aku masuk ke kolong bangku namun teman-teman laki-laki sekelasku
segera menyeretku kembali keluar.
“tapi tunggu! Kami tidak sejahat itu lho…ada lagi hukuman untuk
kalian, jika kalian berhasil melewati hukuman ini kalian terbebas dari
berteriak di atap sekolah”, ucap salah seorang cewek.
“apa itu?”
Mereka tersenyum mencurigakan secara bersamaan dan itu benar-benar
mengerikan==”
“kalian tahu kan, kami fans Tora-senpai~~ kami ingin kalian mendapatkan
alamat emailnya untuk kami, gyaaaaaaaaaaaaa!!!”, cewek-cewek itu tiba-tiba
histeris, aneh.”jika kalian tidak mendapatkannya sampai hari senin nanti kalian
harus benar-benar meneriakkan kalau kalian adalah homo!”
“Cuma itu?”
“benar! kami baik hati bukan? Tapi mendapatkan email Tora-senpai
adalah seperti mimpi bagi kami~~”
“dia tidak pernah memberikan emailnya pada siapapun kecuali kerabat
atau orang dekat”
“iya, beberapa dari kami pernah mencobanya tapi dia selalu bilang
‘tidak punya’. Bohong banget kan?”
Aku berdiri dari bangku menatap beberapa cewek teman sekelasku yang
sedang meributkannya . benar-benar menjengkelkan mendengar fangirling-an
mereka. “itu saja kan? Itu sih kecil”, aku menjentikkan jari telunjuk dan ibu
jariku meremehkan.
“…..”
“…..”
“…..”
“serius ya Saga-kun!!?”
“kau sudah yakin bisa mendapatkannya lho! Awas kalau gagal”
Teman-temanku kembali memberikanku slap-an di kepala. Hukuman atas
kepercayaan diriku mengatakan itu mudah di depan perempuan-perempuan itu, semua
anak laki-laki menyerahkan tugas itu padaku. Ergh!
“cepat!”, Hiroto dan Kazuki mendorong-dorong tubuhku ke luar kelas
saat melihat dua orang (Tora & Shou) itu melewati kelas kami.
“aku tahu! kalian gak usah dorong-dorong!”, dengusku kesal.
“GanbattE Saga!!”
“berusahalah! Atau minggu depan kita jadi homo!”
“berisik”, aku kembali mendengus. Aku segera berjalan sedikit
mengejar dua orang itu yang sudah lumayan jauh melewati kelasku. berjalan
mendahului lalu berhenti mendadak di depan mereka membuat kedua orang itu
kebingungan.
“kau…ada apa?”, tanya si wakil ketua Osis.
Aku melihat ke arah belakang mereka dimana Hiroto dan Kazuki
menyemangatiku sambil nongol di pintu kelas. Lalu beralih menatap laki-laki
tinggi yang berdiri di depanku dan di samping Shou.
“minta alamat email !”, aku menadahkan tangan ke arahnya.
“…..”
“…..”
“ffffffftttttt!!!”, tiba-tiba si wakil ketua osis di sampingnya
tertawa menutupi mulutnya. Padahal kupikir tidak ada yang lucu. “untuk apa? kau
mau meneror Tora? hahah”
“bukan urusanmu!”, jawabku ketus pada si bibir tebal itu.
Aku lihat si ketua osis itu pun tertawa kecil, lalu kembali beralih
menatapku, “maaf, aku tidak punya alamat email”, ucapnya masih sedikit tertawa.
Aku menatapnya galak, “mana mungkin! Kau makhluk purba darimana
memangnya?”
“hahahahahah…”, suara tawa Shou terdengar meledak. “tentu itu tidak
mungkin, tapi seharusnya kau mengerti jika ada seseorang yang mengatakan
begitu, itu artinya orang tersebut menolak untuk memberikan apa yang kau minta,
mengertikah kau? haha”
“katakan saja tidak mau ngasih, apa susahnya”
“haha oke..”, dia kembali tertawa kecil. Apa maksudnya ‘oke’?
“ah, sebentar lagi masuk”
“oh ya, kalau begitu, sampai jumpa nak!”, laki-laki bernama Shou
itu mengucapkan itu sebelum mereka berdua akhirnya pergi. Dan aku dapat melihat
si Shou itu masih saja tertawa menepuk-nepuk punggung ketuanya itu.
Dan…….‘nak’? yang benar saja, masa aku dipanggil nak!!
Saat aku kembali ke kelas, Kazuki dan Hiroto kembali men-slap
kepalaku. Mereka mengatakan caraku memintanya tanpa permohonan sama sekali,
bahkan tanpa basa-basi dan alasan. padahal keberhasilan hal itu mempertaruhkan
harga diri mereka di masa depan nanti. Tapi jika harus memohon di depannya, aku
merasa menjatuhkan harga dirinku sendiri di depan laki-laki itu. itu sama
bahayanya.
“payah! Aku pindah sekolah aja ah”
“pindah aja”
“ini semua gara-gara kau tau!!”
Kazuki dan Hiroto menjitak kepalaku bersamaan. “kalau begitu kalian
lakukan saja sendiri!”, ucapku ketus sambil berjalan mendahului mereka di
koridor untuk pulang, dan mereka kembali menarikku, mengapit leherku di sebelah
lengannya.
“eh, eh…Amano Shinji dan wakilnya tuh”, ucap Hiroto tiba-tiba.
Mereka segera melepaskanku lalu aku bisa melihat kedua orang itu
berjalan berlawanan arah dengan kami tampak sedikit sibuk membicarakan sesuatu.
Aku merapikan rambutku yang sempat di acak-acak Kazuki saat tiba-tiba dia
melihat ke arahku. Aku hanya membenarkan posisi tas di sebelah bahuku yang ku
gendong berjalan di belakang Kazuki dan Hiroto agak sedikit berpaling dari
kedua kakak kelas yang berpapasan dengan kami itu.
Srek.
“…..”
Aku refleks menoleh ke arahnya yang baru saja tiba-tiba menyisir
rambutku dengan jari-jari telapak tangannya ke belakang saat dia berjalan
melewatiku membuat rambutku kembali sedikit berantakan, dan aku melihat secarik
kertas tepat disodorkan di depan wajahku saat aku menoleh ke arahnya yang
berada di posisi sedikit di belakangku. dia memasukkannya ke dalam kantong
kemeja seragamku, lalu sedikit tersenyum sambil menepuk-nepuk kantong itu.
“Tora!”
“ya? haha maaf…”, orang itu segera menjawab panggilan wakil-nya dan
berjalan ke arahnya yang tengah menunggunya agak jauh di sana. dan aku membatu.
“eh? Apa itu?”, Hiroto segera merogoh kantong kemeja seragamku.
“he! Itu kan….”
“ini alamat email!!!”
“dia memberikan alamat emailnya pada kita!!”
“yeheeeyyyyyyy!! Cewek-cewek itu harus melihat ini!!”
“kita gak jadi homo!!! “
“he?”, aku cengok.
Dengan terus menerusnya aku memikirkan bagaimana cara untuk
menjatuhkannya, membuat pikiranku tersita oleh orang itu sepenuhnya. Seiring
berjalannya waktu aku mulai bisa melihat pribadi orang itu sesungguhnya, dia
tampak angkuh dan sombong saat pertama kali aku melihatnya, dia yang berdiri di
hadapanku sebagai ketua osis BHS. Namun ketika dia tidak dalam tugasnya,
karakter itu berubah seluruhnya. Apa itu perasaan yang kurasakan berubah
tentangnya? Aku masih belum mengerti.
“aaaa!!! Saga-kun…Kau mengambil foto Tora senpai!!”
“eh?”, aku sontak menoleh pada suara berisik di belakang bangkuku.
“oh, ini…”
Perempuan itu merebut ponsel di tanganku, “kakkoiii… waaa yang ini
kakkoiii!! Bagaimana kau mendapatkannya?”, dua perempuan itu berisik.
“aku—“, belum sempat aku melanjutkan kata-kataku kedua perempuan
itu sudah menatapku curiga, “ada apa?”, tanyaku bingung.
“emmmm..jadi saat kau menyatakan cinta waktu masa orientasi itu
bukan cuma iseng ya? ternyata kau diam-diam juga mengidolakan Tora-senpai~”,
tanya mereka dengan seringaian aneh.
“he???!! Bukan begitu! aku hanya—“, ah…aku harus merahasiakan ini,
ini baru rencana.
benar! aku merasakan ada peluang besar melihat begitu banyaknya
cewek di kelasku yang mengidolakannya ditambah di luar kelasku juga. Kupikir
itu akan jadi bisnis yang bagus.
“ano~ begini… itu—“
“AH!! Tora-senpai!!”, tiba-tiba aku melihat kedua perempuan yang
berdiri di samping bangkuku itu telah lenyap seiring teriakan mereka yang
berisik, sepertinya ketua osis sok keren itu baru saja lewat kelas ini. “cis!”,
aku mendengus.
Tapi tunggu!!
“eh!! Woi!!! Ponselku!!!”
Saat aku berlari keluar kelas untuk mengejar mereka, aku melihat
mereka sudah berdiri di samping kiri dan kanan orang itu bersama wakilnya juga.
Dan sialnya ponselku sudah beralih ke tangannya dengan kedua perempuan itu
mengoceh entah apa.
Argh!!!!!!!! Sial!!!!
Aku lupa menyuruh mereka untuk tutup mulut.
aku masih mengutuk kedua perempuan itu sampai tiba-tiba aku melihat
matanya menuju-ku. Aku menggigit bibir bawahku sedikit mengepal kedua lengan.
Aku tak tahu apa yang dilaporkan kedua perempuan itu padanya tapi dia
tersenyum. Aku melihat ke samping kiri dan kananku, mungkin dia sedang mengajak
seorang temannya tersenyum, namun tak ada siapapun di sana selain aku. dia
tersenyum padaku. Kenapa dia tersenyum padaku?
Setelah semua yang kulakukan padanya, mencari cara untuk
menjatuhkannya, apakah senyuman yang ia tujukan itu pantas sebagai senyuman
tulus untukku? Tapi aku merasa bodoh setelah semua, tindakan ketidak sukaanku
untuknya seperti hanya sebuah kejailan anak kecil yang bahkan tidak bisa
mengusiknya.
Sampai tanpa sadar aku melakukannya. Aku masih mencari kepuasanku.
Belum benar-benar mengenal sesuatu yang telah berubah itu.
Dan hari itu Aku melihatnya. Membuat senyumnya pudar menggantinya
dengan sorot mata kemarahan menatapku. aku mulai mengenal apa yang telah berubah
dalam diriku saat rasa sakit dan panas menjalar di sebelah pipiku karena
telapak tangannya. Namun yang benar-benar menyadarkanku adalah rasa yang
menyerang dadaku yang lebih terasa perih dari itu.
Tapi dia terlanjur membenciku.
akulah yang membuat Amano Shinji itu membenciku.
“tapi dia menciummu! apa orang yang membencimu akan menciummu
seperti itu”
Ck!
Aku juga ingin tahu apa maksudnya melakukan itu…..Ruki.
Setelah dia mengatakan aku orang yang tidak akan pernah ia maafkan,
kira-kira apa maksudnya jika tiba-tiba dia melakukan itu padaku? Sedangkan dia
tidak pernah memaafkanku. Dia masih membenciku.
Karena kupikir mungkin dia tahu perasaanku. Dan ingin
mengolok-olokku?
Karena itulah aku menamparnya.
aku marah.
☆TBC☆
(◕‿◕✿)
Nyoohoho….(^0^)> mengenai kenapa Tora benci Saga di sini, saia
kasih tahu chap depan *alah* sankyuu yang udah mau baca~~~
No comments:
Post a Comment