Author : Kira
Rated : antara T dan M *plak*
Fandom : NEGA
Genre : Romance, school, fluff? MxM
Pairing : JinSan
Chapter : 1 / ? (entah 2 atau 3)
Note : Fic lamaaaaaaaaa~~ saia ingat pertama ngetiknya bulan
November tahun kemaren, tapi nggak kelar. Ini NEGAnya malah keburu disband DX
grrrrr~~~ karena itu saia paksain ketik sampai TBC ajalah, daripada nggak
dipublish2 *plak* pas bagian akhir itu gaje banget karena saia maksa ngetiknya,
gomen~~
oh ya keterangan buat gambar (cr : Jin-nega-anon @tumblr) bagi yang kurang hafal nama member NEGA : dari yang mulai yang paling kiri - Yuu - Ray - Jin - (my) San XD
Colorless Blue
***
“Ohayou….. Jin!!!”
“umm~ ohayou…”
Senyuman pertamaku pagi ini harus memudar tanpa dia melihatnya. Hanya
berpaling sekilas dan kembali sibuk dengan pekerjaannya. Itu seperti sebuah
kebiasaan yang hampir kualami setiap hari.
“apa yang sedang kau kerjakan?”, aku sedikit menengok pekerjaannya
di atas meja.
“bukan apa-apa… aku perlu konsentrasi, bisa kau tinggalkan aku
sendiri?”
“he? Aa….iya baiklah, gomen ne^^”
Aku berjalan ke bangkuku meninggalkan dia dengan segudang
kesibukannya.
Aku sudah berjanji pada diriku sejak awal untuk tidak mengeluh. Dia
yang seorang ketua kelas sekaligus ketua osis di sekolah ini, dan aku sudah
mengenalnya dengan baik orang seperti apa dirinya, kearoganan dan kegilaannya
terhadap kesibukan menjadi hal yang mau tak mau harus kuterima sebagai
kekasihnya.
Ck, Kekasih?
walaupun tak ada yang tahu tentang hubungan kami tapi aku bisa
dengan bangga mengakui bahwa kami memang sepasang kekasih. Dan aku tidak
apa-apa dengan ini….ya selama dia masih menginginkanku berada di sampingnya aku
baik-baik saja.
“ohayou…. Sanchan!”
“…..”
“hiiiiiiii…. Tatapannya sekushiiiii…”, seperti biasa, teman sekelasku yang bernama Yuu itu selalu ribut
mengganggu ketenangan pagiku.
“berisik kau!! dia mengutukmu dalam hati”
Dan temannya…. Ray.
“…..”
“kenapa melihatku dengan pandangan seperti itu? Kau menggodaku?”
“apa???”, refleks suaraku meninggi membuat orang-orang disekitarku
beralih memandang kami. Tapi tidak dengan dia…
“haha… sayang sekali aku tidak tertarik dengan comel, lain kali
deh...”, dia berjalan ke bangkunya tepat di belakangku.
“apa maksudmu ‘lain kali’?”, partanyaanku tidak diabaikannya, tapi
hanya senyuman samar yang kudapat sebagai jawaban.
Dia… aku sudah mengenalnya sejak pertama masuk ke sekolah ini, 2
tahun berturut-turut berada di kelas yang sama, tidak pernah absen mengataiku
‘comel’ (cowok melambai) dan membuli jadi keharusan baginya. Saat kupikir tahun
ini bisa terbebas darinya, kenyataan memaksaku untuk menerima kalau dia memang
seperti terlahir untuk menjadi kesialan dalam hidupku. setiap kelakuanya hanya
untuk mempermainkan orang, hanya memikirkan kesenangannya sendiri tanpa perduli
itu menyakiti perasaan orang lain.
Aku membencinya…
***
Kriiiiing….!!!!!!
Kriiiiiiiiing….!!!!!!!
Saat yang kutunggu-tunggu…. jam pulang.
Aku segera membereskan buku-buku dan alat tulis memasukannya ke
dalam tas dan menunggu semua orang meninggalkan kelas. Itulah yang harus
kulakukan jika ingin pulang bersamanya… sampai kelas ini benar-benar kosong aku
tidak akan beranjak dari bangkuku.
Dua hari yang lalu dia berjanji bahwa hari ini akan pulang
bersamaku setelah hampir seminggu lebih kami tak bersama-sama karena
kesibukannya mengurus organisasi sekolah, saat-saat sibuk sebelum masa jabatnya
berakhir.
Ya.. dia sudah berjanji. Meski sejak jam istirahat dia menghilang
dari bangkunya aku akan menunggu dia menepati janjinya. Aku berusaha mengerti
kesibukannya, aku harus mengerti. Dan hari ini haruslah menjadi balasan atas
pengertianku.
Benarkan… Jin?
***
Sreg!
“…..”,dalam kesadaran yang tak utuh aku mendengar suara pintu yang
digeser. Aku segera mengangkat kepalaku dari atas meja, menggeseknya perlahan
sampai aku bisa melihat wajahnya dalam pandangan yang jelas.
“kenapa kau belum pulang?”
Aku menuggunya selama hampir 3 jam dan pertanyaan itu yang meluncur
dari mulutnya.
“aku menuggumu”
“bodoh sekali…, aku hanya ingin mengambil tas ke sini setelah ini
aku masih harus kembali ke ruang organisasi, jadi kau pulang saja duluan”
Apa?
“tapi… kau berjanji hari ini…”
“ah! Iya, lain kali kita pulang bersama. Tapi tidak hari ini”
Yang aku tunggu-tunggu….
“tidak apa-apa?”
“he? Haha baiklah.. aku akan menunggunya”
“aku harus segera kembali ke ruang organisasi”
“iya”
Dia mengambil tasnya dan berlari ke luar kelas meniggalkanku. Ya..
dia meniggalkanku ‘lagi’.
Dan sekali lagi…. aku tidak apa-apa.
***
“kulitmu benar-benar terlalu halus untuk ukuran laki-laki… luluran
berapa hari sekali sih?”
“bukan urusanmu!”
“weeeeeehh rambutnya juga lembut lho Ray, pasti creambath mulu nih”
aku menepis tangan Yuu yang mencoba bermain-main dengan rambutku,
dan memberinya tatapan sinis tanda kesabaranku mulai mencapai batasnya, dan itu
cukup untuk membuatnya diam.
“ck, melihara berapa Barbie di rumah?”
“gyaaaaaaaaaaaahhahhahahah…..”
anak itu…
BRAK!!!
Aku menggebrak meja kedua orang sinting itu dengan seluruh kekuatan
tanganku, “mulut kalian punya kapasitas lebih untuk mengatakan hal-hal tidak
penting semacam itu, kenapa tidak kalian gunakan untuk menjawab pertanyaan
sensei tadi hah??”
“weeee…Sanchan marah”
“marah?”, bibir anak laki-laki bernama Ray itu mengembang tipis,
“terdengar seperti mendesah bagiku haha”
“KAU???!!!!!”
Memang seharusnya aku mengabaikan mereka, terutama orang bernama
Ray itu. Setiap beradu mulut selalu aku yang terpojok dan terpojok.
“kita kemana dulu gitu sebelum pulang, yo Ray?”
“hm~”
Aku tidak pernah merasa melakukan kesalahan sampai harus membuat
dia membenciku. Kadang aku ingin bertanya apa untungnya terus-terusan
menggangguku? Kadang aku merasa lebih baik dibenci dan dijauhi daripada
dipermainkan. Semua yang dia lakukan padaku tidak lebih hanya untuk
mempermainkan. Seperti ‘waktu itu’….. dan aku sudah terlalu puas dengan semua
keisengannya.
***
“ini akan lama, jadi pulanglah duluan”
Lagi?
“baiklah…”,aku berusaha tersenyum untuk kesekian kalinya.
Setidaknya aku harus bersabar sampai masa jabatannya berakhir sebentar lagi.
“kalau begitu aku pulang”
“iya”
“ah! Jin…”, suaraku menghentikannya yang hendak kembali ke ruangan
favoritnya itu, ruang osis. “jangan terlalu memaksakan diri, nanti kecapekan”
Aku lihat dia tersenyum setelah sekian lama dia tak
memperlihatkannya padaku, “aku tidak apa-apa”, dan untuk pertama kalinya
setelah hampir lebih dari dua minggu dia menyentuhku, mengelus ujung kepalaku
dengan telapak tangannya. Itu sedikit mengobati semuanya, semua kesepian dan
rasa kehilangan dalam diriku.
“oh Jin kau di sini?”
Mendengar suara yang tiba-tiba Jin segera melepaskan tangannya dari
kepalaku, “ah, sensei… iya maaf, saya akan segera kembali ke ruangan”
Dan sesaat aku berpikir ‘Orang itu… sungguh
menggangguuuuuuu!!!!!’
“kau…. San?”, Tanya sensei yang kuketahui bernama Kisaki itu
tiba-tiba.
“ha? a-hai”, aku mengangguk cepat.
Dia seperti memperhatikanku dengan seksama, “hmm~ kau memang
seperti perempuan ya?”, ucapnya enteng.
“Ha?!”
Apa-apaan orang itu?
“kalau dilihat lihat kalian serasi, ngobrol berdua di lorong yang
sepi begini… seperti sepasang kekasih saja haha..”
“sensei!!”
“itu….”, tiba-tiba saja aku menjadi gugup, sebelumnya tak pernah
ada orang yang mengatakan kami serasi apalagi dibilang sebagai ‘sepasang
kekasih?’, dan lagi Jin selalu berpesan agar aku tidak memperlihatkan kedekatan
kami di depan orang lain. tapi orang ini….
“itu tidak mungkin!”
“…..”, aku menoleh kearahnya, dia yang tampak tak nyaman dengan
kata-kata sensei itu. Wajahnya sedikit merah walau samar.
“he? Hahah Jin…Jin kau ini lucu sekali”, dia mengacak-acak rambut
perak milik Jin, “aku hanya bercanda”
tidak mungkin ya? Kau benar-benar malu bersamaku… ya Jin?
Bahkan itu jadi sebuah gurauan untuk orang lain.
***
Aku berjalan sedikit tertunduk melewati ruang-ruang kelas yang
kosong dan tampak sepi. Suasana sore hari berbeda sekali dengan tadi siang saat
semua siswa berada di sini. Tapi aku sudah terbiasa dengan suasana seperti ini,
kadang aku merasa lebih baik begini. Saat tak ada seorangpun di sekitarku, aku
merasa lebih nyaman menjadi diriku sendiri, menangis atau berteriakpun tak akan
ada yang mengomentari.
Menangis dan berteriak ya…
Bagaimana bisa aku berpikir hal yang selemah itu?
“melambai”
Mendadak langkahku berhenti, ‘suara itu?’.
Aku segera mengangkat wajahku dan melihat Ray berdiri dengan tas
menggantung disebelah pundaknya bersandar ke dinding tidak jauh di depanku.
“apa yang kau lakukan?”, tanyaku heran, bukankah seharusnya dia sudah pulang
semenjak tadi.
“di tengah jalan tadi aku baru sadar ponselku tidak ikut pulang
bersamaku”
Orang ini…
“oh”, aku berusaha mengabaikannya, terus berjalan sampai
melewatinya.
“murung begitu….memang cocok untukmu, melambai…”
“…..”
Buakh!!!
Aku pikir aku sudah terbiasa dengan sebutan itu darinya, dan aku
sudah memutuskan untuk tidak menanggapi semua kata-kata dan kejailannya. Tapi
entah kenapa saat ini aku begitu kesal, kesal sekali, aku tak bisa megendalikan
kakiku yang kembali berjalan kearahnya dan tak bisa menahan tanganku yang tanpa
kusadari melayang meninju pipinya. Seperti bentuk pelampiasan.
“maaf saja, kau datang disaat yang tidak tepat”
Tangannya perlahan bergerak mencapai pipinya yang tampak memerah
hasil karya tanganku. Dan dia tersenyum, membuatku mengernyitkan dahi.
“melambai ya melambai”, ucapnya menyeringai.
“sampai kapan kau puas mengataiku? SEBENARNYA APA SALAHKU HAH?!”,
suaraku meninggi, perasaanku benar-benar kacau.
“kau mau tahu?”, ucapnya kemudian, tiba-tiba Ray menarik tanganku
dengan kuat menuju sebuah kelas kosong.
“tunggu! apa yang kau lakukan?!”
Bruk!
Aku sedikit meringis ketika merasakan punggungku berbenturan dengan
sebuah bangku.
Ini….
“bre-----“
Benar… ini pernah terjadi sebelumnya.
Aku berusaha melepaskan kedua tanganku dari genggaman kuat tangan
Ray yang mengunciku. “kau… belum puas mempermainkanku?”, suaraku seperti
tertahan. Aku menyadari betapa menyedihkannya diriku, dipermainkan sampai
seperti ini.
Ray tersenyum dengan
pertanyaanku, “mempermainkan ya…”, gumamnya pelan sesaat sebelum bibir kami
beradu.
Bukh!!
Aku menendang perutnya sekuat kemampuan kakiku sampai dia meringis
memegangi perutnya. “kau orang paling rendah yang pernah ku tahu”
“ck! Begitu?”
“katakan apa salahku sampai kau mempermainkanku seperti ini??!!”
Dia mengangkat wajahnya menatapku, “salahmu!”
“kenapa????!!!”
“hanya ingin sedikit menjailimu”
Jelas sekali jawaban yang berbeda dengan ‘waktu itu’,
Tadi….dia bilang salahku?
“apa maksud—“
“salahmu memiliki rambut itu, salahmu memiliki mata itu, salahmu
memiliki hidung itu, salahmu memiliki bibir itu salahmu memiliki wajah itu!!!
semua salahmu!!”, dia tertunduk setelah membuat telingaku hampir mendengung
dengan semua kata-katanya yang tak kumengerti.
“sa-salahku? Jadi salah semua yang ada padaku hingga kau
mempermainkanku? Aku tidak pernah meminta keadaan ini dan memintamu me—“
GREP!
GREP!
Aku menggantung kata-kataku saat dengan kuat tangannya menggenggam
satu pergelangan tanganku, ada sedikit perasaan takut ketika kedua mata
kecoklatan itu menatapku dengan begitu intens dan perlahan semakin mendekat,
“memintaku melakukan ini?”, ucapnya saat aku merasakan sesuatu ‘menyentuhku’.
“Me-menjauh brengsek!!”
“…..”
“ugh!”
BRUK!
Aku berusaha mendorong tubuhnya dengan satu tanganku yang masih
terbebas dan saat tak berhasil menjatuhkannya aku mencoba melakukannya dengan
kedua kakiku. Kami seperti bergelut beberapa saat sampai akhirnya tubuhku
berakhir terjatuh membentur lantai.
Dan dalam sekejap aku merasakan tangan itu kembali mengunci
pergelangan tanganku, “apa kau tidak ingin sekali saja bersikap manis padaku?”
“cuh!”
Aku meludahi wajahnya dan yang aku lihat…dia tersenyum.
“kau begitu membenciku ya?”, tanyanya dengan seringaian yang
menyebalkan.
“TIDAK ADA ORANG DI DUNIA INI YANG PALING KUBENCI SELAIN KAU!!!”,
teriakku sekuat tenaga.
“ck! Kau membuatku bersemangat”
“ap--?!”
Aku berusaha memberontak sekuat tenaga saat dengan kasarnya dia
memperlakukan bibirku dengan bibirnya, namun kedua tanganku bahkan tak bisa
kugerakkan, Seperti yang selalu kusadari dan kutakuti selama ini, level
kekuatanku di bawah laki-laki kebanyakan. Mungkin karena itu aku mendapat
perlakuan seperti ini.
Jin…
Aku tak ingin ada seorangpun yang menyentuhku selain Jin. Meski ini
hanyalah perlakuan membully dari orang ini, tapi Jin pasti akan kecewa denganku
jika dia mengetahuinya.
“hen-henti..kan”, tanpa sadar air mataku keluar dengan sendirinya.
Aku takut jika membayangkan Jin membenciku karena ini. “tolong hentikan!!”, aku
menutup rapat kedua mataku, aku tak pernah ingin memohon pada orang paling
menyebalkan bagiku di dunia ini, aku tak ingin merendahkan diriku untuk orang
sepertinya. Tapi aku tak punya kekuatan untuk menghentikan ini semua sendiri.
dan ketakuatanku akan Jin menemukan ini membuatku benar-benar menjadi orang
paling tak berdaya.
Aku sedikit membuka mataku ketika kurasakan kedua pergelangan
tanganku terlepas dari genggaman kuat tangan orang itu. begitupun perlakuan tak
senonoh(?)nya padaku. “kau baru saja memohon padaku?”
Aku segera mendudukkan tubuhku, dengan menggenggam kedua sisi kerah
seragamku yang sudah terbuka hampir setangah dari kancing-kancingnya. Aku
merasakan mataku masih sedikit basah dan aku tak berani menatap ke arahnya.
“coba katakan lagi…’tolong~Ray’ dengan manis..“, dia mengucapkannya
dengan seringaian itu sambil mengangkat daguku.
Aku segera menepisnya kasar, dan melayangkan tamparanku ke
wajahnya. “kau tidak waras!”, ucapku sesaat sebelum membangunkan tubuhku dan
segera melangkah cepat mengambil tasku yang tergeletak tak beraturan di lantai.
“kau sendiri tak waras terus-terusan berharap dia untuk
memandangmu!”
Beberapa langkah lagi mencapai pintu keluar, aku menghentikan
langkahku.
“aku selalu menemukanmu menatapnya dengan penuh harap, mengharapkan
seseorang seperti dia… apa kau waras?”
Mengharapkan seseorang seperti dia…
Aku memang selalu memandangnya dengan penuh harap… aku selalu
berharap dia juga akan balas memandang dan tersenyum padaku.
Padahal aku kekasihnya…
“jangan bodoh! Apa karena dia datang ‘waktu itu’ seakan dia
menyelamatkanmu dariku? Lantas kau jadi mengharapkannya lebih?”
Iya…. dia datang waktu itu…
“memalukan kan? Aku memang lemah… pantas aku diperlakukan seperti
ini”
“tidak ada seorangpun yang pantas diperlakukan seperti itu… jangan
mengakui diri sendiri lemah sebelum kau benar-benar menunjukan kekuatanmu. Aku
selalu melihatmu sebagai anak yang ramah dan bersemangat di kelas…”
Dia memperhatikanku…
“aku suka San yang seperti itu”
Aku memang selalu mengaguminya sebagai ketua kelasku jauh sebelum
itu, tapi sejak saat itu… aku mulai mengaguminya sebagai seorang laki-laki. aku
mencintainya…
Jin…
Karena itu… suatu keajaiban aku bisa bersamanya sekarang. dia
menerimaku untuk selalu berada di sampingnya, meski tak ada seorangpun yang
tahu…
“Kau benar-benar terlihat tolol selalu dengan manisnya tersenyum
menyapanya, semanis apapun kau berusaha membuatnya melihatmu, si maniak
kesibukan itu tidak akan tertarik padamu”
Dia kekasihku…
“dan kau lihat? Apa dia datang lagi menyelamatkanmu seperti waktu
itu? berhentilah terus-terusan menunggunya… itu memuakkan!”
“KAU YANG MEMUAKKAN!!”, aku menendang pintu kelas refleks. Dan
segera berlari keluar kelas. Aku hampir saja meneriakkan Jin adalah kekasihku,
dia menerimaku, kami memiliki perasaan yang sama dan meski begitu.. dia pernah
memandangku, memperhatikanku… tak sepantasnya dia mengatakan seakan hanya aku
yang memiliki perasaan ini sendirian! tapi aku menahan semua kata-kata itu di
tenggorokan. Jin tak menginginkan itu, dan aku tak seharusnya mengatakan itu
tanpa seizinnya. Jin selalu mengatakan kalau ia perlu waktu… dan aku harus
menghormati keputusannya. Aku selalu menghormatinya….karena aku tak ingin
kehilangannya…aku begitu meninggikannya.
***
“ini”
“arigatou”, aku sedikit menundukan wajahku berterimakasih atas
pakaian yang Jin bawakan untukku.
“yap!”, Jin mengusap-usap rambutku dengan handuk yang ia bawa.
Jin bilang rapat yang ia lakukan mendadak batal karena suatu hal,
yang pasti aku tak akan mengerti meski dia menceritakan padaku apa itu. dan
kami tidak sengaja bertemu di ruang loker tadi. lalu karena mendadak tiba-tiba
hujan lebat aku dan Jin harus pulang dengan basah kuyup. Jin mengajakku untuk
mampir sebentar di apatonya karena jalan pulang ke rumahku kebetulan melewati
apatonya, dia hanya khawatir kalau berlama-lama berhujan-hujanan bisa membuatku
sakit. Meski kadang dia selalu bersikap dingin jika sudah bergelut dengan
pekerjaannya, tapi dia punya sesuatu yang manis darinya. Aku tidak akan jatuh
cinta padanya tanpa alasan.
“seragammu benar-benar basah kuyup, cepatlah ganti pakaianmu! Nanti
kau masuk angin“
“ha? i-iya haha..”, aku segera membuka kancing-kancing seragamku
namun langsung kuhentikan saat melihat Jin menatapku heran. “eh?”
“haha kupikir kau mau menggantinya di kamar mandi”
“aaa iya! Di kamar mandi”
“sementara kau berganti pakaian, aku buatkan susu coklat hangat, ya?”,
Jin mengacak-acak rambut basahku dan aku tersenyum di sela-sela perlakuan
tangannya di rambutku, lalu ia berjalan menuju dapur. Aku sedikit menunduk meremat
permukaan sofa black velvet yang kududuki, mengingat kejadian beberapa saat
yang lalu sebelum aku berada di tempat ini. aku menyentuh bibirku perlahan lalu
menggesek-geseknya kasar, aku tak perduli jika ia harus sobek karena perlakuan
tanganku. Aku benci ! aku sungguh benci orang itu ! dan aku tidak bisa
memaafkan diriku yang bahkan tak becus melindungi diriku sendiri. aku tidak
pernah ingin mengkhianati Jin, sedikitpun tidak pernah terlintas pikiran
seperti itu di benakku. dan sekarang aku merasa kotor…membiarkan tangan dan
bibir selain Jin menyentuhku, aku benci diriku sendiri!! Jika Jin tahu, akankah
dia memaafkanku? Aku menyentuh ujung kepalaku dimana Jin mengacak-acak rambutku
tadi. Masihkah dia ingin menyentuhku?
Aku berdiri dari sofa, dan dapat merasakan hawa dingin menyapa
tubuhku karena seragam yang basah kuyup disapa udara yang tergerak karena
gerakan tubuhku. Aku memeluk bahuku menggigil dan melangkahkan kakiku dengan
langkah lemah menuju kamar— tidak! aku mengubah arah langkahku 180º dari arah
kamar mandi yang seharusnya aku datangi untuk mengganti bajuku.
Kulangkahkan kakiku masih dengan lemah melewati pintu penghubung
antara ruang tamu dan dapur, kulihat Jin tengah asik mengaduk-aduk susu coklat
yang mengepulkan asap ke udara di satu cangkir dari dua cangkir yang ada di
hadapannya. mungkin karena begitu lemahnya langkahku sampai Jin tak menyadari
aku sudah berada satu ruangan dengannya, berjalan mendekatinya.
“San?”, Jin menyadari kedatanganku dan matanya menatapku dengan
pandangan heran, “kau belum mengganti bajumu?”
“aku…”, aku sedikit meremat celana seragamku yang basah, “aku ingin
Jin menyentuhku!”, kata-kata itu meluncur begitu saja dari mulutku.
Benar… aku ingin dia menghangatkan tubuhku yang kedinginan saat
ini. aku ingin dia menghilangkan rasa takut yang terpahat di sudut hatiku. Aku
ingin dia meyakinkanku bahwa aku masih layak untuk disentuhnya, setelah aku
mengkhianatinya meski itu bukan keinginanku. Setelah sekian lama akhirnya kami
bisa bersama seperti ini, bahkan mungkin perlu waktu cukup lama lagi aku
bersabar untuk kedepannya agar kami bisa seperti ini lagi… “sentuh aku…”, aku
menundukkan wajahku dengan tubuh sedikit gemetar karena udara dingin kembali
menyapa tubuhku.
Jin melangkah mendekatiku lalu mengangkat wajahku yang tertunduk
dengan satu tangannya. Perlahan wajah
Jin mendekat dan segera kupejamkan mataku rapat. aku dapat merasakan sesuatu
yang lembut menyentuh pipiku, bukan bibirku. Segera kubuka mataku dan melihat
Jin mengecup pipi kananku, dia tersenyum setelahnya, mengacak-acak rambutku. “punyamu…..”,
aku menerima sebuah cangkir berisi susu coklat yang diberikan Jin dan dia
menarik tubuhku untuk mengikutinya kembali ke ruangan.
Aku tersenyum hambar. Mungkin Jin sedang sibuk dengan tugas-tugas
dalam organisasi, benar… tidak seharusnya aku merasa sedih karena hal seperti
ini. hal begini sudah biasa kualami dan ini adalah bagian dari resiko menjalani
hubungan dengan orang yang punya posisi tinggi dan super sibuk seperti Jin. Dia
memang sangat ulet dan bertanggung jawab, itulah yang membuatku benar-benar
mengaguminya selama ini. Sejak awal aku tidak ingin mengganggu semua
kegiatannya sebagai ketua osis, aku ingin menjadi pendukung setianya.
Jin meletakkan cangkirnya di atas meja, dan dia juga mengambil
cangkir di tanganku untuk juga ia letakkan di atas meja. “duduklah!”, Jin
menekan kedua bahuku membuatku merendahkan tubuhku dan kembali duduk di sofa
yang tadi kududuki. Aku lihat jin berjongkok di depanku dan dia mulai membuka
satu persatu kancing seragamku.
“seragammu basah kuyup, kau tidak akan bisa pulang dalam keadaan
seperti ini”
Aku menyentuh tangannya yang asik membuka kancing-kancing
seragamku, “aku bisa melakukannya sendiri”, ucapku sambil menjauhkan tangannya
dari seragamku.
“kalau begitu cepatlah! Kau bisa masuk angin kalau terus dalam baju
basah seperti itu”, Ujarnya kemudian duduk di sampingku, meraih cangkir susu
coklatnya dan menyeruputnya. Aku hanya mengangguk sambil melanjutkan pekerjaan
Jin membuka kancing-kancing itu kemudian melepas seragamku.
Aku meraih t-shirt yang diberikan Jin tadi di sampingku, “Jin…”,
panggilku pelan.
“hm?”, Jin menoleh sambil menyeruput susu coklatnya.
“seandainya kau tetap bersikap seperti ini di sekolah…”, ujarku
iseng dan aku lihat Jin terdiam dengan kata-kataku. “bercanda! Aku tahu itu
demi menjaga rahasia hubungan kita dari orang-orang kan?”, aku tersenyum Lalu
segera memakai T-shirt yang dipinjamkan Jin padaku. “kau tahu Jin, kadang aku
ingin berteriak pada semua orang kalau kau itu adalah kekasih—“
“jangan lakukan itu!”
Aku menoleh ke arahnya, aku melihat Jin sudah menatapku tajam. “ah,
aku—“
“aku bilang jangan!”, ucapnya lagi dengan lebih tegas, menggenggam
pergelangan tanganku kuat.
Aku kembali menyunggingkan senyum di bibirku. “aku tahu, aku hanya
berandai-andai Jin. Aku tidak akan melakukannya tanpa seizinmu”, ucapku sembari
menyentuh tangannya yang memegangi pergelangan tanganku kuat.
Jin melepaskan tangannya lalu sedikit menunduk memegangi keningnya.
“maaf…”
“daijoubu….”, aku mengangkat tangan kananku untuk menyentuh rambut
peraknya, hanya beberapa mili jari-jariku hampir mencapai helaian rambut itu
namun aku menariknya kembali. aku masih sakit. Aku ingin Jin tahu bahwa
sekarang dadaku terasa sakit. Aku tahu dengan baik alasan Jin melakukan itu,
karena malu. Sedangkan aku tidak punya rasa malu sama sekali, dengan bodohnya
aku bangga seorang sendiri. tapi aku tak apa. selama kenyataannya aku adalah kekasihnya,
dan jika dengan merahasiakannya itu bisa membuatku tetap bersamanya. Aku tak
apa…..untuk kesekian kalinya.
“San…”
“ya—“
Aku menoleh ke samping ke arah dimana dia duduk, tiba-tiba aku
merasakan sesuatu yang begitu lembut menyentuh permukaan bibirku. Jin segera
melepaskan kecupannya mengusap ujung kepalaku lembut. Meraih satu telapak
tanganku dan meletakannya di sebelah pipinya. “tanganmu dingin San”, ucapnya
tersenyum.
“……”
aku tidak mengerti dengan diriku, tapi tiba-tiba saja air mataku
membudal keluar dengan sendirinya. Tenggorokanku seakan serak. Jin menatapku
dengan pandangan bingung saat tetes demi tetes air itu keluar dari mataku. Aku
segera mengusapnya dengan punggung tanganku sembari menunduk tak ingin melihat
wajah Jin lebih kebingungan lagi. Tak seharusnya aku menangis di hadapannya
seperti ini.
“San, ada apa?”
“tidak. tidak apa-apa…..maaf, aku hanya—“
Jin memegang kedua pergelangan tanganku saat kedua tangan itu
kupakai untuk menghentikan air mata yang terus saja keluar. “katakan ada apa?”,
tanyanya memiringkan wajahnya mencoba menengok wajahku yang sedikit tertunduk.
Aku mengangkat wajahku perlahan, menatap wajahnya, kedua bola mata
kecoklatannya. Rasa sakit dan bahagiaku seakan terikat di sana. aku menangis
karena aku begitu bahagia dengan kelembutannya, tapi juga sakit karena
pertanyaan itu terus berteriak di dalam sana.
“boleh aku memelukmu?”, tanyaku pelan hampir berbisik.
Jin segera menarik kepalaku ke dadanya, “jangan bertanya, lakukan
saja!”
Aku tersenyum samar.
Tapi aku takut Jin. Aku takut kau tidak menginginkannya. Karena
pertanyaanku belum terjawab sepenuhnya.
Aku menenggelamkan wajahku di dadanya, terasa nyaman, begitu
nyaman. Aku bisa merasakan harum tubuhnya dan aku begitu merindukan ini. aku
bertahan selama ini untuk kehangatan ini. aku memeluk tubuh Jin tak ingin
menyia-nyiakan kesempatan yang jarang sekali kudapatkan. Mengecup dadanya
lembut sedikit menyingkap kerah kemejanya sampai bekas merah yang selintas
kutangkap tadi terlihat dengan jelas di antara leher dan bahunya.
Dan pertanyaan itu kembali berteriak bersama rasa sakit yang
langsung menjalar seiring aliran darah di tubuhku.
Apakah kau mencintaiku….Jin?
~TBC~
Oh ya, saia suka judul ini . saia ambil dari sub judul Kimi to Boku
hhe~~~ awalnya bukan ini lhooo judulnya XDDD tapi karena ada ‘blue’ nya saia
pikir cocok buat SAN ditambah lagi saia suka BIRU *alasan gak masuk akal* sampe
saia jadiin alamat email dan nama Bluetooth *gak penting banget*
kalo nggak ada yang komen berarti gak ada yang baca, kalo nggak ada yang baca berarti jelek, kalo jelek buat apa dilanjutin *plak* hahha pissu~~~
kalo nggak ada yang komen berarti gak ada yang baca, kalo nggak ada yang baca berarti jelek, kalo jelek buat apa dilanjutin *plak* hahha pissu~~~
No comments:
Post a Comment