Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 32
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD ! gak!baca!ulang!typos!
Length : 14 Pages (3747 words)
Note : Maaf .....!!! Kemaren sempat kepotong di 3/4 cerita karena mood saia terlanjur hilang xD
Chap 32 : ☆~Explode~☆
Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆
“Ada apa?” Uruha menjawab panggilan ke ponselnya dengan nada sedikit malas, tanpa melepaskan matanya dari jam tangan digitalnya.
'Aku hanya sedang bosan. Di sini pagi-pagi sudah hujan,' suara di line telepon Uruha diakhiri dengan helaan nafas pelan.
“Apa kau ingin pamer padaku?” Uruha menaikan satu alisnya.
'Haha... lucu. Aku kedinginan dan kau bilang aku sedang pamer?'
Uruha mendengus melirik seseorang yang sejak beberapa menit lalu ia tunggu akhirnya masuk dan duduk di samping jok kemudi mobilnya.
“Apa?” tanya Ruki inosen, menyadari Uruha menatapnya dengan pandangan jengkel sejak ia masuk ke mobil laki-laki brunette itu.
“Apa, kau bilang? Apa saja yang kau lakukan di dalam hah?”
“Aku mengambil buku yang ketinggalan, kan sudah kubilang,” jawab Ruki santai sambil memasang seatbeltnya.
“Kau pikir berapa lama aku duduk di sini hanya untuk menunggumu mengambil sebuah buku, hah?”
“Paling 5 menit?” Ruki menaikan satu alisnya, makhluk minis itu juga tidak tahu pasti berapa lama ia membuat Uruha menunggu.
“502 DETIK!!” Uruha nepsong.
Ruki membulatkan mulutnya sambil menganggukan kepala pelan. Apa Uruha lupa kalau rumahnya itu besarnya minta ampun, bahkan Ruki sudah berlari-lari kembali ke kamarnya karena tidak ingin membuat Uruha menunggunya lebih lama. Lagipula dia juga harus mencari bukunya. Dalam hati, Ruki tidak bisa menerima protes Uruha tapi makhluk minis itu sedang tidak mood untuk cekcok dengannya. “Kau kan bisa berangkat duluan.” Ruki menyandarkan punggungnya ke sandaran jok, “Aku kan bisa berangkat diantar sopir.”
“Hah? Merasa jadi tuan besar kau sekarang? Sudah kubilang kakek ingin kita berangkat sekolah sama-sama itu untuk menghemat tenaga sopir dan bensin!”
Ruki menggulir bola matanya malas, mendengar alasan yang keluar dari mulut Uruha sedikit tidak masuk akal.
'Ruki?'
Uruha menyalakan mesin mobil dan menjalankannya, masih merasa jengkel dengan makhluk minis di sampingnya. “Ya,” Uruha kembali konsentrasi menjawab seseorang di line teleponnya yang sempat ia abaikan beberapa saat.
'Dia di sana bersamamu?' suara di line telepon Uruha sedikit bersemangat.
Uruha mendengus pelan, “Ya! Bukankah kau selalu memintaku untuk menyeretnya kembali ke rumah?!”
Uruha mendengar suara tawa kecil di line teleponnya, 'karena aku ingin kau dan Ruki rukun. Dia anak yang baik dan sosok adik yang menyenangkan, kau tahu? Aku senang dia berada di sekitarku, kenapa kau tidak? Lagipula Kamijo-jiichan—'
“Aku bosan dengan omong kosongmu,” potong Uruha dengan wajah datar. Makhluk brunette itu sudah beberapa kali mendengar kalimat yang sama dari mulut sepupunya itu setiap beralasan meminta agar ia merayu Ruki untuk kembali ke rumahnya. “Kapan kau kembali?” tanya Uruha malas.
'Hh? Baru satu hari aku meninggalkan Tokyo, Kau sudah merindukanku?'
“Apa semua berjalan lancar?” tanya Uruha mengabaikan candaan sepupunya.
'Ya? kalau saja tidak hujan, seharusnya aku sudah berada di proyek lagi sekarang. Oh, apa Kamijo-jiichan sudah kembali?'
“Belum, mungkin besok? atau besok lusa? atau besoknya lagi?” Jawab Uruha malas. Ruki melirik laki-laki brunette itu di sampingnya, sedikit penasaran dengan siapa dia bicara di telepon.
'aah~ ada yang ingin kudiskusikan dengannya! Ayahku tidak bisa dihubungi, ck!'
Uruha menggulir bola matanya malas, “sayang sekali... dan jika tidak ada hal penting yang ingin kau bicarakan, aku tutup teleponnya! aku sedang mengemudi!”
'Haha, baiklah. err...'
Uruha mengernyitkan dahinya.
'Baik-baik dengan Ruki, ok? Jangan membuatnya keluar dari rumah lagi. Aku sayang kau Uruha.'
Wajah Uruha berubah horor, dan ia mendengar sepupunya tertawa iseng sebelum sambungan teleponnya akhirnya terputus dan Uruha menatap ponselnya dengan ekspresi jijik mendengar lelucon yang baru saja dilontarkan laki-laki raven itu.
“Siapa?” tanya Ruki masih penasaran, terlebih lagi melihat ekspresi Uruha yang aneh saat mereka mengakhiri pembicaraannya.
Uruha melirik makhluk minis itu sedikit jengkel, “kenapa kau selalu mau tahu saja, hah?”
“Aku hanya penasaran, apa itu Sharon? tapi kau tanya kapan dia pulang, berarti bukan?”
Uruha mendengus, “Bukan!”
“Kalau begitu siapa?” tanya Ruki polos, mengabaikan wajah jengkel Uruha karena ke-bawel-annya.
“Kulempar keluar? atau tutup mulutmu!” Uruha mulai lagi dengan kebiasaannya mengancam.
Ruki mendengus menyilangkan kedua tangannya di dada kembali menatap ke jalanan depan, “apa susahnya menjawab?” gerutu Ruki pelan namun Uruha dapat mendengarnya dengan cukup jelas.
“Bukan masalah susah mudah menjawab! Aku hanya tidak suka kau banyak tanya! Aku tidak suka orang bawel! mau tau saja urusan orang.” Uruha ngedumel sambil tetap konsentrasi menyetir mobilnya.
“Kau tidak bisa ya bersikap santai sedikit? emosi mulu.” Ruki kembali menggerutu.
“TIDAK!! aku tidak bisa santai!”
Ruki sedikit mengembungkan pipinya mendelik makhluk brunette itu selama beberapa lama, dan tanpa diduga-duga sudut makhluk minis itu kemudian mengembang tipis dan ia berusaha menyembunyikan entah perasaan apa yang menggelitik di dadanya. Ruki memalingkan wajahnya ke arah kaca pintu mobil di sampingnya hingga ia bisa tersenyum dengan leluasa. Ruki tahu mungkin orang akan menganggapnya aneh, tapi ia merasa Uruha sangat menggemaskan sekarang. Mungkin dia sering melontarkan kata-kata pedas yang membuat orang sakit hati saat marah-marah tapi ada saat dimana Uruha yang emosi kadang menggemaskan di mata Ruki. Kadang Ruki suka mereka beradu mulut untuk hal yang tidak penting dan Ruki suka Uruha yang sedang emosi di saat seperti itu. Bagaimana dia misuh-misuh, bibir keritingnya sedikit mengerucut dan bagaimana dia bersikap seperti anak kecil dan mengatakan hal yang kekanak-kanakan saat sedang marah-marah yang kadang Ruki merasa sebenarnya dia tidak benar-benar marah.
“Kenapa kau senyam-senyum?” Tanya Uruha mengernyitkan dahinya melirik Ruki.
“Apa? Siapa yang senyam-senyum?” Ruki balik tanya, sedikit terkejut Uruha menangkap keabnormalannya. Ya, Ruki sendiri juga merasa aneh dengan kelakuannya. Makhluk minis itu berusaha membuat bibirnya cemberut namun perasaan menggelitik itu masih ada dan makhluk minis itu berusaha agar ia tidak tersenyum lagi membuat bibirnya sedikit bergetar karena tidak tahu harus tersenyum atau cemberut, hingga akhirnya Ruki berakhir dengan menutupi mulutnya dengan sebelah tangan, membuat Uruha semakin mengernyitkan dahinya, sampai laki-laki berambut hazel itu sampai pada kesimpulannya sendiri.
“Kau mengingat-ingat itu?”
“He?” Ruki menoleh pada Uruha tak mengerti, masih tetap menutupi mulutnya.
“JANGAN TUTUP MULUTMU BEGITU! Atau kau sengaja mengundangku untuk melakukannya lagi?!”
Dan akhirnya Ruki mengerti apa yang ada di pikiran makhluk brunette itu.
“APA MAKSUDMU?!!”
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Ruki sedikit mempercepat langkahnya saat menyadari banyak mata siswa siswi BHS yang menatapnya sejak ia turun dari mobil Uruha di tempat parkir tadi. Ruki merasa tidak nyaman melihat siswa-siswi itu saling berbisik ketika melihatnya. Ruki tidak mengerti ! Ruki tidak tahu berita tentangnya dan Uruha di Tropical Land itu masih jadi perbincangan hangat siswa-siswi BHS. Ruki tidak tahu ada yang diam-diam mengabadikan momennya dan Uruha saat itu.
“Aku tidak bisa.”
Ruki memelankan langkahnya saat ia sudah tiba di depan kelasnya, dan melihat seorang perempuan yang ia yakin bukan berasal dari kelasnya tengah bicara dengan Saga di depan pintu kelas. Sengaja tak sengaja Ruki jadi menguping apa yang mereka bicarakan, ditambah Ruki juga sedikit penasaran.
“Apa minggu ini Saga-kun ada acara? kalau begitu minggu depannya lagi?” tanya perempuan itu dengan nada dan raut wajah berharap.
“Tidak, aku hanya tidak mau pergi.”
“Apa Saga-kun sedang jalan dengan seorang perempuan jadi takut dia marah?”
Saga sedikit menggaruk keningnya, “aku tidak mengenalmu. aku tidak pergi nonton dengan orang yang tak ku kenal.”
“Kita bisa lebih saling mengenal nanti, kalau kau setuju untuk pergi,” Ruki merasa perempuan itu tak mudah menyerah dan tak ingin menyerah dengan penolakan Saga.
“Aku tidak tertarik untuk mengenalmu.”
Tapi laki-laki berambut hazel itu tampak sama sekali tak berniat mengubah keputusannya.
“Tapi Saga-kun ...”
“Aku tidak tertarik denganmu.”
Dan Ruki mengutuknya untuk itu. Ruki merasa perempuan di depan Saga saat ini tidak buruk... Bukan! Bahkan Ruki merasa dia sangat manis dengan rambut hitam sebahunya. Tapi mungkin yang begitu bukan tipe Saga, Ruki pikir.
“Oi !” Saga menyadari kehadiran Ruki dan segera berseru padanya, membuat makhluk minis itu melepaskan pandangannya dari gadis yang berlalu pergi dengan wajah sangat kecewa bahkan Ruki bisa katakan dia hampir menangis karena penolakan Saga, “sedang apa kau?” tanya Saga dengan wajah seakan dia tidak baru saja membuat anak orang hampir menangis.
“Tidak, aku... ah! kau menolak perempuan semanis itu!” dan Ruki tak bisa menahan diri untuk berkomentar.
Saga mengernyitkan dahinya,“kau sudah sembuh?”
Ruki menghela nafas pelan sedikit jengkel karena diabaikan, tapi Ruki mengerti berarti Saga tidak ingin membahasnya, mungkin makhluk berambut hazel itu tidak terlalu senang dengan kejadian barusan. “Aku sudah tidak apa-apa,” jawab Ruki sembari melanjutkan langkahnya memasuki kelas.
“Uruha menculikmu?”
“Ha?” Ruki menghentikan langkahnya hanya untuk kembali menoleh pada Saga yang baru saja ia lewati di ambang pintu kelas.
“Kau sampai lupa memberiku kabar karena kau bersenang-senang dengannya?”
“Oh,” Ruki kembali berjalan menuju bangkunya yang kini diikuti Saga. Ruki tidak bermaksud melupakan Saga tapi kemarin dia memang lupa dan makhluk minis baru sadar sekarang,“kemarin Sharon pulang, aku mengantarnya ke bandara,” Ruki menggantungkan tasnya di hanger.
“Hn... pengganggu sudah pergi,” Saga menganggukan kepalanya pelan sambil duduk di bangkunya.
Ruki mengabaikan gumaman laki-laki berambut hazel itu, “Uruha tidak memberitahuku terlebih dulu atau meminta persetujuanku untuk membawa barang-barangku dari tempatmu dan kembali tinggal di rumahnya, dia bahkan membuatku dipecat dari tempat kerja! Aku tak tahu ada apa dengan orang itu,” Ruki menyilangkan kedua tangannya di dada dengan wajah sedikit kesal.
“Bukankah itu bagus? kau kembali tinggal di rumah besar itu dan tidak perlu lagi bekerja,” ucap Saga santai.
“Apa kau tidak berpikir, mungkin dia stress ditinggal Sharon jadi otaknya terganggu sampai dia berubah drastis begitu,” Ruki tampak berpikir keras, “dia bahkan sampai men—” Ruki me-rem mulutnya untuk terus berbicara. Ok, Ruki bukan gadis remaja yang harus mencurahkan segala sesuatu yang dialaminya pada seorang teman.
“Dia men- apa?” Saga menaikan sebelah alisnya.
“Lupakan!” Ruki mendengus.
“Mencoblosmu?”
“HA?!”
Hampir semua murid yang ada di kelas menoleh pada makhluk minis itu karena suara nyaringnya.
“Bicara apa kau? kau pikir pemilu, mencoblos?” Kali ini Ruki bicara lebih pelan bahkan hampir berbisik-bisik, tak ingin mengundang perhatian orang lagi.
“Ya, siapa tahu kan kau sudah jadi presiden di hatinya,” Saga menyeringai iseng.
Ruki menatap makhluk berambut hazel itu datar dan kemudian memutuskan untuk mengabaikan candaan garing temannya itu, “oh ya Saga, soal uang—”
“Kalau kau ingin bicara tentang uang sewa, kau tidak usah khawatir,” sela Saga.
“He?” Ruki mengernyitkan dahinya, “maksudmu aku tinggal di tempatmu secara gratis?”
Saga menggulir bola matanya malas ke arah makhluk minis itu, “aku bukan orang sebaik plus sebodoh itu, ok?”
Ruki mendengus, “aku juga tidak yakin kau akan melakukan itu, Lalu?”
“Seseorang sudah membayarnya,” Saga menarik keluar dasi seragamnya dari saku celana.
Ruki menaikan sebelah alisnya sambil menoleh ke arah teman rada gendengnya itu yang kini sedang sibuk melilit-lilitkan dasi di pergelangan tangannya, “Uruha melakukannya?”
“Bukan.”
“Siapa?”
Saga menoleh ke arah Ruki dengan tampang datar, “ra.ha.si.a!” Ucapnya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya dengan dasi di pergelangan tangannya.
“Pasti Tora.”
Saga kembali menoleh pada Ruki, “bagaimana kau tahu?” tanyanya, pura-pura terkejut.
Ruki menggulir bola matanya malas, “siapa lagi orang yang baik padaku dan dekat denganmu,” Ruki bergumam. Benar, lagipula Ruki sedikitnya tahu ketua Osis BHS itu punya alasannya sendiri melakukan itu. Tadi juga Ruki mendengar saat Uruha bicara denganya di telepon, kalau ketua Osis BHS itu terus membujuk Uruha untuk membuatnya kembali ke rumah Kamijo dan mengetahui Tora juga sudah membayarkan uang sewanya, berarti ketua Osis BHS itu memang sangat mendukung ia keluar dari apartment Saga. Baiklah, Ruki tahu Tora baik, dia ingin Uruha rukun dengannya, tapi Ruki yakin alasan utamanya bukan itu.
“Kau pikir dia dekat denganku?” Saga menaikan sebelah alisnya.
Ruki menyangga dagunya dengan telapak tangan di atas meja, melirik Saga dengan ekor matanya, “aku mungkin hanya menebak-nebak, aku tahu kau menyukainya dan yang aku lihat dia juga menyukaimu, tapi aku ingin mendengarnya langsung darimu. sekarang kau jujur padaku! Kau punya hubungan khusus dengan Tora kan? maksudku... seperti hubungan laki-laki dan perempuan!”
Saga menghentikan aktivitas tangannya dengan dasi yang meliliti pergelangan tangannya, “kau mau membayarku berapa kalau aku jujur?”
Ruki tersenyum iseng, “aku mengerti.”
Berarti jawaban Saga adalah 'iya'. Jika 'tidak', dia akan mengatakan tidak, tapi jika 'ya', dia tidak akan mengatakannya ya. Ruki tahu sifat teman baiknya itu, yang kadang mengingatkannya pada Uruha? Ruki pikir kedua orang itu sama-sama jaim dan gengsian.
“Oh ya, tadi Tora menelpon Uruha, katanya dia sedang berada di Osaka?”
Awalnya Uruha memang bersikeras tidak mau memberitahu Ruki siapa yang menelponnya tapi akhirnya dia mengatakannya juga.
“Dia menelpon Uruha?”
“He'em,” Ruki menganggukan kepalanya dan makhluk minis itu melihat Saga memalingkan wajahnya, tersenyum kecut, “mereka sepupu, kau tidak usah cemburu!”
Saga mendesis pelan, sedikit jengkel dengan kesimpulan makhluk minis itu tentang gerak tubuhnya, “Ruki, kau menyukai Uruha?” tanya pemuda berambut hazel itu tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya, asik memainkan dasi yang melilit di pergelangan tangannya.
“Huh? Kenapa tiba-tiba?”
“Kau pasti merasakan, perasaan takut, khawatir dan ragu adalah santapan sehari-harimu,” Saga menyunggingkan senyum kecutnya sementara Ruki tampak sedang mencerna apa yang baru saja didengarnya, “banyak hal membuatmu takut dan khawatir, membuat yakin dan ragu. mengartikan setiap gerak tubuh dan perkataan yang keluar dari mulutnya adalah hal yang paling membingungkan! suatu hal kecil saja bisa membuatmu percaya diri dan hal yang sama juga bisa membuatmu jatuh ke bumi.” Saga menoleh ke arah teman 'kecil'nya yang tampak masih tenggelam dalam pikiran mencerna setiap perkataannya, “saat ini mungkin aku masih bisa mengaku-ngaku sebagai.... kekasihnya? Tapi aku tidak tahu besok.” Saga kembali memainkan dasi di pergelangan tangannya.
“Apa maksudmu?” Ruki mengernyitkan dahinya, “kalian bertengkar?”
Saga menghela nafasnya, melepaskan lilitan dasi di pergelangan tangannya, “hanya... banyak hal yang kutakutkan?” Saga mengernyitkan dahinya.
“Apa itu? Yang kau takutkan?”
“Banyak.”
“Salah satunya?”
“Dia tidak benar-benar menyukaiku?”
Ruki membulatkan mulutnya sedikit mengangguk, “aku mengerti, tapi apa yang membuatmu berpikir begitu?”
“Apa ini sesi curhat?”
Ruki sedikit mengembungkan pipinya, “baiklah, aku tidak akan tanya lagi !”
“Bagus,” Saga menggantungkan dasinya di pundaknya.
“Ck!” Ruki berdiri dari bangkunya dan menarik dasi dari pundak Saga lalu memasangkan benda itu di leher temannya. Ruki melihat Saga mengernyitkan dahinya saat ia sedang memasang benda itu di lehernya namun pemuda berambut hazel itu tidak protes atau mengatakan apapun. “Apa kau tidak bisa memasang sebuah dasi?” tanya Ruki malas setelah ia menyelesaikan pekerjaannya dan kembali duduk di bangkunya.
“Bisa.”
“Mau pasang dasi aja kok lama,” dengus Ruki.
“Aku sedang berusaha membiasakan diri!”
Ruki melirik temannya, “hoo... karena sekarang kau adalah pacar seorang ketua Osis?” makhluk minis itu menyeringai iseng yang kemudian langsung mendapat geplakan di ubun-ubunnya. “Tapi Saga, kalau boleh aku berpendapat.... ”
“Apa?”
“Jangan sampai ketakutan-ketakutanmu mengalahkan perasaanmu sendiri. Jika kau benar-benar menyukainya, jika kau ingin bersamanya, percayalah pada perasaanmu! Cobalah untuk mempercayainya!”
Saga melirik malas teman kecilnya, “aku tidak mendengarkan pendapat dari orang tak berpengalaman.”
“Apa kau bilang?”
Saga memalingkan wajahnya mengabaikan protes Ruki sambil memain-mainkan dasi di dadanya. Meski sedikit, sebenarnya Saga cukup terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut makhluk minis itu. Dia hanya tidak ingin menerima saja kalau kata-kata Ruki benar.
Jam pelajaran berjalan dengan lambat bagi sebagian siswa-siswi di BHS, salah satunya Saga. Setelah beberapa kali menguap dan berusaha menahan rasa pulas sejak jam pelajaran pertama, akhirnya bel istirahat berbunyi juga. Ruki memberes-bereskan alat tulis dan buku-bukunya ke dalam tas dengan semangat, beda halnya dengan Saga yang dengan lemes memasukan alat-alat tulisnya ke dalam tas, padahal ia yang paling menunggu-nunggu jam istirahat itu datang.
“Gak ke kantin, Ga?”
“Males.” Saga melirik makhluk minis di sampingnya, “memangnya kau mau? hmm... udah punya banyak uang kau ya? Udah jadi cucu Kamijo-sama lagi sih.” Sindir Saga iseng.
“Bukan begi—”
“Uruha-sama!!”
Ruki menoleh ke arah pintu kelas dimana ia melihat sosok seseorang yang sangat ia kenal masuk dari sana, alasan yang membuat siswi-siswi yang hendak keluar kelas mendadak berhenti dan berkerumun di sana.
“Mau apa dia?” gumam Ruki sedikit terkejut.
“Wow, dijemput yayang tuh,” Saga asal ceplos.
“Oi !!” Uruha menunjuk Ruki yang masih melongo. Sontak semua mata yang tadinya menatap pangeran nomor satu BHS itu beralih pada Ruki.
“Apa?” Ruki menaikan satu alisnya sedikit tidak nyaman dengan banyak mata mengarah padanya.
“Ikut aku!” Suruh Uruha dengan nada arogannya.
“Untuk?” Ruki mengernyitkan dahinya bingung. Dan sontak makhluk minis itu mendapat pelototan atas pertanyaannya.
“Sudah ikut saja, paling dia ingin mengajakmu kencan di kantin,” Saga memainkan dasinya.
“Bicara apa kau?!” Ruki protes dengan celetukan Saga. Mana mungkin Uruha mengajaknya ke kantin bareng. Memang sikap makhluk itu sedikit aneh akhir-akhir ini tapi hal yang tidak mungkin Uruha akan mengajaknya makan bareng dimana hampir seluruh siswa-siswi BHS akan menyaksikannya. Itu hanya akan mempermalukan dan menjatuhkan harga diri seorang Uruha.
“Kubilang ikut, berarti kau harus ikut!”
Ruki dibuat cengok lagi. Entah kapan Uruha berjalan ke arahnya, tiba-tiba saja makhluk cantik itu sudah ada di samping bangku Ruki dan menarik lengan makhluk minis itu.
“Yo!” Saga tersenyum memberi tanda 'peace' saat Uruha mendeliknya, namun sang brunette mengabaikan 'say hey' adik kelasnya itu dan pergi sambil menarik paksa lengan Ruki dengan mengabaikan protesan-protesannya.
Ruki masih ingat pandangan-pandangan tidak percaya siswa-siswi di kelasnya yang melihat Uruha menyeretnya dari kelas. Entah apa yang mereka pikiran, yang pasti kesimpulan mereka atas sikap Uruha terhadap adik kelas minisnya itu bermacam-macam. dan Ruki harap Saga tidak menyebar gosip yang tidak-tidak.
“Katakan pada kakek kalau kita makan bersama di kantin! Aku mengajakmu!”
Ruki mendengus sambil menyeruput jusnya. Sejak ia pertama datang ke kantin bersama Uruha, banyak sepasang mata menatapnya. Memang tidak mungkin Uruha mengajaknya makan bersama di kantin sekolah yang terbuka itu tanpa alasan. Pasti ada maunya.
“Woi! Kau dengar?”
“Iya-iya!”
“Awas kalau kau tidak mengatakannya!” Ancam Uruha.
“Itu hanya modus,” gumam Reita menggulir bola mata sambil memainkan sedotan di gelas jusnya.
“Jaga mulutmu tuan Akira!” Uruha menunjuk sahabat bernosebandnya itu dengan garpu.
“Aku selesai. Aku kembali ke kelas ya,” Ruki berdiri dari bangku duduknya, bermaksud segera melepaskan diri dari tatapan-tatapan mata yang mengarah padanya dengan penuh penasaran dan keirian.
"Tidak sopan sekali kau! Sudah ditraktir maen melengos aja!" Protes Uruha tidak suka dengan sikap Ruki.
“Bukan begitu! Tapi— argh kau tidak akan mengerti !”
“Aku mengerti, pergilah,” Reita tersenyum mempersilahkan adik kelas minisnya itu. Memang sepertinya hanya Reita yang selalu mengerti, pikir Ruki.
“Apa? Aku yang mentraktirnya! Aku yang menyeretnya kemari, aku juga yang berhak memperbolehkannya pergi !”
“Pergilah, pergilah!” Reita mendorong pelan pinggang Ruki sambil tersenyum dan mengedipinya, mengabaikan protes Uruha yang semakin meninggikan suaranya melihat apa yang dilakukan tuan bernoseband itu. Ruki tersenyum sambil menganggukan sedikit kepalanya kemudian sedikit berlari meninggalkan meja tempatnya dan Uruha juga Reita makan tadi.
“Woi !!”
“Biarkan Ruki pergi. Kau tidak lihat? Sejak tadi dia tidak nyaman di sini.”
“Kenapa dia harus tidak nyaman? Bagaimana mungkin dia tidak nyaman bersamaku?”
“Jangan terlalu percaya diri Uruha. Kau benar-benar tidak pernah dewasa,” Reita menggeleng-geleng kepalanya bertampang prihatin.
“Kau juga jangan sok tahu Akira!”
“Aku mengerti. Bukan sok tahu.”
“Kau sok mengerti. Padahal kau hanya iri denganku,” Uruha menyunggingkan senyum sinisnya.
“Whatever lah!” Reita mendengus menggulir bola matanya sedikit terpancing dengan kata-kata sahabat cantiknya itu. Padahal seorang Reita jarang-jarang terpancing emosinya, apalagi oleh Uruha. Dan yang paling menyebalkan adalah, dia tidak tahu harus merasa iri pada siapa? Mungkin untuk keduanya? Ya, sepertinya begitu.
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Saga tersenyum mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas mouse dengan kedua bola matanya terlihat menikmati apa yang ia lihat. Mendadak member di wesitenya semakin bertambah dan banyak requestan yang masuk dengan meminta foto Uruha dan Ruki, tidak sedikit juga yang bertanya tentang kebenaran hubungan mereka. Ya, kebenaran. Karena Saga sudah lebih dulu menyebarkan gosip hubungan kedua makhluk itu di sekolah. Saat banyak teman-teman di kelasnya mengerumuninya menanyakan "apa sebenarnya hubungan mereka?" Saga hanya perlu mengatakan dua kata, "mereka homo" dan itu sudah cukup untuk membuat teman-teman sekelasnya itu meninggalkannya.
“Calon uang...” gumam makhluk berambut hazel itu sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
Sudut bibirnya mengembang tipis sambil memejamkan mata. Entah kenapa tapi ia sedikit merasa senang melihat akhir-akhir ini Uruha seperti overprotektif terhadap Ruki. Sudah 3 hari ini Uruha menyeret teman minisnya itu ke kantin untuk makan bersama, bahkan Uruha sampai menjemput Ruki ke kelas saat jam pulang. Sedikit demi sedikit pangeran nomor satu BHS itu mulai membuang kegengsiannya yang tinggi dan sepertinya Ruki mulai terbiasa meski awalnya dia terlihat tidak nyaman.
TEEETT!!
Saga membuka matanya sontak melirik jam di dinding.
TEEEETTT!!!
TEEETT!!!
Hampir tengah malam.
Siapa orang yang lancang bertamu ke apartemen orang malam-malam begini?
TEEEEETTT!!!!
Merasa terganggu dengan suara bel yang seakan ditekan semakin kuat, Saga segera beranjak dari sofa menuju pintu apartemennya.
TEEEEETTTT!!!
“Berisik!” gerutu makhluk berambut hazel itu jengkel. Ia membuka kunci pintunya sedikit was-was kalau-kalau orang dibalik pintunya mungkin seorang perampok atau psikopat yang sudah banyak mengemon(?) yang ramai diberitakan di tv akhir-akhir ini.
“Hei...”
Dan sepertinya yang Saga temukan lebih buruk dari si emon.
☆T.B.C☆ (◕‿◕✿)
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 32
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD ! gak!baca!ulang!typos!
Length : 14 Pages (3747 words)
Note : Maaf .....!!! Kemaren sempat kepotong di 3/4 cerita karena mood saia terlanjur hilang xD
Chap 32 : ☆~Explode~☆
Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆
“Ada apa?” Uruha menjawab panggilan ke ponselnya dengan nada sedikit malas, tanpa melepaskan matanya dari jam tangan digitalnya.
'Aku hanya sedang bosan. Di sini pagi-pagi sudah hujan,' suara di line telepon Uruha diakhiri dengan helaan nafas pelan.
“Apa kau ingin pamer padaku?” Uruha menaikan satu alisnya.
'Haha... lucu. Aku kedinginan dan kau bilang aku sedang pamer?'
Uruha mendengus melirik seseorang yang sejak beberapa menit lalu ia tunggu akhirnya masuk dan duduk di samping jok kemudi mobilnya.
“Apa?” tanya Ruki inosen, menyadari Uruha menatapnya dengan pandangan jengkel sejak ia masuk ke mobil laki-laki brunette itu.
“Apa, kau bilang? Apa saja yang kau lakukan di dalam hah?”
“Aku mengambil buku yang ketinggalan, kan sudah kubilang,” jawab Ruki santai sambil memasang seatbeltnya.
“Kau pikir berapa lama aku duduk di sini hanya untuk menunggumu mengambil sebuah buku, hah?”
“Paling 5 menit?” Ruki menaikan satu alisnya, makhluk minis itu juga tidak tahu pasti berapa lama ia membuat Uruha menunggu.
“502 DETIK!!” Uruha nepsong.
Ruki membulatkan mulutnya sambil menganggukan kepala pelan. Apa Uruha lupa kalau rumahnya itu besarnya minta ampun, bahkan Ruki sudah berlari-lari kembali ke kamarnya karena tidak ingin membuat Uruha menunggunya lebih lama. Lagipula dia juga harus mencari bukunya. Dalam hati, Ruki tidak bisa menerima protes Uruha tapi makhluk minis itu sedang tidak mood untuk cekcok dengannya. “Kau kan bisa berangkat duluan.” Ruki menyandarkan punggungnya ke sandaran jok, “Aku kan bisa berangkat diantar sopir.”
“Hah? Merasa jadi tuan besar kau sekarang? Sudah kubilang kakek ingin kita berangkat sekolah sama-sama itu untuk menghemat tenaga sopir dan bensin!”
Ruki menggulir bola matanya malas, mendengar alasan yang keluar dari mulut Uruha sedikit tidak masuk akal.
'Ruki?'
Uruha menyalakan mesin mobil dan menjalankannya, masih merasa jengkel dengan makhluk minis di sampingnya. “Ya,” Uruha kembali konsentrasi menjawab seseorang di line teleponnya yang sempat ia abaikan beberapa saat.
'Dia di sana bersamamu?' suara di line telepon Uruha sedikit bersemangat.
Uruha mendengus pelan, “Ya! Bukankah kau selalu memintaku untuk menyeretnya kembali ke rumah?!”
Uruha mendengar suara tawa kecil di line teleponnya, 'karena aku ingin kau dan Ruki rukun. Dia anak yang baik dan sosok adik yang menyenangkan, kau tahu? Aku senang dia berada di sekitarku, kenapa kau tidak? Lagipula Kamijo-jiichan—'
“Aku bosan dengan omong kosongmu,” potong Uruha dengan wajah datar. Makhluk brunette itu sudah beberapa kali mendengar kalimat yang sama dari mulut sepupunya itu setiap beralasan meminta agar ia merayu Ruki untuk kembali ke rumahnya. “Kapan kau kembali?” tanya Uruha malas.
'Hh? Baru satu hari aku meninggalkan Tokyo, Kau sudah merindukanku?'
“Apa semua berjalan lancar?” tanya Uruha mengabaikan candaan sepupunya.
'Ya? kalau saja tidak hujan, seharusnya aku sudah berada di proyek lagi sekarang. Oh, apa Kamijo-jiichan sudah kembali?'
“Belum, mungkin besok? atau besok lusa? atau besoknya lagi?” Jawab Uruha malas. Ruki melirik laki-laki brunette itu di sampingnya, sedikit penasaran dengan siapa dia bicara di telepon.
'aah~ ada yang ingin kudiskusikan dengannya! Ayahku tidak bisa dihubungi, ck!'
Uruha menggulir bola matanya malas, “sayang sekali... dan jika tidak ada hal penting yang ingin kau bicarakan, aku tutup teleponnya! aku sedang mengemudi!”
'Haha, baiklah. err...'
Uruha mengernyitkan dahinya.
'Baik-baik dengan Ruki, ok? Jangan membuatnya keluar dari rumah lagi. Aku sayang kau Uruha.'
Wajah Uruha berubah horor, dan ia mendengar sepupunya tertawa iseng sebelum sambungan teleponnya akhirnya terputus dan Uruha menatap ponselnya dengan ekspresi jijik mendengar lelucon yang baru saja dilontarkan laki-laki raven itu.
“Siapa?” tanya Ruki masih penasaran, terlebih lagi melihat ekspresi Uruha yang aneh saat mereka mengakhiri pembicaraannya.
Uruha melirik makhluk minis itu sedikit jengkel, “kenapa kau selalu mau tahu saja, hah?”
“Aku hanya penasaran, apa itu Sharon? tapi kau tanya kapan dia pulang, berarti bukan?”
Uruha mendengus, “Bukan!”
“Kalau begitu siapa?” tanya Ruki polos, mengabaikan wajah jengkel Uruha karena ke-bawel-annya.
“Kulempar keluar? atau tutup mulutmu!” Uruha mulai lagi dengan kebiasaannya mengancam.
Ruki mendengus menyilangkan kedua tangannya di dada kembali menatap ke jalanan depan, “apa susahnya menjawab?” gerutu Ruki pelan namun Uruha dapat mendengarnya dengan cukup jelas.
“Bukan masalah susah mudah menjawab! Aku hanya tidak suka kau banyak tanya! Aku tidak suka orang bawel! mau tau saja urusan orang.” Uruha ngedumel sambil tetap konsentrasi menyetir mobilnya.
“Kau tidak bisa ya bersikap santai sedikit? emosi mulu.” Ruki kembali menggerutu.
“TIDAK!! aku tidak bisa santai!”
Ruki sedikit mengembungkan pipinya mendelik makhluk brunette itu selama beberapa lama, dan tanpa diduga-duga sudut makhluk minis itu kemudian mengembang tipis dan ia berusaha menyembunyikan entah perasaan apa yang menggelitik di dadanya. Ruki memalingkan wajahnya ke arah kaca pintu mobil di sampingnya hingga ia bisa tersenyum dengan leluasa. Ruki tahu mungkin orang akan menganggapnya aneh, tapi ia merasa Uruha sangat menggemaskan sekarang. Mungkin dia sering melontarkan kata-kata pedas yang membuat orang sakit hati saat marah-marah tapi ada saat dimana Uruha yang emosi kadang menggemaskan di mata Ruki. Kadang Ruki suka mereka beradu mulut untuk hal yang tidak penting dan Ruki suka Uruha yang sedang emosi di saat seperti itu. Bagaimana dia misuh-misuh, bibir keritingnya sedikit mengerucut dan bagaimana dia bersikap seperti anak kecil dan mengatakan hal yang kekanak-kanakan saat sedang marah-marah yang kadang Ruki merasa sebenarnya dia tidak benar-benar marah.
“Kenapa kau senyam-senyum?” Tanya Uruha mengernyitkan dahinya melirik Ruki.
“Apa? Siapa yang senyam-senyum?” Ruki balik tanya, sedikit terkejut Uruha menangkap keabnormalannya. Ya, Ruki sendiri juga merasa aneh dengan kelakuannya. Makhluk minis itu berusaha membuat bibirnya cemberut namun perasaan menggelitik itu masih ada dan makhluk minis itu berusaha agar ia tidak tersenyum lagi membuat bibirnya sedikit bergetar karena tidak tahu harus tersenyum atau cemberut, hingga akhirnya Ruki berakhir dengan menutupi mulutnya dengan sebelah tangan, membuat Uruha semakin mengernyitkan dahinya, sampai laki-laki berambut hazel itu sampai pada kesimpulannya sendiri.
“Kau mengingat-ingat itu?”
“He?” Ruki menoleh pada Uruha tak mengerti, masih tetap menutupi mulutnya.
“JANGAN TUTUP MULUTMU BEGITU! Atau kau sengaja mengundangku untuk melakukannya lagi?!”
Dan akhirnya Ruki mengerti apa yang ada di pikiran makhluk brunette itu.
“APA MAKSUDMU?!!”
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Ruki sedikit mempercepat langkahnya saat menyadari banyak mata siswa siswi BHS yang menatapnya sejak ia turun dari mobil Uruha di tempat parkir tadi. Ruki merasa tidak nyaman melihat siswa-siswi itu saling berbisik ketika melihatnya. Ruki tidak mengerti ! Ruki tidak tahu berita tentangnya dan Uruha di Tropical Land itu masih jadi perbincangan hangat siswa-siswi BHS. Ruki tidak tahu ada yang diam-diam mengabadikan momennya dan Uruha saat itu.
“Aku tidak bisa.”
Ruki memelankan langkahnya saat ia sudah tiba di depan kelasnya, dan melihat seorang perempuan yang ia yakin bukan berasal dari kelasnya tengah bicara dengan Saga di depan pintu kelas. Sengaja tak sengaja Ruki jadi menguping apa yang mereka bicarakan, ditambah Ruki juga sedikit penasaran.
“Apa minggu ini Saga-kun ada acara? kalau begitu minggu depannya lagi?” tanya perempuan itu dengan nada dan raut wajah berharap.
“Tidak, aku hanya tidak mau pergi.”
“Apa Saga-kun sedang jalan dengan seorang perempuan jadi takut dia marah?”
Saga sedikit menggaruk keningnya, “aku tidak mengenalmu. aku tidak pergi nonton dengan orang yang tak ku kenal.”
“Kita bisa lebih saling mengenal nanti, kalau kau setuju untuk pergi,” Ruki merasa perempuan itu tak mudah menyerah dan tak ingin menyerah dengan penolakan Saga.
“Aku tidak tertarik untuk mengenalmu.”
Tapi laki-laki berambut hazel itu tampak sama sekali tak berniat mengubah keputusannya.
“Tapi Saga-kun ...”
“Aku tidak tertarik denganmu.”
Dan Ruki mengutuknya untuk itu. Ruki merasa perempuan di depan Saga saat ini tidak buruk... Bukan! Bahkan Ruki merasa dia sangat manis dengan rambut hitam sebahunya. Tapi mungkin yang begitu bukan tipe Saga, Ruki pikir.
“Oi !” Saga menyadari kehadiran Ruki dan segera berseru padanya, membuat makhluk minis itu melepaskan pandangannya dari gadis yang berlalu pergi dengan wajah sangat kecewa bahkan Ruki bisa katakan dia hampir menangis karena penolakan Saga, “sedang apa kau?” tanya Saga dengan wajah seakan dia tidak baru saja membuat anak orang hampir menangis.
“Tidak, aku... ah! kau menolak perempuan semanis itu!” dan Ruki tak bisa menahan diri untuk berkomentar.
Saga mengernyitkan dahinya,“kau sudah sembuh?”
Ruki menghela nafas pelan sedikit jengkel karena diabaikan, tapi Ruki mengerti berarti Saga tidak ingin membahasnya, mungkin makhluk berambut hazel itu tidak terlalu senang dengan kejadian barusan. “Aku sudah tidak apa-apa,” jawab Ruki sembari melanjutkan langkahnya memasuki kelas.
“Uruha menculikmu?”
“Ha?” Ruki menghentikan langkahnya hanya untuk kembali menoleh pada Saga yang baru saja ia lewati di ambang pintu kelas.
“Kau sampai lupa memberiku kabar karena kau bersenang-senang dengannya?”
“Oh,” Ruki kembali berjalan menuju bangkunya yang kini diikuti Saga. Ruki tidak bermaksud melupakan Saga tapi kemarin dia memang lupa dan makhluk minis baru sadar sekarang,“kemarin Sharon pulang, aku mengantarnya ke bandara,” Ruki menggantungkan tasnya di hanger.
“Hn... pengganggu sudah pergi,” Saga menganggukan kepalanya pelan sambil duduk di bangkunya.
Ruki mengabaikan gumaman laki-laki berambut hazel itu, “Uruha tidak memberitahuku terlebih dulu atau meminta persetujuanku untuk membawa barang-barangku dari tempatmu dan kembali tinggal di rumahnya, dia bahkan membuatku dipecat dari tempat kerja! Aku tak tahu ada apa dengan orang itu,” Ruki menyilangkan kedua tangannya di dada dengan wajah sedikit kesal.
“Bukankah itu bagus? kau kembali tinggal di rumah besar itu dan tidak perlu lagi bekerja,” ucap Saga santai.
“Apa kau tidak berpikir, mungkin dia stress ditinggal Sharon jadi otaknya terganggu sampai dia berubah drastis begitu,” Ruki tampak berpikir keras, “dia bahkan sampai men—” Ruki me-rem mulutnya untuk terus berbicara. Ok, Ruki bukan gadis remaja yang harus mencurahkan segala sesuatu yang dialaminya pada seorang teman.
“Dia men- apa?” Saga menaikan sebelah alisnya.
“Lupakan!” Ruki mendengus.
“Mencoblosmu?”
“HA?!”
Hampir semua murid yang ada di kelas menoleh pada makhluk minis itu karena suara nyaringnya.
“Bicara apa kau? kau pikir pemilu, mencoblos?” Kali ini Ruki bicara lebih pelan bahkan hampir berbisik-bisik, tak ingin mengundang perhatian orang lagi.
“Ya, siapa tahu kan kau sudah jadi presiden di hatinya,” Saga menyeringai iseng.
Ruki menatap makhluk berambut hazel itu datar dan kemudian memutuskan untuk mengabaikan candaan garing temannya itu, “oh ya Saga, soal uang—”
“Kalau kau ingin bicara tentang uang sewa, kau tidak usah khawatir,” sela Saga.
“He?” Ruki mengernyitkan dahinya, “maksudmu aku tinggal di tempatmu secara gratis?”
Saga menggulir bola matanya malas ke arah makhluk minis itu, “aku bukan orang sebaik plus sebodoh itu, ok?”
Ruki mendengus, “aku juga tidak yakin kau akan melakukan itu, Lalu?”
“Seseorang sudah membayarnya,” Saga menarik keluar dasi seragamnya dari saku celana.
Ruki menaikan sebelah alisnya sambil menoleh ke arah teman rada gendengnya itu yang kini sedang sibuk melilit-lilitkan dasi di pergelangan tangannya, “Uruha melakukannya?”
“Bukan.”
“Siapa?”
Saga menoleh ke arah Ruki dengan tampang datar, “ra.ha.si.a!” Ucapnya lalu kembali melanjutkan aktivitasnya dengan dasi di pergelangan tangannya.
“Pasti Tora.”
Saga kembali menoleh pada Ruki, “bagaimana kau tahu?” tanyanya, pura-pura terkejut.
Ruki menggulir bola matanya malas, “siapa lagi orang yang baik padaku dan dekat denganmu,” Ruki bergumam. Benar, lagipula Ruki sedikitnya tahu ketua Osis BHS itu punya alasannya sendiri melakukan itu. Tadi juga Ruki mendengar saat Uruha bicara denganya di telepon, kalau ketua Osis BHS itu terus membujuk Uruha untuk membuatnya kembali ke rumah Kamijo dan mengetahui Tora juga sudah membayarkan uang sewanya, berarti ketua Osis BHS itu memang sangat mendukung ia keluar dari apartment Saga. Baiklah, Ruki tahu Tora baik, dia ingin Uruha rukun dengannya, tapi Ruki yakin alasan utamanya bukan itu.
“Kau pikir dia dekat denganku?” Saga menaikan sebelah alisnya.
Ruki menyangga dagunya dengan telapak tangan di atas meja, melirik Saga dengan ekor matanya, “aku mungkin hanya menebak-nebak, aku tahu kau menyukainya dan yang aku lihat dia juga menyukaimu, tapi aku ingin mendengarnya langsung darimu. sekarang kau jujur padaku! Kau punya hubungan khusus dengan Tora kan? maksudku... seperti hubungan laki-laki dan perempuan!”
Saga menghentikan aktivitas tangannya dengan dasi yang meliliti pergelangan tangannya, “kau mau membayarku berapa kalau aku jujur?”
Ruki tersenyum iseng, “aku mengerti.”
Berarti jawaban Saga adalah 'iya'. Jika 'tidak', dia akan mengatakan tidak, tapi jika 'ya', dia tidak akan mengatakannya ya. Ruki tahu sifat teman baiknya itu, yang kadang mengingatkannya pada Uruha? Ruki pikir kedua orang itu sama-sama jaim dan gengsian.
“Oh ya, tadi Tora menelpon Uruha, katanya dia sedang berada di Osaka?”
Awalnya Uruha memang bersikeras tidak mau memberitahu Ruki siapa yang menelponnya tapi akhirnya dia mengatakannya juga.
“Dia menelpon Uruha?”
“He'em,” Ruki menganggukan kepalanya dan makhluk minis itu melihat Saga memalingkan wajahnya, tersenyum kecut, “mereka sepupu, kau tidak usah cemburu!”
Saga mendesis pelan, sedikit jengkel dengan kesimpulan makhluk minis itu tentang gerak tubuhnya, “Ruki, kau menyukai Uruha?” tanya pemuda berambut hazel itu tanpa menoleh ke arah lawan bicaranya, asik memainkan dasi yang melilit di pergelangan tangannya.
“Huh? Kenapa tiba-tiba?”
“Kau pasti merasakan, perasaan takut, khawatir dan ragu adalah santapan sehari-harimu,” Saga menyunggingkan senyum kecutnya sementara Ruki tampak sedang mencerna apa yang baru saja didengarnya, “banyak hal membuatmu takut dan khawatir, membuat yakin dan ragu. mengartikan setiap gerak tubuh dan perkataan yang keluar dari mulutnya adalah hal yang paling membingungkan! suatu hal kecil saja bisa membuatmu percaya diri dan hal yang sama juga bisa membuatmu jatuh ke bumi.” Saga menoleh ke arah teman 'kecil'nya yang tampak masih tenggelam dalam pikiran mencerna setiap perkataannya, “saat ini mungkin aku masih bisa mengaku-ngaku sebagai.... kekasihnya? Tapi aku tidak tahu besok.” Saga kembali memainkan dasi di pergelangan tangannya.
“Apa maksudmu?” Ruki mengernyitkan dahinya, “kalian bertengkar?”
Saga menghela nafasnya, melepaskan lilitan dasi di pergelangan tangannya, “hanya... banyak hal yang kutakutkan?” Saga mengernyitkan dahinya.
“Apa itu? Yang kau takutkan?”
“Banyak.”
“Salah satunya?”
“Dia tidak benar-benar menyukaiku?”
Ruki membulatkan mulutnya sedikit mengangguk, “aku mengerti, tapi apa yang membuatmu berpikir begitu?”
“Apa ini sesi curhat?”
Ruki sedikit mengembungkan pipinya, “baiklah, aku tidak akan tanya lagi !”
“Bagus,” Saga menggantungkan dasinya di pundaknya.
“Ck!” Ruki berdiri dari bangkunya dan menarik dasi dari pundak Saga lalu memasangkan benda itu di leher temannya. Ruki melihat Saga mengernyitkan dahinya saat ia sedang memasang benda itu di lehernya namun pemuda berambut hazel itu tidak protes atau mengatakan apapun. “Apa kau tidak bisa memasang sebuah dasi?” tanya Ruki malas setelah ia menyelesaikan pekerjaannya dan kembali duduk di bangkunya.
“Bisa.”
“Mau pasang dasi aja kok lama,” dengus Ruki.
“Aku sedang berusaha membiasakan diri!”
Ruki melirik temannya, “hoo... karena sekarang kau adalah pacar seorang ketua Osis?” makhluk minis itu menyeringai iseng yang kemudian langsung mendapat geplakan di ubun-ubunnya. “Tapi Saga, kalau boleh aku berpendapat.... ”
“Apa?”
“Jangan sampai ketakutan-ketakutanmu mengalahkan perasaanmu sendiri. Jika kau benar-benar menyukainya, jika kau ingin bersamanya, percayalah pada perasaanmu! Cobalah untuk mempercayainya!”
Saga melirik malas teman kecilnya, “aku tidak mendengarkan pendapat dari orang tak berpengalaman.”
“Apa kau bilang?”
Saga memalingkan wajahnya mengabaikan protes Ruki sambil memain-mainkan dasi di dadanya. Meski sedikit, sebenarnya Saga cukup terkejut dengan kata-kata yang keluar dari mulut makhluk minis itu. Dia hanya tidak ingin menerima saja kalau kata-kata Ruki benar.
Jam pelajaran berjalan dengan lambat bagi sebagian siswa-siswi di BHS, salah satunya Saga. Setelah beberapa kali menguap dan berusaha menahan rasa pulas sejak jam pelajaran pertama, akhirnya bel istirahat berbunyi juga. Ruki memberes-bereskan alat tulis dan buku-bukunya ke dalam tas dengan semangat, beda halnya dengan Saga yang dengan lemes memasukan alat-alat tulisnya ke dalam tas, padahal ia yang paling menunggu-nunggu jam istirahat itu datang.
“Gak ke kantin, Ga?”
“Males.” Saga melirik makhluk minis di sampingnya, “memangnya kau mau? hmm... udah punya banyak uang kau ya? Udah jadi cucu Kamijo-sama lagi sih.” Sindir Saga iseng.
“Bukan begi—”
“Uruha-sama!!”
Ruki menoleh ke arah pintu kelas dimana ia melihat sosok seseorang yang sangat ia kenal masuk dari sana, alasan yang membuat siswi-siswi yang hendak keluar kelas mendadak berhenti dan berkerumun di sana.
“Mau apa dia?” gumam Ruki sedikit terkejut.
“Wow, dijemput yayang tuh,” Saga asal ceplos.
“Oi !!” Uruha menunjuk Ruki yang masih melongo. Sontak semua mata yang tadinya menatap pangeran nomor satu BHS itu beralih pada Ruki.
“Apa?” Ruki menaikan satu alisnya sedikit tidak nyaman dengan banyak mata mengarah padanya.
“Ikut aku!” Suruh Uruha dengan nada arogannya.
“Untuk?” Ruki mengernyitkan dahinya bingung. Dan sontak makhluk minis itu mendapat pelototan atas pertanyaannya.
“Sudah ikut saja, paling dia ingin mengajakmu kencan di kantin,” Saga memainkan dasinya.
“Bicara apa kau?!” Ruki protes dengan celetukan Saga. Mana mungkin Uruha mengajaknya ke kantin bareng. Memang sikap makhluk itu sedikit aneh akhir-akhir ini tapi hal yang tidak mungkin Uruha akan mengajaknya makan bareng dimana hampir seluruh siswa-siswi BHS akan menyaksikannya. Itu hanya akan mempermalukan dan menjatuhkan harga diri seorang Uruha.
“Kubilang ikut, berarti kau harus ikut!”
Ruki dibuat cengok lagi. Entah kapan Uruha berjalan ke arahnya, tiba-tiba saja makhluk cantik itu sudah ada di samping bangku Ruki dan menarik lengan makhluk minis itu.
“Yo!” Saga tersenyum memberi tanda 'peace' saat Uruha mendeliknya, namun sang brunette mengabaikan 'say hey' adik kelasnya itu dan pergi sambil menarik paksa lengan Ruki dengan mengabaikan protesan-protesannya.
Ruki masih ingat pandangan-pandangan tidak percaya siswa-siswi di kelasnya yang melihat Uruha menyeretnya dari kelas. Entah apa yang mereka pikiran, yang pasti kesimpulan mereka atas sikap Uruha terhadap adik kelas minisnya itu bermacam-macam. dan Ruki harap Saga tidak menyebar gosip yang tidak-tidak.
“Katakan pada kakek kalau kita makan bersama di kantin! Aku mengajakmu!”
Ruki mendengus sambil menyeruput jusnya. Sejak ia pertama datang ke kantin bersama Uruha, banyak sepasang mata menatapnya. Memang tidak mungkin Uruha mengajaknya makan bersama di kantin sekolah yang terbuka itu tanpa alasan. Pasti ada maunya.
“Woi! Kau dengar?”
“Iya-iya!”
“Awas kalau kau tidak mengatakannya!” Ancam Uruha.
“Itu hanya modus,” gumam Reita menggulir bola mata sambil memainkan sedotan di gelas jusnya.
“Jaga mulutmu tuan Akira!” Uruha menunjuk sahabat bernosebandnya itu dengan garpu.
“Aku selesai. Aku kembali ke kelas ya,” Ruki berdiri dari bangku duduknya, bermaksud segera melepaskan diri dari tatapan-tatapan mata yang mengarah padanya dengan penuh penasaran dan keirian.
"Tidak sopan sekali kau! Sudah ditraktir maen melengos aja!" Protes Uruha tidak suka dengan sikap Ruki.
“Bukan begitu! Tapi— argh kau tidak akan mengerti !”
“Aku mengerti, pergilah,” Reita tersenyum mempersilahkan adik kelas minisnya itu. Memang sepertinya hanya Reita yang selalu mengerti, pikir Ruki.
“Apa? Aku yang mentraktirnya! Aku yang menyeretnya kemari, aku juga yang berhak memperbolehkannya pergi !”
“Pergilah, pergilah!” Reita mendorong pelan pinggang Ruki sambil tersenyum dan mengedipinya, mengabaikan protes Uruha yang semakin meninggikan suaranya melihat apa yang dilakukan tuan bernoseband itu. Ruki tersenyum sambil menganggukan sedikit kepalanya kemudian sedikit berlari meninggalkan meja tempatnya dan Uruha juga Reita makan tadi.
“Woi !!”
“Biarkan Ruki pergi. Kau tidak lihat? Sejak tadi dia tidak nyaman di sini.”
“Kenapa dia harus tidak nyaman? Bagaimana mungkin dia tidak nyaman bersamaku?”
“Jangan terlalu percaya diri Uruha. Kau benar-benar tidak pernah dewasa,” Reita menggeleng-geleng kepalanya bertampang prihatin.
“Kau juga jangan sok tahu Akira!”
“Aku mengerti. Bukan sok tahu.”
“Kau sok mengerti. Padahal kau hanya iri denganku,” Uruha menyunggingkan senyum sinisnya.
“Whatever lah!” Reita mendengus menggulir bola matanya sedikit terpancing dengan kata-kata sahabat cantiknya itu. Padahal seorang Reita jarang-jarang terpancing emosinya, apalagi oleh Uruha. Dan yang paling menyebalkan adalah, dia tidak tahu harus merasa iri pada siapa? Mungkin untuk keduanya? Ya, sepertinya begitu.
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Saga tersenyum mengetuk-ngetuk jari telunjuknya di atas mouse dengan kedua bola matanya terlihat menikmati apa yang ia lihat. Mendadak member di wesitenya semakin bertambah dan banyak requestan yang masuk dengan meminta foto Uruha dan Ruki, tidak sedikit juga yang bertanya tentang kebenaran hubungan mereka. Ya, kebenaran. Karena Saga sudah lebih dulu menyebarkan gosip hubungan kedua makhluk itu di sekolah. Saat banyak teman-teman di kelasnya mengerumuninya menanyakan "apa sebenarnya hubungan mereka?" Saga hanya perlu mengatakan dua kata, "mereka homo" dan itu sudah cukup untuk membuat teman-teman sekelasnya itu meninggalkannya.
“Calon uang...” gumam makhluk berambut hazel itu sambil menyandarkan tubuhnya ke sandaran sofa.
Sudut bibirnya mengembang tipis sambil memejamkan mata. Entah kenapa tapi ia sedikit merasa senang melihat akhir-akhir ini Uruha seperti overprotektif terhadap Ruki. Sudah 3 hari ini Uruha menyeret teman minisnya itu ke kantin untuk makan bersama, bahkan Uruha sampai menjemput Ruki ke kelas saat jam pulang. Sedikit demi sedikit pangeran nomor satu BHS itu mulai membuang kegengsiannya yang tinggi dan sepertinya Ruki mulai terbiasa meski awalnya dia terlihat tidak nyaman.
TEEETT!!
Saga membuka matanya sontak melirik jam di dinding.
TEEEETTT!!!
TEEETT!!!
Hampir tengah malam.
Siapa orang yang lancang bertamu ke apartemen orang malam-malam begini?
TEEEEETTT!!!!
Merasa terganggu dengan suara bel yang seakan ditekan semakin kuat, Saga segera beranjak dari sofa menuju pintu apartemennya.
TEEEEETTTT!!!
“Berisik!” gerutu makhluk berambut hazel itu jengkel. Ia membuka kunci pintunya sedikit was-was kalau-kalau orang dibalik pintunya mungkin seorang perampok atau psikopat yang sudah banyak mengemon(?) yang ramai diberitakan di tv akhir-akhir ini.
“Hei...”
Dan sepertinya yang Saga temukan lebih buruk dari si emon.
☆T.B.C☆ (◕‿◕✿)
Kakak, ini kapan lanjut lagi, aku penasaran >_<)
ReplyDeleteAku akan terus menunggu sampe fic ini owari (?) >3<) <3 *lambai2 kolor Saga* :3
Wkwk saia masih labil untuk melanjutkan apa nggak xD semoga bisa sampe owari >_<
DeleteApa itu Tora??lanjuuuuuut
ReplyDeleteBukan, itu macan ragunan lepas... (^∇^)
DeletePas lagi excited baca partnya saga...eh tebece! Hasem!!!.xD
ReplyDeleteLanjutannya cepetan kira-san....
#taburGula biar banyak semut.xD
Aku bener2 telat TwT
Ini gak di post di fb yah?
Haha... semoga ya xD
DeleteIya, akhir2 ini saia males buka fb (╥_╥)
Hwaaaaa..saya suka ceritanya o (^‿^✿)o
ReplyDeleteAyo lanjutkan kira-chan (ノ゚▽゚)ノ