Search + histats

Friday, 1 March 2013

Natural Sense ★19


Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 19
Warning : bahasa sakarep, ancur! Jangan anggap serius FIC ANEH ini!!! DON’T LIKE DON’T READ!!
Length : 14 pages (4.093 words)
Note : seminggu bisa 5 chapter ini rekor terbaru buat saia, anggaplah bayar hutang selama dua bulan tidak update (._.) maaf untuk yang tidak senang dengan bombardir(?) ini, dan terimakasih banyak untuk yang dengan senang hati masih berkenan membacanya nyahah~



Chap 19 : ~Opened~

Natural Sense ~♪
ナチュラルセンス

Ruki menghela nafas cukup panjang, hari ini café tempat kerjanya seperti dibajiri pengunjung padahal bukan hari minggu, dan seniornya seperti sengaja membebankan semua pekerjaan padanya untuk melayani setiap pengunjung dan Ruki tidak bisa banyak protes karena dia hanya junior yang baru dua hari ini bekerja.

“hei kecil ! ada pengunjung lagi tuh”

Sial !

Ruki pura-pura tersenyum sambil mengangguk tak bisa protes, lalu segera kembali hendak melayani pengunjung baru café-nya, namun semakin dekat ia ke bangku pengunjung baru itu semakin ia mengenali sosok laki-laki tinggi yang duduk semeja berdua dengan seorang ….err tante-tante? tapi dia terlihat terlalu muda untuk disebut tante-tante. 

“Tora-senpai”

Laki-laki raven itu menoleh ke sampingnya mendengar seorang waiter menyapanya, “Ruki? Kau bekerja di sini?”

“ahah iya, baru mulai kerja kemarin”, Ruki menggaruk-garuk belakang kepalanya yang tak gatal sambil melirik cewek yang lebih tua dari mereka yang kini sedang memilih-milih menu. Dan sesuai dugaannya, wanita itu kembali terasa asing dimata Ruki, dia bukan wanita-wanita yang pernah ia lihat bersama kakak kelasnya itu sebelumnya.

“syukurlah kau bekerja di tempat yang tidak macam-macam haha”

“ehe”, Ruki menggaruk hidungnya.

“tapi sepertinya kemarin aku tidak melihatmu, aku lumayan sering kemari haha”

“o…ooh kemarin, kemarin aku di belakang, mungkin? Hhe”, Ruki menggaruk-garuk belakang kepalanya. Kemarin dia memang masih bertugas di belakang, banyak hal yang harus Ruki pelajari sebelum terjun langsung melayani pelanggan, namun keributan yang ditimbulkan Saga dan kakak kelasnya itu cukup menjadi perbicangan para pegawai di belakang, dan memang kebetulan saat Saga dan Tora datang ke café itu Ruki tengah di arahkan seniornya untuk melihat sebentar bagaimana cara kerja teman-teman waiternya yang telah senior, jadi dari awal sampai akhir Ruki tahu semuanya karena matanya terus tertuju hanya ke meja kedua orang itu, dan sebagai akibatnya dia kena marah para seniornya karena dianggap telah melalaikan apa yang seharusnya dia perhatikan.

“kau masih tinggal di rumah temanmu?”

“Saga”, Ruki sengaja.

“iya temanmu itu”

Ruki menganggukan kepalanya, “masih”

“aku dengar Kamijo-jiichan sudah pulang, bukankah kau ingin bicara dengannya?”

“dia sudah pulang?”, Ruki menggaruk-garuk bawah pipinya, “tapi pulang sekolah aku kerja sekarang, mungkin aku akan menemuinya hari jum’at saat libur nanti”

“ssstt!!”

Ruki menoleh ke belakang saat seniornya tiba-tiba memelototinya karena ia melihat Ruki kebanyakan ngobrol dengan pengunjung. “aa…silahkan Tora-senpai pesan apa?”

“oh ya”, Tora mulai melihat-lihat menu di mejanya, “Beep Asparagus Maki dan Cold Sake”

“hai”, Ruki mulai menuliskan pesanan Tora di buku catatan kecilnya. “ada lagi?”, tanya Ruki, dan Tora menggeleng kepalanya pelan dengan senyuman tipis khasnya.

“aku!”, seorang wanita yang duduk berhadapan dengan Tora mengangkat satu tangannya, “pepper tuna salad, salmon skin salad, spicy salmon roll, chicken cheese maki, emm…chicken sukiyaki, sweet potato roll, green mussel, mochi ice cream dan soda ya!”

Ruki melongo.

Wanita itu cantik dan terlihat ramping, tapi siapa yang tahu ternyata dia gembul. Orang memang tidak bisa dilihat dari penampilannya. satu pelajaran yang Ruki dapat dengan bekerja di sebuah tempat makan.

Ruki sedikit menundukan wajahnya meminta izin pada Tora dan wanitanya untuk ke belakang setelah selesai mencatat semua pesanan mereka. dan Ruki sempat kembali menengok ke meja kedua orang pengunjung terbarunya(?) itu sebelum ke belakang, dia melihat wanita itu mengusap-usap pipi ketua Osisnya yang sedikit bengkak? Yang Ruki tahu karena pukulan Saga kemarin. Entah kenapa Ruki merasa tidak enak hati melihatnya, bukan dia iri karena ia tidak pernah diperlakukan seperti itu oleh perempuan namun lebih ke…..bagaimana perasaan Saga jika ia melihatnya.

~Flashback again(?) : ON ~ XD

Ruki membuka pintu kelasnya yang terlihat masih sepi karena bel masuk istirahat belum berbunyi, siswa-siswi yang lain lebih memilih menghabiskan waktu istirahat mereka di luar dariapada di kelas seperti teman serumah Ruki itu. Ruki menemukan Saga tengah duduk di bangku orang lain di dekat jendela sambil melihat ke luar gedung ketika makhluk minis itu memasuki kelasnya. sejak semalam Ruki tidak terlalu banyak bicara dengan Saga bahkan ketika teman serumahnya itu memboncengnya di motor, biasanya selalu saja ada pembicaraan ketika mereka berdua berangkat sekolah bahkan sampai ke hal-hal tidak penting seperti mengomentari orang yang lewat di jalan?

Ruki berjalan menghampiri bangku dimana Saga duduk, makhluk minis itu mendudukan dirinya di meja bangku di depan bangku yang Saga duduki, sejenak melihat keluar jendela. “yo!”, Ruki mengangkat tangannya.

Saga hanya meliriknya sekilas lalu kembali melihat keluar jendela, “sudah kenyang kau di teraktir pangeran bernosebandmu itu?”

“aku melihatmu kemarin”

“……”

“sebenarnya kebetulan aku bekerja di café yang kau kunjungi kemarin”

Saga mendelik makhluk minis di depannya, “oh, aku terkejut”, ujar Saga tanpa ekspresi terkejut sama sekali di wajahnya, “kenapa tidak menyapaku kalau begitu? sombong kau sudah punya pekerjaan ya”

“aku melihatmu tidak datang sendiri, lagipula aku masih belum dibolehkan melayani pengunjung waktu itu”, Ruki melihat tidak ada tanda-tanda Saga akan merespon kata-katanya hanya asik melihat keluar jendela, Ruki pun ikut menolehkan wajahnya ke luar jendela, “sebenarnya apa hubunganmu dengan Tora?”

Saga tersenyum tipis, “apa maksud pertanyaanmu? Memangnya salah kalau dua orang laki-laki berkunjung ke café? Mereka senior dan junior di sekolah mereka, ah! Tepatnya Mereka seorang ketua Osis yang berkharisma dan berwibawa dan seorang siswa biasa yang tidak punya kelebihan apapun, apa salah mereka duduk dalam satu meja di sebuah café?”

“aku tidak akan bertanya seperti itu jika belum pernah melihat dua orang laki-laki itu berciuman?”

“cis!”, Saga mendengus, “memangnya apa arti berciuman? Kalau aku mencium kaca jendela ini apa itu artinya aku mempunyai hubungan dengan kaca jendela? Aku mencintai kaca jendela?”

“kau tidak waras kalau begitu”, Ruki menatap Saga datar, “itu perumpamaan yang konyol! Coba kau cium aku kalau ciuman itu tidak ada artinya!”

Saga menaikan sebelah alisnya, “kau mau kucium?”, mendadak Saga tersenyum jahil, “Ternyata diam-diam kau…….baiklah kemari“, Saga menarik tangan Ruki.

“ha? bu-bukan bukan bukan bukan!! Itu hanya sebagai perumpamaan!!!”, Ruki berusaha melepaskan tangan Saga yang menariknya. “lagipula apa yang kau lakukan di sini sekarang?”

“aku menghirup udara segar”

“tidak, kau sedang melihatnya!”, Ruki menunjuk laki-laki raven tinggi itu yang kini terlihat sedang dirangkul Reita. Ruki tidak tahu sejak kapan kakak kelas bernosebandnya itu ada di sana.

“aku menghirup udara segar untuk menghilangkan kantuk! dia hanya kebetulan saja datang ke sana tadi”

“tidak, kau tahu para anggota osis itu sedang melakukan kegiatan, jadi pasti Tora juga ada di sana”

“ah!”, Saga berseru menegakan tubuhnya, “tidak juga”, ujarnya datar lalu kembali menumpukan tangannya di atas meja, menyangga dagunya sambil melihat keluar jendela. “lalu…..jika aku tanya bagaimana perasaanmu pada Uruha? apa jawabanmu?”

“ha? jawabanku? Tentu saja aku membencinya!”

Saga mendengus sembari tersenyum, “makanya jangan sok-sok tahu apa yang dirasakan orang sementara kau kelimpungan dengan milikmu sendiri”

“apa?”

“kau pikir aku tidak bisa membedakan orang yang benar-benar membenci dan orang yang berusaha membenci?”

“aku benar-benar membencinya!”, Ruki sedikit mencebil. “karena dia juga membenciku..”, ucap Ruki dengan suara lebih pelan.

“bebal”, Saga kembali menolehkan wajahnya ke luar jendela.

“kau mengataiku bebal?! Kau sendiri bebal!!”

Saga mendengus sedikit jengkel, “kau pikir apa maksudku mengatakan tentang alasan lebam di bibirku ini padamu? Aku mengatakan itu bukan untuk mendapatkan cekikan mautmu itu! tapi kenapa Uruha datang padaku? Kenapa dia memukulku karena keisengan kata-kataku itu! kenapa dia begitu marah padamu sampai mengancurkan ponselmu! Itu yang seharusnya kau pikirkan”

Ruki meremat celana seragamnya, “karena dia memang membenciku kan? dia ingin mengolok-olokku kan?”

Saga refleks berdiri sedikit mencondongkan tubuhnya kearah Ruki dan menjitak kepala anak laki-laki yang duduk di hadapannya itu, “kau tidak perlu mengatakannya, aku rasa kau sudah dapatkan itu dikepalamu”, Saga kembali duduk di bangku dan melihat keluar jendela.

Ruki ikut menoleh keluar jendela masih meremat celana seragam di dengkulnya, “kau juga sok tahu apa yang dirasakan orang!”

“wajar! karena aku tahu perasaanku sendiri, aku tidak kelimpungan sepertimu”

“jadi kau mengakuinya?”, tanya Ruki masih melihat keluar jendela dan ia tersenyum membalas lambaian tangan kakak kelasnya yang duduk di tangga di bawah sana. “dan kenapa kau harus bersusah-susah meyakinkanku tentang Uruha?”

“aku berterimakasih padamu”, Saga melihat kakak kelas mereka yang tengah melambaikan tangannya pada Ruki, dia juga melihat orang itu mengambil minuman kaleng dari tangan laki-laki bernoseband itu lalu melihat ke arahnya dan juga Ruki. “karena kau, dia mulai berbicara lagi denganku”,

Ruki menoleh pada Saga namun laki-laki berambut hazel itu masih setia melihat ke luar jendela, melihat seseorang yang juga menatap ke arahnya.

“kalau begitu aku ingin tahu kenapa kau memukulnya kemarin?”, ya Ruki memang melihat semuanya, tapi dia tidak mendengar semuanya.

Saga tersenyum hambar, “aku katakan padamu , tidak apa-apa kau mengelak pada orang lain, tapi jangan pada dirimu sendiri!”, Ruki mengernyitkan dahinya melihat Saga berdiri dari bangkunya dan beranjak dari sana, namun ia berhenti sejenak di samping meja yang Ruki duduki, “akui itu sebelum kau menyesal karena saat kau sadar kau telah melakukan kesalahan yang mungkin kau tidak tahu sampai kapan dia akan membencimu karena kesalahan itu”

~Flashback : OFF ~ XD

Semua berawal dari kejailan Saga. Keisengannya mendorong Ruki di tangga, memanfaatkannya untuk mengambil foto Uruha, dan kata-kata fitnah tentangnya pada Uruha saat sang brunette itu menemuinya, hingga dia harus mendapatkan lebam di sudut bibirnya. Jika Saga tidak mengatakan fitnah itu, Uruha tidak akan memukulnya, dan apa yang akan dipikirkan Ruki saat dia mengatakan Uruha menemuinya hanya untuk menanyakan itu? bisa jadi mungkin untuk mengolok-oloknya karena makhluk minis itu numpang di rumah Saga tanpa bisa membayar, tapi apa alasannya jika dia sampai memukul Saga karena fitnah yang dikatakannya.

Dan Uruha tidak akan tiba-tiba meneriaki Ruki dan membanting ponselnya jika tidak ada insiden wallpaper itu, foto-foto Aoi di ponselnya? Dan kenapa dia harus marah-marah karena itu? siapapun akan tahu jawabannya, mungkin…… termasuk Ruki.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

“kalau begitu yang membawaku ke hotel adalah kau ya?”

“he?”, Bartender bar itu melongo.

“NGAKUU!!!”, Uruha menggamit kerah kemeja sang bartender itu nepsong karena saat ditanya tadi si bartender bilang ia tidak kenal siapa orang yang membawanya karena ia terlihat jarang berkunjung ke bar itu, Uruha frustasi dan menuduh asal saja untuk melampiaskan amarahnya daripada tidak tersalurkan, nanti dia tumbang karena penyakit darah tingginya (kalimat terakhir boleh dibaca boleh tidak)

Uruha keluar dari bar itu dengan perasaan tidak puas, ia kembali sia-sia mendapatkan informasi tentang siapa orang yang membawanya kemarin malam, namun bartender itu bilang dia akan memberitahu Uruha jika menemukan orang itu kembali ke barnya, karena itu mereka sempat tukeran nomor ponsel tadi, meski Uruha tidak rela setengah mati memberikan nomor ponselnya pada sembarang orang namun demi menemukan orang itu, Uruha terpaksa merelakannya.

Laki-laki brunette itu menaiki mobilnya dan ia menyempatkan diri untuk mengangkat panggilan ke ponselnya terlebih dahulu sebelum menyalakan mesin mobilnya.

‘akhirnya kau mengangkat teleponku’

“ada apa?”, tanya Uruha sambil menyalakan mesin mobilnya.

‘kau marah padaku Uruha?’

“iya”

‘baiklah aku minta maaf, aku sudah mendengarnya dari Tora, tentang laki-laki itu…’

“……..”

‘jadi…..ada yang mau kau bicarakan denganku?’

Uruha menyandarkan tubuhnya ke sandaran jok kemudinya setelah kembali mematikan mesin mobilnya. “iya”

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

“hn?”, Ruki sedikit menaikan alisnya saat ia tengah memasukan sepatunya ke dalam loker dan  menoleh ke sampingnya dimana seseorang tiba-tiba menyodorkan sebuah ponsel ke depan wajahnya. “Reita-senpai?”

“Ohayou!”

“Ohayou! eh apa ini?”, Ruki menunjuk ponsel di tangan Reita yang masih ia sodorkan di depan wajah Ruki, ponsel yang sama seperti ponsel Ruki yang rusak sebelumnya.

“ponsel”

“aku tahu”

“untukmu”

Ruki menaikan sebelah alisnya, “eeeeeeeeeeehhh!!!”

“ambilah!”, Reita menggenggamkan ponsel itu ke tangan Ruki.

“apa?! aku tidak mau!! aku tidak bisa senpai!!”, Ruki berusaha mengembalikan ponsel itu ke tangan Reita.

“ambil ! itu sudah ada kartu sim-nya gratis! Jangan kau ganti, aku juga sudah menyimpan nomor ponselku di sana hahahah”

“senpai—“

“sudah ya, jaa”

“Reita-sen—“

kemudian Reita berlalu setelah sebelumnya mengacak-acak rambut Ruki sebentar, kemunculannya seperti angin puting beliung saja.

Ruki memandangi ponsel di tangannya, ponsel yang sama seperti miliknya sebelumnya, padahal Ruki akan lebih senang kalau diganti dengan ponsel yang terbaru, kalau sama begini kan jadi kayak gak ganti (plak)

Tidak! tidak! Ruki bersyukur akhirnya ia bisa kembali memegang ponsel, karena sehari saja tanpa ponsel itu rasanya menyiksa sekali. Tapi Ruki merasa sedikit tidak enak dengan Reita, dia sudah begitu sangat amat terlalu baik untuknya. kalau saja Uruha seperti dia, mungkin Ruki sudah nempel-nempel padanya sejak chapter pertama dan langsung tamat juga di chapter pertama (-_-)

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

KRIIIIIIIING!!!

Semua murid-murid sekolah BHS berhamburan keluar kelas dan beribu-ribu murid itu saling bertemu di koridor. Seisi gedung sekolah berisik dengan suara langkah dan suara-suara candaan dan obrolan.

“hee kau tidak mau pulang sekarang?”

Saga menganggukan kepalanya dengan permen karet ia kunyah dalam mulutnya. Rasanya kembali ke saat-saat Ruki belum tinggal di tempatnya setelah makhluk minis itu mendapatkan pekerjaan, pulang sekolah langsung ke rumah dan Saga merasa sedikit kesepian kalau makhluk minis itu tidak ada di sana, jadi Saga memutuskan untuk kembali pulang telat dan lebih memilih diam di kelas atau ke perpus untuk menghilangkan rasa bosannya.

“baiklah, kalau begitu aku duluan ya”, Ruki menyeret tasnya lalu beranjak ke luar kelas.

Seperti biasa Saga mengeluarkan beberapa manga untuk ia baca, sejenak melihat ke luar jendela dimana langit tidak sepenuhnya cerah. Sepertinya ada awan yang kelam jauh di sana, mungkin  sebentar lagi akan hujan?

Saga mengunyah permen karetnya sambil membuka lembar demi lembar manga di tangannya, belum lima menit, laki-laki berambut hazel itu menutupnya kembali dan meletakannya di meja bersama ke dua manga lainnya. Saga sudah membaca manga itu beberapa kali dan rasanya membosankan sekali setiap dia membuka lembar demi lembarnya dia sudah mengetahui apa yang terjadi di sana. Saga memutuskan untuk memasukan ketiga manganya kembali ke dalam tas dan segera menarik tasnya itu membawanya keluar menuju perpus.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Ruki membenarkan posisi tas gendong di sebelah bahunya setelah menyelesaikan aktivitasnya mengganti sepatu di ruang loker dan mulai beranjak dari deretan loker kelasnya, namun tiba-tiba langkahnya terhenti mendapati tiga orang berdiri menghalangi arah langkahnya.

“Uruha”, Ruki mengernyitkan dahinya melihat laki-laki yang lebih tinggi darinya itu berdiri di hadapannya bersama kedua pengikutnya.

“Kakek sudah pulang, bukankah kau ingin mengatakan sesuatu padanya?”

“ah ya, tapi sekarang aku tidak punya waktu, aku harus ke tempat kerja!”, Ruki kembali melanjutkan langkahnya melewati ketiga orang itu, namun kedua pengikut Uruha kembali menghalanginya.

“sok sibuk sekali kau, berasa orang penting”, Uruha menoleh ke arah laki-laki minis itu.

Ruki mendengus, “aku sudah telat, minggir!”, Ruki berusaha menerobos kedua pengikut Uruha yang tetap menghalangi langkahnya.

“eeeeehhh!! Eeeehhhhh!! A-apa yang kau lakukan?”, protes Ruki berusaha melepaskan tangannya yang mendadak di seret Uruha. “Uruha!!!”, kedua pengikut uruha mengikuti tuan-nya itu tak perduli semua mata mengarah pada mereka karena rengekan-rengekan Ruki yang berusaha minta dilepaskan, mereka sudah terbiasa mendapatkan sorotan banyak mata dan perhatian semenjak manjadi pengikut uruha. hampir semua mata di ruang loker itu mengarah pada Ruki yang diseret paksa Uruha termasuk Reita yang kebetulan baru selesai mengganti sepatunya. Laki-laki bernoseband itu sedikit menaikan alisnya melihat bagaimana usaha Ruki untuk melepaskan diri dari Uruha, dan beberapa saat kemudian ia tersenyum menutupi bibirnya dengan punggung tangan sebelum mengangkat panggilan di ponselnya, “ya…. eh, kau sudah sampai?”

Uruha membuka pintu mobilnya setelah mereka sampai di area parkir, semenjak turun dari ruang loker Ruki sudah pasrah di tuntun Uruha karena iya mengenal kekuatan tubuhnya yang tidak memadai itu untuk melawan uruha. tiba-tiba Uruha terdiam mengingat sesuatu, “HEH!!! KENAPA KAU PEGANG TANGANKU??!!!”, Uruha langsung melepaskan genggamannya di tangan Ruki.

Ruki ber ‘hah’ ria, “kau yang pegang”, Ruki mendengus.

“aku?! tidak mungkin!”

Kedua pengikut Uruha ikut sweatdrop bersama Ruki melihat tingkah tuan mereka itu.

“masuk!”, suruh Uruha.

“aku harus kerja!!!”, Ruki memukulkan tasnya ke punggung Uruha. “aku baru masuk, masa sudah bolos lagi!”

“itu urusanmu! Kakek menyuruhku membawamu pulang hari ini, kalau tidak dia bisa ngamuk lagi”, ujar Uruha sambil mendorong tubuh yang lebih mini darinya itu masuk ke dalam mobil.

“tapi—“

JBRUD!!

“JALANKAN MOBILNYA YANG WAJAR!!!”, teriak Ruki dari dalam mobil.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)


Saga bisa menemukan beberapa manga baru di perpus, dan itu cukup membuatnya lega karena itu artinya tidak sia-sia dia datang ke tempat orang-orang berkaca-mata(?) itu. Saga meletakan tas dan 4 manga baru yang ia temukan tadi di atas meja panjang dan lebar di depannya dan ia mendudukan dirinya di sebuah kursi di sana.

Saga menggelembung-gelembungkan permen karet di mulutnya sampai pecah padahal Papan peringatan agar ‘jangan berisik’ terpampang tepat di dinding di sampingnya.

Perpus sore hari setelah jam pulang sekolah selalu lebih sepi, hanya ada sekitar satu atau dua orang siswa/siswi membaca buku di sana, bahkan petugas perpus pun tampak sedang tidak di tempatnya, kalau ada yang niat mencuri satu atau dua buku di jam itu mungkin tidak akan ketahuan, tapi selama perpus itu berdiri belum pernah ada kejadian memalukan seperti itu, tanda murid-murid di sana sangat menjunjung tinggi kejujuran dan kehormatan, tentu saja! orang tua mereka bukanlah orang-orang sembarangan. Mencuri itu sangat tercela, apalagi hanya sekedar sebuah buku yang dicuri, barang tidak seberapa tapi tercelanya tetap sama nilai dengan orang yang mencuri uang jutaan yen, sama-sama mencuri. Murid-murid BHS itu tahu bagaimana cara menjaga nama baik mereka dan orang tua mereka.

“petugasnya tidak ada”

Saga melirik ke arah tempat dimana biasanya petugas perpus duduk dan ia menemukan kakak kelasnya sekaligus wakil ketua Osis BHS itu yang barusan berbicara di sana, dan tidak salah lagi, meski terhalang lemari buku tapi sesuai yang Saga pikirkan, orang yang laki-laki itu ajak bicara pastilah ketuanya.

“mungkin ke toilet?”

“kalau begitu tunggu sebentar sampai dia kembali”, ujar Shou sembari meletakan buku-buku yang yang telah dipinjam para anggotanya untuk keperluan proposal-proposal mereka.

Saga menutupi wajahnya dengan manga di tangannya sambil mendengus saat orang itu tiba-tiba melihat-lihat ke sekeliling perpus dan menemukannya di sana. kenapa seakan laki-laki itu mengikutinya kemanapun ia pergi di saat Saga tidak ingin bertemu dengannya.

“baiklah”

Saga kembali menarik manga yang menempel di wajahnya, dan berpura-pura membacanya seperti biasa, berpura-pura acuh saat kedua kakak kelasnya itu melangkah menuju kearah mejanya setelah Shou mengambil sebuah buku dari rak untuk ia baca sembari menunggu petugas perpus.

“ah kau!”, Seru Shou,”rasanya sedikit aneh melihat anak sepertimu di perpus haha”, ujarnya sambil menarik kursi yang berhadapan dengan Saga dan duduk di sana. Saga tidak merespon kata-kata wakil ketua Osis itu dan tetap berpura-pura focus membaca manganya.

Laki-laki berambut hazel itu sedikit melirik seseorang di samping Shou yang baru saja mengambil kursinya dan duduk di sana. dia duduk dengan menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi namun wajahnya sedikit menunduk. Saga bisa melihat pipi kiri orang itu terlihat bengkak karena pukulannya waktu itu.

Tiba-tiba Orang itu melirik Saga dengan ekor matanya saat kepalanya masih sedikit menekuk. Saga tidak manarik lirikannya, dia sedang tidak ingin hanya mencuri pandang saja, kakak kelasnya itu sudah memergokinya meliriknya dan Saga tidak mau menghindar.

Tapi orang itu yang segera menarik lirikannya seakan tidak nyaman.

Tora menegakan kepalanya saat merasakan ponsel di saku kemejanya bergetar. ia segera merogoh dan mengangkat panggilan di ponselnya itu. “Ya?”

Saga kembali mengalihkan pandangannya ke manga yang ia baca, dan Shou tersenyum tipis melihat kelakukan adik kelasnya itu.

“tidak bisa sekarang, aku masih di sekolah, ada tugas yang harus aku selesaikan”

Saga kembali menggelembung-gelembungkan permen karet di mulutnya.

“aku tidak seteladan itu”

Pletok!

Shou menaikan sebelah alisnya, “hei, buang permen karetmu itu! dilarang mengunyah permen karet di perpus!”

Saga tidak menggubris kata-kata kakak kelasnya yang satu itu dan Shou sedikit jengkel karenanya.

“akan kujemput”, Tora sedikit tersenyum tipis berbicara pada seseorang itu di telepon, “ya, bye”, laki-laki raven itu kembali memasukan ponselnya ke saku seragamnya setelah line telepon seseorang itu terputus.

“lain lagi?”, tanya Shou menoleh pada ketuanya.

“dia hanya 4 tahun lebih tua dariku”

“eeeh?? Tumben”, sindir Shou, “baguslah, mungkin semakin lama semakin menurun perbedaan umur wanita yang kau kencani, mungkin nanti kau akan mencari yang seumuran atau bahkan lebih muda, tapi jangan sampai kau berbalik mengencani anak kecil”

“haha kau bercanda!”

“tentu saja aku bercanda!”

Beberapa saat kemudian sang petugas perpus telah kembali ke singgasananya, dan Shou segera beranjak dari kursinya yang kemudian di susul ketuanya beranjak berdiri dari kursinya.

“jaa”

Saga mengangkat wajahnya mendengar satu kata itu keluar dari mulut kakak kelasnya, tidak ada orang lain lagi di mejanya karena itu Saga yakin laki-laki itu mengucapkan kata itu untuknya. “jangan sok bersikap manis padaku!”

Tora mengalihkan pandangannya pada adik kelasnya setelah ia selesai menggeser bangku untuk ia masukan kembali ke bawah meja. “tidak, ini sifatku”

“itu sifatmu, membuat orang terbuai kemudian menjatuhkannya”

“kau yang menjatuhkan dirimu sendiri”, Tora tersenyum, “terimakasih atas tinjunya……Saga”, lalu laki-laki itu beranjak dari tempatnya berdiri menuju kearah Shou yang tengah mengembalikan buku-buku yang dipinjam anggota mereka, mengabaikan seseorang yang terdiam setelah peninggalannya. Itu pertama kalinya ketua Osis BHS itu memanggil adik kelasnya itu dengan panggilan Saga.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Ruki sedikit menengok ke arah langit yang sepertinya semakin lama semakin gelap, diluar dugaan ternyata Uruha menyanggupi permintaan Ruki untuk menjalankan mobilnya dengan sewajar mungkin. makhluk minis itu lalu menoleh ke arah Uruha yang sepertinya juga sadar dengan apa yang direncanakan alam namun tiba-tiba Ruki merasakan kecepatan mobil itu semakin lama-semakin cepat membuat Ruki berpegangan pada sisi joknya, “Uruha! Oi !!”

“jangan protes!”

“PELAN-PELAAAANNN!!!”

“AKU BILANG JANGAN PROTES!!”

Ruki berpegangan semakin erat pada pinggiran jok merasakan jantungnya seperti terbang-terbang. Makhluk minis itu kembali menoleh pada Uruha untuk mengeluarkan protesannya lagi namun melihat wajah Uruha yang tampak pucat ia menahan mulutnya. “Uruha? kau bawa headphone-mu kan?”

“tidak”

“HAH?? KENAPA KAU GAK BAWA??? BUKANNYA KAU SELALU SIAP SEDIA?!!!”

“AKU MANUSIA DAN AKU BISA LUPA!!!”, speedometer mobil Uruha semakin naik dan naik membuat Ruki menganga, “Kau diam saja! aku akan sampai di rumah sebelum hujan turun”

“KALAU GINI BISA NYASAR KE RUMAH SAKIT TAU!!!”

“berisik!!”

“HENTIKAN SAJA MOBILNYA!!!”

“kau berisik sekali!!”, Uruha membekap mulut Ruki dengan sebelah tangannya sedangkan tangan yang lain masih menyetir, “Kalau dihentikan justru aku—“, Tiba-tiba Uruha menggantung kata-katanya melihat kilatan cahaya yang jauh di langit sana, mendadak Uruha merasakan tubuhnya melemah.

“Uru?! URUUUUHHHAAA!!!!”, Ruki mengguncang-guncang tubuh laki-laki dengan wajah yang kian pucat di sampingnya.

“berisik! Aku tidak—“

DHUUURRR!!!

Ckiiiittt…

Jduk!!

jidat Ruki kejedot dashboard, tiba-tiba Uruha me-rem mobilnya mendadak. Ruki sempat mengusap-usap jidatnya sebentar kemudian segera melihat ke belakang, untunglah tidak ada mobil yang mengikuti mereka di belakang, kalau iya bakal kejadian mereka nyasar ke rumah sakit. “Uruha!”, Ruki mengguncangkan tubuh laki-laki itu yang tengah menumpukan kepalanya ke atas stir sedikit gemetar. “URU!! Kita ditengah jalan oi !!”

“berisik! Aku tahu!”, Uruha mendengus segera menegakan tubuhnya lalu kembali menjalankan mobilnya sebelum mobil-mobil lain protes meski Ruki melihat ia masih sedikit gemetar. Uruha menuruti perkataan Ruki untuk meminggirkan mobilnya saat tetesan-tetesan air hujan mulai turun. Ruki bisa melihat wajah Uruha semakin memucat dan laki-laki itu kini tengah menutupi kedua telinganya dengan telapak tangan sambil memejamkan mata, namun Ruki tahu itu tidak cukup bisa meredam suara kerasnya Guntur.

Uruha refleks membuka matanya saat tiba-tiba seseorang si sampingnya menarik kepalanya ke dalam pelukannya. perlakuan yang sama yang yang orang itu berikan seperti sebelumnya. “aku tidak tahu apa yang membuatmu ketakutan, tapi jika itu ada dalam ingatanmu. Maka lupakanlah!”, Ruki semakin mengeratkan kedua tangannya memeluk kepala Uruha, dan pelukan Ruki itu membuat selintas ingatan melesat di otak Uruha membuatnya kembali memejamkan matanya,“Alihkanlah dengan sesuatu yang lebih menyenangkan! Kau bisa Uruha!”, bisik Ruki ditelinga laki-laki yang masih sedikit gemetar itu dalam pelukannya. tidak seperti sebelumnya dimana Uruha berusaha memberontak saat Ruki memeluknya waktu itu, saat ini Uruha memasrahkan(?) dirinya, memejamkan kedua matanya dengan ingatan yang seakan terpanggil karena perlakuan Ruki. Hawa tubuhnya, nafasnya, bagaimana dia menyentuhnya, menciumnya. Ingatan akan mimpi itu memenuhi kepala Uruha saat suara petir kembali terdengar di telinganya, tubuh Uruha masih sedikit gemetar tapi ingatan buruk itu seakan menghilang dari kepala Uruha.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

“Reichan~”, seorang perempuan melambaikan tangannya ke arah Reita dengan sebuah koper kecil di seretnya di bandara itu. Perempuan non-japanese(?) dengan rambut hitam legam sebahu itu memeluk Reita dan memberinya kecupan singkat.

“it’s been a while ne, Sharon-san”

“yup! It’s been ages since I saw your cute noseband too hha…”


TBC  (◕‿◕✿)

Mr.X kita tunda dulu *ditabok mr.x*

~(-_-~)(~-_-)~ *tarian cumi*

No comments:

Post a Comment