author : Rukira Matsunori
rated : semi M
genre : *bingung* gajeromance, school, B.L
Pairing(s) : meevXAoXUru,dkk XD
Chapter : 7 (bener gak? XD males nyari *plak*)
warning : BAHASA ALAY, JIJAY. Err… di sini agak serius
tapi tetep dengan bahasanya yang NGGAK BANGET.
note : satu setengah tahun … ya? ada angin apa saia
ingin lanjutin ini… meski taka da yang mau baca y owes tak opo2 hha… XD pengen
cepet2 selesai =_=”
Length : 18 Pages
Word
###
“jadi…. Mau main apa Ao?”
“terserah kau saja!”
“jah! Ao sih selalu begitu, selalu bilang ‘terserah’! memangnya kau
tidak bisa memutuskan keinginanmu sendiri?”
“aku sedang gak mood maen game! Terserah saja, kau sendiri yang
main”
“apa? Aku mengajakmu kesini kan untuk main game!!”
“tapi aku gak mau ya gak mau!”
“hiiiiiiiiii… dasar gurame!”
Malam 6 tahun yang lalu.
Aku masih mengingatnya dengan jelas, ketika itu hujan gerimis.
Seperti biasa dia mengajakku untuk menemaninya bermain game di rumahnya yang
besar yang berada tepat di samping rumahku . kami selalu menghabiskan waktu
bermain game sampai larut malam di kamarnya, kadang aku menginap di rumah yang
hanya di huni oleh ibu dan anak juga beberapa pelayan itu, karena ayah Meev
orang sibuk yang hanya beberapa bulan sekali saja pulang ke rumah. Mungkin bisa
dikatakan rumah itu sudah seperti rumahku sendiri, karena terlalu sering aku
menghabiskan waktu disana hanya untuk menemaninya, setidaknya sampai ibunya
pulang, ah tidak tapi ibu tiri Meev pulang. sepertinya dia juga punya kesibukan
yang luar biasa di luar sana, hingga jarang sekali bisa menemuinya di rumah
untuk waktu-waktu tertentu. yang aku tau dia adalah wanita yang sangat cantik
untuk ukuran wanita seusianya, berbeda sekali dengan ibuku.
“eh, apa ini??”
“kau pikir apa?”
“heeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee??????!!!!”, aku luar biasa terkejut
melihat tampilan yang tiba-tiba muncul di layar televisi. “aa…apa ini?”, aku
merasakan keringat dingin di seluruh tubuhku, aku bertanya ‘apa ini?’ padahal
aku sudah bisa menebak kaset apa yang Meev masukan tadi dengan melihat tampilan
besar di layar tv itu.
“aku pikir kau sudah siap melihatnya…”
“ha??!!”
Meev hanya tersenyum.
Kadang aku merasa dia benar-benar anak yang mengerikan untuk anak
seusianya. Semua yang disebut ‘kenakalan’ untuk anak sekolah dasar dia
melakukannya. Membuat anak cewek menangis, Bolos sekolah, Merokok, piercing dan
ini………. Sekolah dasar? Apa ini pantas disebut kenakalan anak sekolah dasar?!
Dan dia hobi sekali menyatakan cinta pada anak laki-laki, entah
siapapun itu saat dia merasa menyukainya maka saat itu juga dia akan menyatakan
perasaannya ==; walau tak ada satupun yang menerimanya, tentu saja…. Karena itu
terasa mengerikan untuk mereka meraka dengan wajah polos begitu. Aku sendiri
kadang merasa risih…. Tapi aku tak bisa menjauhinya.
“…..”
“matamu sampai melotot begitu, haha dasar anak mesum!”
“a-hah??..... Lalu kau yang memberiku tontonan seperti ini itu,
apa?”
Aku anak laki-laki yang normal, bahkan amat sangat normal. Tubuhku
tak bisa berbohong, aku tak bisa membiarkan televisi itu menyala tanpa ku
tonton. Maksudku…. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku, meski ada pikiran
untuk agar jangan menontonnya karena kalau ibuku tau sudah pasti aku dimarahinya.
Tapi sekali lagi aku anak laki-laki yang normal, dan keingin tahuanku
mengalahkan ketakutanku.
Oka-san…..gomen ne….
Iieeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!!!!!!!!!!!!
“aku sih keren”
“kau!!!”, aku spontan menjitak ubun-ubunnya membuat dia meringis.
Ini pertama kalinya untukku, wajar saja kalau aku sedikit ‘bersemangat?’
TIDAAAAAAAKKK!!!!
Aku bahkan merasa buruk dengan kata-kataku sendiri. yang tidak
wajar itu dia kan? Nonton film begini tapi ekspresinya santai begitu, jadi
pertanyaanku adalah..,’sudah seberapa sering dia melihatnya? Diusianya yang
baru 12 tahun? Jadi sejak usia berapa dia melihat yang seperti ini???!!!’
“okaerinasai…. Oh nyonya?”
“tidak apa-apa dia hanya mabuk”
Terdengar suara dari arah ruang tamu membuat konsentarasi(?) kami
buyar.
“ck! wanita itu pulang”, Meev bergumam
“kalau begitu aku pulang…”, aku segera bangkit berdiri namun tangan
Meev menarikku kembali duduk.
“biarkan saja…”
“…..”
Aku kembali bersila duduk di sampingnya, entah kenapa tiba-tiba
saja aku merasa nada bicara Meev mendadak dingin, tidak seperti Meev yang
biasanya. Atau Cuma perasaanku saja?
Dan suara tadi…. Itu suara laki-laki. Sepertinya ibunya tidak
pulang sendiri.
Bruk!!
Aku sedikit tersentak mendengar suara seperti sesuatu yang
menghantam dinding tepat di sebelah ruangan kamar dimana aku dan Meev duduk
menonton. Yang aku tahu itu adalah kamar ibu tirinya.
“eehh??apa yang--”
“ssssstt!!!”
Meev membekap mulutku, tiba-tiba menarik tanganku mendekati sisi
dinding dan berjongkok. “tempelkan telingamu!”, suruhnya.
“ha?”
“tempelkan saja!”
“cih!”, aku mendengus tapi toh aku menurut juga apa yang
dikatakannya.
Aku menempelkan telingaku ke dinding, di depanku Meev juga
melakukan hal yang sama. Tidak lama kemudian mataku sedikit melebar sementara
aku lihat Meev tersenyum padaku mendengar suara-suara ‘aneh’ dari balik dinding
sana.
“apa yang….”, tanpa sadar aku bergumam.
Meev terkikik melihat ekspresiku, “kenapa Ao?”
“itu kamar ibumu kan?”, aku masih tak percaya.
“yap!”, dia menjawabnya dengan enteng sekali membuatku
mengernyitkan dahi, “ini sudah biasa”
Biasa?
Meev terduduk menerawang dengan bersandar ke tembok, “kau tidak tau
kan…. Seperti apa rasanya dibuang ibumu sementara dia lari dengan laki-laki
yang tak kau kenal”
“…..”
“melihat istri ayahmu sendiri melakukan hal itu dengan orang lain
selain ayahmu di depan matamu, tapi kau tidak bisa berbuat apa-apa karena kau
hanya anak kecil yang kata-katanya tak kan dipercaya”
“…..”
“ Aku tau rasanya, dan sering sekali merasakannya”, Meev menoleh
kearahku dan tersenyum tipis seperti memaksakan. “wanita itu menakutkan ya?”,
gumamnya kembali menerawang dengan pandangan kosong.
alasanku tak bisa membenci orang ini…
aku terlanjur tahu kepedihannya , dalam lingkungan bagaimana dia
tumbuh dan dia selalu tanpa segan menceritakan semuanya padaku seakan aku
adalah buku diary berjalannya. Dia tidak tahu itu membebaniku,
ya… awalnya….
Entah simpati atau apa, tapi aku merasa bahwa aku adalah
satu-satunya orang yang ia percaya dan aku ingin menjaga itu, aku ingin melindunginya…
menjadi saudara yang selalu berada di sampingnya.
“hentikan itu! Dasar cengeng!” aku menjitak pelan ujung kepalanya,
lalu mengelus rambutnya perlahan sementara mataku berkeliar tak berani
menatapnya. Ini pertama kalinya aku memperlakukan dia dengan cukup ‘manis’ dan
tentu saja itu membuatku sedikit canggung. Mungkin besok dan seterusnya dia
akan mengolok-olokku tapi untuk saat ini aku tak perduli.
“Ao..”
“heeh?!”
“ayo lakukan seperti di film itu!”
“HAAAAAAAAAHH????!! GILA!!!!!”
Tanpa sadar aku berdiri mundur dan sialnya kakiku menginjak sesuatu
berbentuk tabung kecil yang entah sejak kapan ada di situ.
Gubrak!
*
“itteeee….”
“…….”
bukan aku yang mengatakan itu!!
aku tidak merengek seperti itu…
“Uru?!”
Aku lihat dia memegangi kepalanya yang (sepertinya) terantuk meja
dan terduduk di lantai. Apa yang dia lakukan?
“sudah cukup”
Uruha tiba-tiba menatapku nista dengan penuh kemarahan di
sana. Dan akhirnya aku tersadar dengan
apa yang telah aku lakukan baru saja.
Tanganku mendorongnya…. MENDORONGNYA?????!!!!)@0@(
BRAK!!!!
Aku menelan ludahku paksa melihatnya menendang meja, itu pasti
sakit sekali.
“APA YANG LU LIHAT HAH??!”
“aa---ma…maafkan saya tuan muda”
“PERGI SANA!!!”
“ha—haiiiii”
Yusa ngibrit beserta tempat sampah yang dibawanya setelah diusir
Uruha. Sepertinya dia benar-benar marah, dan aku yang telah membuatnya seperti
itu, ah tidak! Tanganku yang salah karena telah mendorongnya.
Aku benar-benar tak sadar…. Sampai tadi ingatanku seperti ditarik
ke masa lalu dan tiba-tiba saja dia sudah tersungkur di lantai.
Aku berdiri menghampirinya, pundaknya kelihatan sedikit gemetar, mungkinkah
karena menahan amarah? Yang jelas bukan
karena kakinya kesemutan hasil menendang meja tadi kan?
“Aoi kusso..”, ucapnya pelan, kalau aku tidak punya pendengaran
yang bagus mungkin aku tak bisa mendengarnya.
“Uruha—“
“ditolak dua kali itu menyedihkan!”
Maaf..
“aah… salah gue sih ya”, dia
menjatuhkan tubuhnya di atas sofa bersandar dengan santai dengan kancing
kancing kemeja itu yang sedikit terbuka, bibirnya sedikit mengembang menatap
langit-langit rumahnya. Tidak berapa lama kemudian tatapannya mengarah padaku
dan senyumnya pudar. Dia mengubah posisi duduknya, menumpangkan satu kaki pada
kaki yang lain dan berpangku tangan. Khas tuan muda arogan yang membuatnya tidak terlihat manis
sama sekali. “gue udah gak menarik lagi ya…?”
Aku hanya tersenyum dengan pertanyaannya, dalam hati aku terkikik
geli. Pertanyaan ibu-ibu depresi seperti itu memang khas Uruha sekali.
“gue jadi pengen tau apa yang ada dipikiran lu saat bersama gue”,
kata-katanya membuyarkan pikiran-pikiran gak pentingku tentangnya, “tadi juga
pikiran lu gak di sini kan? Apa kabur ke si banci itu?”
Tepat!....
Dan aku menyesalinya Uruha.
“pulang sana! gue lagi gak mau liat muka lu sekarang”, ujarnya
santai. Sejak dulu aku suka sekali saat dia marah, tapi marah yang seperti apa
yang kusukai bukan seperti ini. Perasaanku sedikit… kecewa walau aku sadar aku
yang telah membuatnya seperti itu.
“aku mengerti”
BLETAK!!!!
“ughhh… ITTEEEEEE!!!!!!!”, Uruhaku meringis memegang kepalanya.
Sepertinya itu baru saja terjadi beberapa saat yang lalu =.=
“kata-katamu kasar sekali Uruha!! Daddy tidak pernah mengajarkanmu
cara bicara yang seperti itu”
“aa.. dad—“
“ayo minta maaf pada Aoi!!”
“ayo minta maaf pada Aoi!!”
“ha? daddy tidak tau apa-apa kenapa…”
“Daddy yang mengundang Aoi untuk bermalam di sini jadi yang berhak mengusirnya juga daddy! Sekarang ayo minta maaf!”
“Daddy yang mengundang Aoi untuk bermalam di sini jadi yang berhak mengusirnya juga daddy! Sekarang ayo minta maaf!”
“Kenapa aku???”
Aku hanya diam melihat perdebatan anak dan ayah yang sama-sama
cantik itu, suatu keberuntungan bisa melihat dua makhluk seperti mereka
berdebat, dalam keadaan bagaimanapun yang namanya makhluk indah itu tetep saja
indah ya?
dan Uruhaku beberapa kali mengembungkan pipinya dan cemberut tak
menerima perkataan Hizaki-sama untuk meminta maaf padaku, itu yang kusuka.
Uruhaku sungguh manis…. dan aku yakin tanpa sadar bibirku sudah melebar sejak
tadi, makanya ‘dia’ mengernyitkan dahi saat bertemu pandang denganku.
“etto~ kalau begitu saya permisi..”
“lho? Aoi mau pulang? Uruha!! Ayo minta maaf!!”
“ah tidak apa-apa! Itu bukan salah Uru, ibu saya meminta saya harus pulang hari ini”
“hontou?”
“iya, sebelumnya saya berterima kasih atas ajakannya menginap disini”, aku tersenyum
“hn~ tapi kata-kata Uruha yang tadi jangan diambil hati ya Aoi-chan, dia memang manja dan kekanak-kanakan”, Hizaki sama mendekatkan wajahnya ketelingaku, “aku tidak tau apa yang terjadi dengan kalian tapi begitu-begitu tiap malam dia menangis teriak-teriak ‘AOIII-AOIII’ ”, aku spontan menutup telingaku.
“etto~ kalau begitu saya permisi..”
“lho? Aoi mau pulang? Uruha!! Ayo minta maaf!!”
“ah tidak apa-apa! Itu bukan salah Uru, ibu saya meminta saya harus pulang hari ini”
“hontou?”
“iya, sebelumnya saya berterima kasih atas ajakannya menginap disini”, aku tersenyum
“hn~ tapi kata-kata Uruha yang tadi jangan diambil hati ya Aoi-chan, dia memang manja dan kekanak-kanakan”, Hizaki sama mendekatkan wajahnya ketelingaku, “aku tidak tau apa yang terjadi dengan kalian tapi begitu-begitu tiap malam dia menangis teriak-teriak ‘AOIII-AOIII’ ”, aku spontan menutup telingaku.
“HAH??!! AKU TIDAK BEGITU!!!”
“tidak begitu apa? Memangnya kau mendengar bisikan daddy pada Aoi?”
“tentu saja! Itu bukan berbisik tapi berisik kan?”
“ Ya sudah kalau begitu Aoi, hati hati di jalan ya…”, dengan mengabaikan Uruha, Hizaki-sama menepuk nepuk lengan atasku sambil tersenyum, cantik sekali orang ini… sesaat aku berpikir tidak apa-apa menjadi ibu tiri Uruha?
“tidak begitu apa? Memangnya kau mendengar bisikan daddy pada Aoi?”
“tentu saja! Itu bukan berbisik tapi berisik kan?”
“ Ya sudah kalau begitu Aoi, hati hati di jalan ya…”, dengan mengabaikan Uruha, Hizaki-sama menepuk nepuk lengan atasku sambil tersenyum, cantik sekali orang ini… sesaat aku berpikir tidak apa-apa menjadi ibu tiri Uruha?
Konyol, apa yang kupikirkan disaat seperti ini.
“arigatou…”, aku sedikit membungkukan badan beberapa saat dan mengangkatnya lalu tersenyum kearah Uruha yang masih saja menatapku sinis, aku tau dia masih marah. “kalau begitu saya permisi”
“arigatou…”, aku sedikit membungkukan badan beberapa saat dan mengangkatnya lalu tersenyum kearah Uruha yang masih saja menatapku sinis, aku tau dia masih marah. “kalau begitu saya permisi”
***
Uruha menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur king size-nya.
Matanya berkedip-kedip dengan irama lambat menatap langit-langit kamarnya. Ia
mengepal satu tangannya menghentak-hentakannya ke tempat tidur, “brengsek! Aoi
brengsek! Argh!”, kemudian ia menutupi wajahnya dengan bantal.
“saat gue menyuruhnya pergi lantas dia pikir gue benar-benar ingin
dia pergi? Dasar baka!!! KUSSOOO!!!”, Uruha berteriak dengan buntelan bantal
menutupi wajahnya. Uruha sangat kecewa dengan ketidak pengertian Aoi.
Uruha mendudukan dirinya di atas tempat tidur, melirik kalender
kecil di meja samping tempat tidurnya di mana ada satu tanggal yang ia bulati
merah di sana (bukan bulati tapi love-i). Matanya menatap tanggal itu dalam beberapa
saat sampai akhirnya tubuhnya ambruk di atas tempat tidur dan ngorok dengan
sangat indahnya.
***
Keesokan harinya Uruha harus bertemu lagi dengan Aoi, tentu saja
karena mereka satu sekolah satu kelas dan parahnya satu bangku pula. Yang
membuat Uru jengkel Aoi selalu dan selalu saja bersikap seperti biasa seakan
tidak pernah terjadi apa-apa, seakan tidak ada rasa bersalah sama sekali. Dan
mereka tidak saling bicara sampai waktu istirahat tiba. Uruha sudah bertekad
tidak mau bicara dengan Aoi sampai dia minta maaf.
Saat tengah terjadi perang dingin sengit diantara bebek dan gurame
itu, tanpa di duga-duga Reita tiba-tiba datang ke kelas mereka lalu menarik
Uruha dan Aoi untuk ke kantin. Entah mimpi apa Uruha semalam, di kantin sana
Uruha melihat Ruki, Kai, Tora bahkan Saga tengah duduk menunggu dengan
masing-masing semangkuk ramen di meja di hadapan mereka. Reita segera mendorong
Uruha dan Aoi untuk duduk di bangku yang telah disediakan dan dengan wajah berseri-seri
mengumumkan kalau hari ini dia mentraktir mereka ramen sebagai bentuk
kebahagiaannya karena telah resmi berpacaran dengan Ruki. Mendengar itu tentu
saja Uruha tak tinggal diam, tapi itu bukan berarti Uruha tak setuju mereka
pacaran, hanya Uruha merasa terlalu dini harus menyerahkan Ruki anak
kesayangannya itu pada orang lain, apalagi orang itu adalah si noseband itu.
“kenapa wajah lu kusut begitu? Masih tak menerima Ruki sekarang
pacar Reita?”, tanya Aoi tiba-tiba saat dia dan Uruha tengah berjalan di
koridor sekolah untuk kembali ke kelas.
Uruha mendelik mendengar kata-kata Aoi. Sedangkan Aoi hanya tertawa
kecil, “gue gak heran, mereka memang saling memperhatikan selama ini. tapi lu pasti gak rela Ruki-lu sekarang udah dimiliki
orang lain he?”
Uruha menghentikan langkahnya membuat Aoi yang berjalan di
sampingnya juga ikut berhenti. Uruha menoleh ke arah Aoi dengan tampang
frustasi, “lu… benar-benar bebal Awo”, lalu Uruha berjalan cepat meninggalkan
Aoi. Beberapa saat Aoi mengernyitkan dahinya mencerna kata-kata Uruha, kemudian
segera mengikuti langkah cepat Uruha. Meraih lengannya namun Uruha segera
menepis tangan Aoi kasar. “yang menuhin
pikiran gue itu lu, tapi lu dengan santainya mikir gitu tentang gue ha? lu
anggap gue ini apa?”, Uruha menepuk-nepuk dada kiri Aoi.
“gue nganggep lu manusia kok”, Aoi bicara dengan tampang serius.
“brengsek!”, Uruha mengumpat kesal. Lalu ia segera kembali berjalan
meninggalkan Aoi. Tuan gurame itu benar-benar telah membuat Uruha kecewa, dia
hanya menganggap kata-kata Uruha tidak lebih hanya sebagai lelucon yang
menurutnya lucu. Aoi tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali mengejar Uruha.
“Uru..”, panggil Aoi
Uruha tak menjawab. Mukanya benar-benar masam membuat orang-orang
yang lewat berpapasan dengannya mengernyitkan dahi.
“Uru”, Aoi menarik rambut bagian belakang Uruha, sontak membuat
Uruha yang sedang kesal jadi ngamuk. Karena tak enak di lihat orang-orang yang
lalu lalang di koridor, Aoi segera menarik Uruha ke tempat yang lebih sepi agar
Uruha bisa leluasa mengeluarkan amukannya.
“lu apa-apaan si hah? Aoi brengsek! Kusso! Bebal! Dower! Jelek! Bau
kaki –bau ketek”, Uruha terus mengata-ngatai Aoi yang tiba-tiba menarik
tangannya membawanya (menyeretnya ==) menaiki tangga menuju atap sekolah.
“ngapain lu bawa gue ke sini si? Hah??!!”
Aoi berhenti mendadak membuat Uruha yang di tariknya di belakang
menabrak tubuhnya, “ugh! GURAMEEE—“, suara cempreng Uruha tiba-tiba lenyap
seperti di telan udara saat Aoi membekap mulut Uruha dengan bibirnya.
“sorry gue bebal”
“he?aa---“, Uruha mendadak salah tingkah. “lu emang bebal”, Uruha
mengembungkan kedua pipinya menyembunyikan rasa gugupnya.
“gue hanya berpikir lu udah nyerah soal gue. Gue udah buat lu
terlalu muak?”
“aa—“
“jadi kita gak putus?” , Tanya Aoi membuat Uruha melongo.
Pu—PUTUS??
Benar juga. status mereka sekarang
ini adalah pasangan yang baru putus, berarti mereka tidak punya ikatan
dan Uruha seharusnya tak punya hak marah-marah seperti tadi.
“ternyata lu seneng menuhin pikiran lu tentang gue”, aoi tersenyum
jahil.
“he? Itu—bukan begitu, maksud gue tadi—“, Uruha gelagapan, Aoi yang
menyadari kegugupan Uruha semakin melebarkan senyum guramenya. “APA??!!”, Uruha
mendorong wajah Aoi dengan telapak tangannya, kesal dengan senyuman aneh tuan
gurame itu.
Bibir Aoi semakin melebar, ia segera menangkap pergelangan tangan
yang hampir ditarik kembali pemiliknya itu dari wajahnya.
“dapat!”, seru Aoi seraya menarik tangan itu hingga tubuh
pemiliknya ikut tertarik mendekati tubuhnya.
“ha—?“
Aoi melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Uruha sementara
tangan satunya masih erat memegangi pergelangan tangan Uruha di atas pundaknya.
“senyum~”, goda Aoi sambil tersenyum memiringkan kepalanya membuat
wajah Uruha mendadak panas dingin. Spontan Uruha menjambak-jambak rambut
sebelah kanan Aoi hingga kepalanya semakin miring ke samping, tidak ada
niat jahat. Uruha hanya tidak tahu harus
bersikap dan berwajah seperti apa di saat ia sedang gugup…==”
“lepas! Gue mau kembali ke kelas…”, suruh Uruha sambil berusaha
melepasakan tangan Aoi yang melingkar di pinggangnya. Namun Uruha tak
mendapatkan apa yang dimintanya, Aoi malah semakin membuat tubuh Uruha menempel
ke tubuhnya. “Hei.. lu kenapa tiba-tiba—“, suara Uruha mendadak lenyap saat ia
merasakan kening Aoi menumpu di sebelah bahunya, “a-apa? lu kenapa?”
“harum..”
“hah?”
“tubuh lu harum..”
“…..”
“…..”
Hieeeeeeeeeeeeeeeee!!!!! –jeritan hati
Uruha-
“ke—lu apa-apaan si hah? tiba-tiba ngomentarin hal gak penting”,
omel Uruha sambil memalingkan wajahnya berlawanan arah dimana Aoi menumpukan
kepala di bahunya.
Aoi mengangkat kepalanya mencoba menengok wajah Uruha, “ada yang
ingin lu sampaikan?”
“ha?”
Aoi tersenyum tipis perlahan melepaskan tubuh Uruha, “sorry….begini…
Uruha, gue gak maksud maksa lu buat ‘kita kembali’, jika lu gak senang dengan
itu—“
Uruha mendorong tubuh Aoi refleks, “BERHENTI BERSIKAP SOK NAIF!!!!”,
bentak Uruha tiba-tiba membuat Aoi membatu. “lu…..lu jelas-jelas tau apa yang
ada di pikiran gue! Tapi lu selalu dan selalu maksa gue buat terang-terangan!”
“……….he?”
“saat gue nyuruh lu pergi bukan berarti gue pengen lu bener-bener
pergi. gue pengen lu ngerti Aoi… tanpa harus gue bilang”
“…..”
“saat gue bilang kita putus, gak ada penolakan sama sekali…lu
sengaja mau bikin gue stress? lu sebenernya punya perasaan itu gak sama gue,
hah?”
Aoi tersenyum kecil dengan pertanyaan Uruha, “keliatannya?”
“nggak!”, jawab Uruha ketus.
Aoi mendadak tertawa keras membuat Uruha mengernyitkan dahinya,
“begitulah~”, ucap Aoi datar. Dan seketika itu juga saraf-saraf di wajah Uruha
mengencang, Aoi masih dengan wajah tanpa dosanya hanya memandang Uruha dengan
datar-datar saja, membuat Uruha semakin naik darah.
“begitu? baguslah, sekarang gue tau perasaan lu yang sebenarnya…
thanks”, Uruha menepuk dada kiri Aoi pelan dan meski ia menyembunyikan
perasaannya dengan berpura-pura menerima begitu saja kata-kata Aoi tapi
wajahnya tak bisa berbohong kalau ia benar-benar depresi. “gue ke kelas..”,
Uruha berjalan menjauhi Aoi berusaha berjalan sewajar mungkin, ia tak mau lari
dan menangis seperti seorang gadis yang baru ditolak cintanya seperti di
shitnetron-shitnetron yang sering ia tonton, itu sangat tidak wajar dilakukan
seorang laki-laki, sejak kecil yang selalu ia yakini bahwa hanya dua hal yang
membuat seorang laki-laki boleh menangis adalah ketika orang tuanya meninggal
dan ketika ia mendapat tendangan diantara kedua selangkangannya ( =”= apa yang
makhluk itu pikirkan disaat seperti ini?!) yang pasti ia tak akan melakukan hal
tidak elit macam itu……………………………………Tapi si paha itu melakukannya juga (T_T)
Tap…
Tap…
Tap…
Tap…
“Uruha..!!”
PUKKK!!!
“BERANI SEKALI LU NYENTUH GUE!!!”
Aoi sedikit terkejut saat Uruha menepis tangannya yang berusaha
menghentikannya, tapi…
“GUE ORANG YANG LU BENCI HAH??!!”
Yang membuat Aoi lebih terkejut adalah air yang ada di pelupuk mata
Uruha. Ya… meski itu Cuma dikiiiit. “he???”
“SENTUH SAJA SI BANCI YANG
LU CINTAI ITU SESUKA LU!!!”
“…..”
“Kuso!”, dengus Uruha, ia kembali berjalan meninggalkan Aoi dengan
langkah cepat namun belum sampai lima langkah kakinya berjalan sesuatu
menghentikannya.
BRUGH!
“….”
“….”
Aoi berjalan menghampiri Uruha lalu berjongkok tepat di depan
laki-laki cantiknya yang sedang tengkurap di lantai, “apa yang lu lakukan
Uruha?”
“be—BRENGSEK!!!”
KLONTANG…!!
“KENAPA ADA KALENG MINUMAN BRENGSEK ITU DI JALAN GUE!!! MURID-MURID
GAK BERTANGGUNG JAWAB!!! BUANG SAMPAH KE TEMPATNYA WOI..!!!”
Aoi hanya menatap mantan kekasihnya itu uring-uringan gaje di
depannya, wajah datarnya perlahan melembut dan ia tersenyum,
“MUAAAAAAAHAHAHHAHAH….”
Tersenyum? (T_T)
“MUAHAHHAAHAA…HAHAHAHAAHAA…”
“….”
Dan akhirnya Aoi tak bisa lagi menahannya, melihat Uruhanya
terpeleset dan ambruk tengkurap di depan matanya, seperti kebahagian mendadak
datang menghampirinya di saat seperti ini?, ya.. Aoi menyebut hal yang
membuatnya tertawa sampai terbahak begini adalah sebuah kebahagian. Mengingat
jarang sekali ia tertawa lepas, Dan itu hanya datang dari Uruha.
“…..”
“HAHAHAHAHAH....HKKKKKKKKK!!!!”
BRUK!!
Uruha tiba-tiba mencekik-cekik leher Aoi saat ia sedang enjoy(=_=) dengan
aktivitas tertawanya. Dan sebuah dorongan kuat membuat tubuh Aoi berakhir
ditunggangi Uruha (mohon maaf untuk bahasa yag tidak bijaksana m(_ _)m
*ditajong*)
“coba tertawa lagi dan gue rape lu di sini!!!”, Uruha mulai iritasi
melihat gurame itu tertawa tanpa dosa di hadapannya, terlebih lagi ia mentertawakannya,
dan dalam keadaan seperti ini!!!
“he?”
“lu selalu bertingkah seakan semua disekitar lu selalu baik-baik
saja! MEMUAKKAN!!!…”, Uruha meninjukan kepalan tangannya ke lantai tepat di
samping kepala Aoi, matanya melebar dari biasanya dan beberapa saat ia menunduk
dengan lemah. Aoi terus menatapnya sampai Uruha beranjak dari tubuhnya dan
berdiri berniat kembali ke kelas tanpa basa-basi lagi dengan Aoi, ada sesuatu
yang terasa begitu sakit yang membuat moodnya benar-benar rusak. Saat Uruha
melangkahkan kakinya untuk langkah pertama tiba-tiba Aoi meraih tangan kanan
Uruha membuat sang paha itu menghentikan langkahnya dengan mata yang sedikit
melebar dan…. wajahnya memucat(=_=)
“ITTEEEEEEEEEEEEEE!!!!!! GURAME BRENGSEK!!”, Uruha menepis tangan
Aoi dengan tangan kirinya lalu segera memegangi pergelangan tangan kanannya
sambil ditiup-tiup. “LU!! Lu sengaja hah?!”, Tanya Uruha nepsong, dan Aoi hanya
tersenyum tipis menjawab pertanyaan Uruha membuat Uruha benar-benar pengan
remukin wajah gurame itu.
Aoi meraih tangan kanan Uruha lalu mengecupnya.
Aaaaaaaaaakkkkk!!!! –Uruha shock
menjerit dalam hati-
“lu gak seharusnya mukulin kepalan tangan lu ke lantai kan? Gue tahu lu cengeng…”
“lu gak seharusnya mukulin kepalan tangan lu ke lantai kan? Gue tahu lu cengeng…”
“A—Apa? Sia—“
“gua bilang ‘begitulah’ bukan berarti benar-benar ‘begitulah’. Gue
pengen lu mengerti tanpa harus gue bilang”
“he?? Lu copas kata-kata gue!!!”, Uruha refleks menjitak kepala Aoi
tanpa perduli suasana.
Urat-urat saraf di jidat Aoi sedikit muncul kepermukaan, disaat dia
mulai ingin berbicara serius si paha itu malah menjitaknya, “aishi—“
JLEGUR!!(?)
“APA???!!!!”
“…..”
“barusan ada petir, gue gak dengar lu ngomong apa?!”
Aoi menghela nafas, disaat terik panas begini bisa-bisanya ada
petir menggelegar.
“ai—“
KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGG!!!!!
“hah?”, Uruha mengernyitkan dahinya.
“hah?”, Uruha mengernyitkan dahinya.
Aoi mengurut-urut jidatnya. Entah kenapa sepertinya bumi tak menerima apa
yang hendak Aoi katakan pada Uruha.
“cih!”, karena mendengar bel masuk sudah berbunyi Uruha segera
berlari pelan menuju tangga dengan mengabaikan Aoi namun entah untuk keberapa
kalinya usahanya untuk meninggalkan atap lagi-lagi gagal.
“gue emang gak ngerti hal yang gak dengan terang lu katakan,
menduga-duga itu ada dua kemungkinan dan gue gak mau membuat kesalahan… itu
juga yang sering lu alamin kan?”, bisik Aoi tepat di telinga sebelah kanan
Uruha yang ia jewer untuk menghentikannya tadi. “jika lu katakan gue bebal dan
gak pengertian… bukankah lu juga sama?”
Uruha menepis tangan Aoi dari telinganya, “Hah??!! atas semua
kekacauan ini lu nyalahin gue?! Lu orang yang begitu Aoi?!”
Aoi tersenyum tipis, “ gue gak bilang ini salah lu kan Uru, hanya
saja… apa kita tidak bisa lebih saling mengerti? Dan bukan hanya mengharapkan
salah satu pihak saja untuk selalu mengerti”
“lu mau ngomong apa sebenarnya hah? jadi lu selalu ngerti dan gue
nggak?!”
Aoi menggelengkan kepalanya, “kita sama-sama tidak pengertian… dan
kita selalu mengharapkan yang lain untuk mengerti. Tapi kupikir kita tidak
pengertian secara tak sadar, tentu saja sebenarnya kita selalu mencoba mengerti
namun seperti yang lu tahu… pada akhirnya kita tetap tidak mengerti”
Uruha cengok, “HAH?? mengerti tidak mengerti tidak mengerti…GUA GAK
NGERTI!!!!”, Uruha nyekik-nyekik Aoi nepsong, “gue gak punya waktu maen puter
kata sama lu”, Uruha ngeloyor.
“puter kata?”, Aoi ngebatin. “gue hanya ingin lu ngerti satu hal, dan dalam keadaan apapun pastikan lu selalu ingat ini, karena sampai kapanpun ini tidak akan pernah berubah”, Aoi mengucapkannya dengan lantang dengan tujuan agar supaya si objek dapat mendengarnya dengan jelas, dan dalam hati Aoi berdoa semoga tidak ada petir nyasar ataupun bel berbunyi sekarang, “Aishiteru”
“puter kata?”, Aoi ngebatin. “gue hanya ingin lu ngerti satu hal, dan dalam keadaan apapun pastikan lu selalu ingat ini, karena sampai kapanpun ini tidak akan pernah berubah”, Aoi mengucapkannya dengan lantang dengan tujuan agar supaya si objek dapat mendengarnya dengan jelas, dan dalam hati Aoi berdoa semoga tidak ada petir nyasar ataupun bel berbunyi sekarang, “Aishiteru”
“……”
“gue sayang lu, gue mohon lu jaga itu dalam ingatan, meski otak lu masih Pentium… gue
pengen lu selalu sadar itu”
“……”
Aoi tersenyum kearah Uruha yang terlihat cukup shock. Ya… Aoi baru
saja mengatakan ‘Aishiteru’ tentu itu bukan kata-kata untuk sekedar main-main.
Biasanya itu dikatakan oleh pasangan yang telah menikah atau pasangan yang
sudah pasti akan menikah dan atau dikatakan seseorang yang benar-benar
mencintai dengan perasaan tulus dan begitu besar juga menunjukan keseriusan
hubungannya dengan pasangannya. Tak heran Uruha cukup terkejut.
“bo-Bohong!! Kalau iya, lu sama sekali gak protes atau minta
balikan lagi sama gue! Yakinin gue! Waktu gue bilang putus..”
Aoi melangkahkan kakinya mendekat kearah Uruha, “ya.. gue hanya gak
cukup percaya diri untuk maksa lu setelah kesalahan apa yang gue buat. Seperti
yang gue bilang, gue juga berusaha buat ngerti jika lu berkata ‘itu’ berarti
itu yang lu mau dan gue berusaha nerima. Tapi seperti yang lu tahu dan sekarang
pun gue tahu kalau ternyata itu salah”
Uruha mengerutkan dahinya. Makhluk berpaha itu masih loading… =_=
maklum Pentium jadul. “kalo gitu kenapa malam itu lu nolak gue, kemarin juga lu
dorong gue, lalu si banci ituuu????“
"dia teman yang berharga... dan lu seseorang yang sangat penting"
"hah? apa itu? gue searasa diselingkuhin...", Uruha mencibir.
"hah? apa itu? gue searasa diselingkuhin...", Uruha mencibir.
PUK!
Aoi menepuk ujung kepala Uruha pelan, “Uruha tolong…. Percayalah”
“ck!”, Uruha memalingkan wajahnya tak kuasa berpandangan mata
dengan Aoi terlalu lama karena Uruha melihat ada keseriusan yang cukup
menggetarkan perasaannya (ayeey!), “baiklah… tapi itu berarti lu gak akan nolak
gue lagi kan?”
“tergantung apa yang lu minta”
“HAH!!!!!”
“hahaha… bercanda”, Aoi
mengusap-usap ujung kepala Uruha lembut, dan kata-kata Aoi membuat wajah Uruha
terlihat lebih bersemangat, “yang benar … adalah tergantung gue siap atau
tidak”, tambah Aoi tersenyum cerah.
Jduk!
Uruha menjitak Aoi tepat di jidatnya, “lu parah!! Kata-kata kayak
gitu tuh udah ketahuan nolaknya… gimana gue mau percaya”, Uruha ngerucut-rucutin
bibirnya tampak dongkol.
“sorry… ehm, Uru?”
“HAH?!”
“apa lu mandang perasaan dari hal seperti itu?”, Aoi gerak-gerakin
kedua telunjuk tangannya berhadapan sambil memicingkan matanya kea rah Uruha.
“bu-Bukan begitu tapi kan—“
“bu-Bukan begitu tapi kan—“
“dua orang yang tidak saling menyukaipun bisa melakukan hal seperti
itu”, potong Aoi datar tanpa dosa.
“maji? EEEEEEEEEEEEHHHH!!!! Lantas kita yang saling menyukai kenapa
gak bisa sedangkan dua orang yang tidak saling menyukaipun bisa melakukannya!!”
“ugh!!”, Aoi berjongkok menunduk sambil menggaruk garukkan
kepalanya frustasi.
“benarkan? Lu parah Gurame! Huh!”
“pikirannya burik! Gak semulus pahanya” Aoi
ngebatin ditangah-tangah kefrustasiannya. Sang gurame itu masih menunduk sambil
berjongkok tak tahu harus bagaimana lagi menjelasakanya, otak Uruha sudah
terlalu banyak terkena virus hingga harus dire-install. Aoi tiba-tiba berdiri
di hadapan Uruha dan Uruha yang merasa ditatap Aoi hanya mengernyitkan dahinya.
“ap—“, Uruha tak menyelesakan kata-katanya saat wajah Aoi tiba-tiba
sudah begitu dekat dengan wajahnya.
“Uru…”, bisik Aoi pelan.
“hh-hee??”, Uruha menahan nafasnya. Wajah Aoi sudah begitu dekat
dengan wajahnya bahkan nafasnya pun dapat ia rasakan.
“izinkan gue lakuin ini,,,”
“…..”, Uruha membisu dua bahasa (Uruha Cuma bisa dua bahasa :
bahasa Jepang dan bahasa tubuh) dalam hati dia berteriak, “LAKUKAN SAJA
GURAME BUWODOH!! Pake minta izin segala!!!” (=_=) itu tanda dia tak sabar dan
menunjukan betapa mulus pahanya (gak ada hubungan!). ya kita tahu kalau apa
yang ada dipikiran Uruha tak semulus pahanya (paha lagi)
Aoi menyentuh bibir Uruha lembut dan didekatkannya bibir guramenya
ke bibir mie kriting itu dan…..
“TADAAAAAAAAAAAAA!!!!!”
JDUAK!
“eh?”, Meev menggaruk garuk pipinya. “apa gue datang disaat yang
tepat?”
“Uugh!!!”, Uruha memegangi jidatnya yang senuts-senut karena tadi mendadak
disundul Aoi;
“U-Uru… lu gak apa-apa?”, Tanya Aoi merasa bersalah sambil ia juga
memeganggi jidatnya. “sorry.. gue refle--Hkkkkk…”, kata-kata Aoi terpotong
karena tangan Uruha keburu mencekiknya tanpa ampun. Ya.. ini bukan pertama kali
Aoi melakukan hal diluar rencana saat ia merasa kaget, dan itu seperti sebuah
penyakit seorang Aoi =_= tampaknya.
~*~T.B.C~*~
Nggak banget dah DX tapi saia pengen cepet2 selesai ini……………!!!!!!!!!!!!
gomen anchur!!! Males baca ulang *takut sama kesalahan sendiri yang begitu
banyak DX*
ano~ ini sambungan yan mana ?
ReplyDeletesaya bingung?