Search + histats

Monday, 6 August 2012

I'm Straight :: Taisetsu na hito 7




author : Rukira Matsunori
rated : semi M
genre : *bingung* gajeromance, school, B.L
Pairing(s) : meevXAoXUru,dkk XD
Chapter : 7 (bener gak? XD males nyari *plak*)
warning : BAHASA ALAY, JIJAY. Err… di sini agak serius tapi tetep dengan bahasanya yang NGGAK BANGET.
note : satu setengah tahun … ya? ada angin apa saia ingin lanjutin ini… meski taka da yang mau baca y owes tak opo2 hha… XD pengen cepet2 selesai =_=”
Length :  18 Pages Word


###

“jadi…. Mau main apa Ao?”

“terserah kau saja!”

“jah! Ao sih selalu begitu, selalu bilang ‘terserah’! memangnya kau tidak bisa memutuskan keinginanmu sendiri?”

“aku sedang gak mood maen game! Terserah saja, kau sendiri yang main”

“apa? Aku mengajakmu kesini kan untuk main game!!”

“tapi aku gak mau ya gak mau!”

“hiiiiiiiiii… dasar gurame!”

Malam 6 tahun yang lalu.

Aku masih mengingatnya dengan jelas, ketika itu hujan gerimis. Seperti biasa dia mengajakku untuk menemaninya bermain game di rumahnya yang besar yang berada tepat di samping rumahku . kami selalu menghabiskan waktu bermain game sampai larut malam di kamarnya, kadang aku menginap di rumah yang hanya di huni oleh ibu dan anak juga beberapa pelayan itu, karena ayah Meev orang sibuk yang hanya beberapa bulan sekali saja pulang ke rumah. Mungkin bisa dikatakan rumah itu sudah seperti rumahku sendiri, karena terlalu sering aku menghabiskan waktu disana hanya untuk menemaninya, setidaknya sampai ibunya pulang, ah tidak tapi ibu tiri Meev pulang. sepertinya dia juga punya kesibukan yang luar biasa di luar sana, hingga jarang sekali bisa menemuinya di rumah untuk waktu-waktu tertentu. yang aku tau dia adalah wanita yang sangat cantik untuk ukuran wanita seusianya, berbeda sekali dengan ibuku.

“eh, apa ini??”

“kau pikir apa?”

“heeeeeeeeeeeeeeeeeeeeee??????!!!!”, aku luar biasa terkejut melihat tampilan yang tiba-tiba muncul di layar televisi. “aa…apa ini?”, aku merasakan keringat dingin di seluruh tubuhku, aku bertanya ‘apa ini?’ padahal aku sudah bisa menebak kaset apa yang Meev masukan tadi dengan melihat tampilan besar di layar tv itu.

“aku pikir kau sudah siap melihatnya…”

“ha??!!”

Meev hanya tersenyum.

Kadang aku merasa dia benar-benar anak yang mengerikan untuk anak seusianya. Semua yang disebut ‘kenakalan’ untuk anak sekolah dasar dia melakukannya. Membuat anak cewek menangis, Bolos sekolah, Merokok, piercing dan ini………. Sekolah dasar? Apa ini pantas disebut kenakalan anak sekolah dasar?!

Dan dia hobi sekali menyatakan cinta pada anak laki-laki, entah siapapun itu saat dia merasa menyukainya maka saat itu juga dia akan menyatakan perasaannya ==; walau tak ada satupun yang menerimanya, tentu saja…. Karena itu terasa mengerikan untuk mereka meraka dengan wajah polos begitu. Aku sendiri kadang merasa risih…. Tapi aku tak bisa menjauhinya.

“…..”

“matamu sampai melotot begitu, haha dasar anak mesum!”

“a-hah??..... Lalu kau yang memberiku tontonan seperti ini itu, apa?”

Aku anak laki-laki yang normal, bahkan amat sangat normal. Tubuhku tak bisa berbohong, aku tak bisa membiarkan televisi itu menyala tanpa ku tonton. Maksudku…. Aku tak bisa mengalihkan pandanganku, meski ada pikiran untuk agar jangan menontonnya karena kalau ibuku tau sudah pasti aku dimarahinya. Tapi sekali lagi aku anak laki-laki yang normal, dan keingin tahuanku mengalahkan ketakutanku.

Oka-san…..gomen ne….

Iieeeeeeeeeeeeeeeeeeee!!!!!!!!!!!!!!

“aku sih keren”

“kau!!!”, aku spontan menjitak ubun-ubunnya membuat dia meringis. Ini pertama kalinya untukku, wajar saja kalau aku sedikit ‘bersemangat?’

 TIDAAAAAAAKKK!!!!

Aku bahkan merasa buruk dengan kata-kataku sendiri. yang tidak wajar itu dia kan? Nonton film begini tapi ekspresinya santai begitu, jadi pertanyaanku adalah..,’sudah seberapa sering dia melihatnya? Diusianya yang baru 12 tahun? Jadi sejak usia berapa dia melihat yang seperti ini???!!!’

“okaerinasai…. Oh nyonya?”

“tidak apa-apa dia hanya mabuk”

Terdengar suara dari arah ruang tamu membuat konsentarasi(?) kami buyar.

“ck! wanita itu pulang”, Meev bergumam

“kalau begitu aku pulang…”, aku segera bangkit berdiri namun tangan Meev menarikku kembali duduk.

“biarkan saja…”

“…..”

Aku kembali bersila duduk di sampingnya, entah kenapa tiba-tiba saja aku merasa nada bicara Meev mendadak dingin, tidak seperti Meev yang biasanya. Atau Cuma perasaanku saja?
Dan suara tadi…. Itu suara laki-laki. Sepertinya ibunya tidak pulang sendiri.

Bruk!!

Aku sedikit tersentak mendengar suara seperti sesuatu yang menghantam dinding tepat di sebelah ruangan kamar dimana aku dan Meev duduk menonton. Yang aku tahu itu adalah kamar ibu tirinya.

“eehh??apa yang--”

“ssssstt!!!”

Meev membekap mulutku, tiba-tiba menarik tanganku mendekati sisi dinding dan berjongkok. “tempelkan telingamu!”, suruhnya.

“ha?”

“tempelkan saja!”

“cih!”, aku mendengus tapi toh aku menurut juga apa yang dikatakannya.

Aku menempelkan telingaku ke dinding, di depanku Meev juga melakukan hal yang sama. Tidak lama kemudian mataku sedikit melebar sementara aku lihat Meev tersenyum padaku mendengar suara-suara ‘aneh’ dari balik dinding sana.

“apa yang….”, tanpa sadar aku bergumam.

Meev terkikik melihat ekspresiku, “kenapa Ao?”

“itu kamar ibumu kan?”, aku masih tak percaya.

“yap!”, dia menjawabnya dengan enteng sekali membuatku mengernyitkan dahi, “ini sudah biasa”

Biasa?

Meev terduduk menerawang dengan bersandar ke tembok, “kau tidak tau kan…. Seperti apa rasanya dibuang ibumu sementara dia lari dengan laki-laki yang tak kau kenal”

“…..”

“melihat istri ayahmu sendiri melakukan hal itu dengan orang lain selain ayahmu di depan matamu, tapi kau tidak bisa berbuat apa-apa karena kau hanya anak kecil yang kata-katanya tak kan dipercaya”

“…..”

“ Aku tau rasanya, dan sering sekali merasakannya”, Meev menoleh kearahku dan tersenyum tipis seperti memaksakan. “wanita itu menakutkan ya?”, gumamnya kembali menerawang dengan pandangan kosong.

alasanku tak bisa membenci orang ini…
aku terlanjur tahu kepedihannya , dalam lingkungan bagaimana dia tumbuh dan dia selalu tanpa segan menceritakan semuanya padaku seakan aku adalah buku diary berjalannya. Dia tidak tahu itu membebaniku,

ya… awalnya….

Entah simpati atau apa, tapi aku merasa bahwa aku adalah satu-satunya orang yang ia percaya dan aku ingin menjaga itu, aku ingin melindunginya… menjadi saudara yang selalu berada di sampingnya.

“hentikan itu! Dasar cengeng!” aku menjitak pelan ujung kepalanya, lalu mengelus rambutnya perlahan sementara mataku berkeliar tak berani menatapnya. Ini pertama kalinya aku memperlakukan dia dengan cukup ‘manis’ dan tentu saja itu membuatku sedikit canggung. Mungkin besok dan seterusnya dia akan mengolok-olokku tapi untuk saat ini aku tak perduli.

“Ao..”

“heeh?!”

“ayo lakukan seperti di film itu!”

“HAAAAAAAAAHH????!! GILA!!!!!”

Tanpa sadar aku berdiri mundur dan sialnya kakiku menginjak sesuatu berbentuk tabung kecil yang entah sejak kapan ada di situ.

Gubrak!

*

“itteeee….”

“…….”

bukan aku yang mengatakan itu!!
aku tidak merengek seperti itu…

“Uru?!”

Aku lihat dia memegangi kepalanya yang (sepertinya) terantuk meja dan terduduk di lantai. Apa yang dia lakukan?

“sudah cukup”

Uruha tiba-tiba menatapku nista dengan penuh kemarahan di sana.  Dan akhirnya aku tersadar dengan apa yang telah aku lakukan baru saja.

Tanganku mendorongnya…. MENDORONGNYA?????!!!!)@0@(

BRAK!!!!

Aku menelan ludahku paksa melihatnya menendang meja, itu pasti sakit sekali.

“APA YANG LU LIHAT HAH??!”

“aa---ma…maafkan saya tuan muda”

“PERGI SANA!!!”

“ha—haiiiii”

Yusa ngibrit beserta tempat sampah yang dibawanya setelah diusir Uruha. Sepertinya dia benar-benar marah, dan aku yang telah membuatnya seperti itu, ah tidak! Tanganku yang salah karena telah mendorongnya.

Aku benar-benar tak sadar…. Sampai tadi ingatanku seperti ditarik ke masa lalu dan tiba-tiba saja dia sudah tersungkur di lantai.
Aku berdiri menghampirinya, pundaknya kelihatan sedikit gemetar, mungkinkah karena menahan amarah?  Yang jelas bukan karena kakinya kesemutan hasil menendang meja tadi kan?

“Aoi kusso..”, ucapnya pelan, kalau aku tidak punya pendengaran yang bagus mungkin aku tak bisa mendengarnya.

“Uruha—“

“ditolak dua kali itu menyedihkan!”

Maaf..

“aah… salah gue sih  ya”, dia menjatuhkan tubuhnya di atas sofa bersandar dengan santai dengan kancing kancing kemeja itu yang sedikit terbuka, bibirnya sedikit mengembang menatap langit-langit rumahnya. Tidak berapa lama kemudian tatapannya mengarah padaku dan senyumnya pudar. Dia mengubah posisi duduknya, menumpangkan satu kaki pada kaki yang lain dan berpangku tangan. Khas tuan muda  arogan yang membuatnya tidak terlihat manis sama sekali. “gue udah gak menarik lagi ya…?”

Aku hanya tersenyum dengan pertanyaannya, dalam hati aku terkikik geli. Pertanyaan ibu-ibu depresi seperti itu memang khas Uruha sekali.

“gue jadi pengen tau apa yang ada dipikiran lu saat bersama gue”, kata-katanya membuyarkan pikiran-pikiran gak pentingku tentangnya, “tadi juga pikiran lu gak di sini kan? Apa kabur ke si banci itu?”

Tepat!....
Dan aku menyesalinya Uruha.

“pulang sana! gue lagi gak mau liat muka lu sekarang”, ujarnya santai. Sejak dulu aku suka sekali saat dia marah, tapi marah yang seperti apa yang kusukai bukan seperti ini. Perasaanku sedikit… kecewa walau aku sadar aku yang telah membuatnya seperti itu.
“aku mengerti”

BLETAK!!!!

“ughhh… ITTEEEEEE!!!!!!!”, Uruhaku meringis memegang kepalanya. Sepertinya itu baru saja terjadi beberapa saat yang lalu =.=

“kata-katamu kasar sekali Uruha!! Daddy tidak pernah mengajarkanmu cara bicara yang seperti itu”

“aa.. dad—“

“ayo minta maaf pada Aoi!!”

“ha? daddy tidak tau apa-apa kenapa…”

“Daddy yang mengundang Aoi untuk bermalam di sini jadi yang berhak mengusirnya juga daddy! Sekarang ayo minta maaf!”

“Kenapa aku???”

Aku hanya diam melihat perdebatan anak dan ayah yang sama-sama cantik itu, suatu keberuntungan bisa melihat dua makhluk seperti mereka berdebat, dalam keadaan bagaimanapun yang namanya makhluk indah itu tetep saja indah ya?
dan Uruhaku beberapa kali mengembungkan pipinya dan cemberut tak menerima perkataan Hizaki-sama untuk meminta maaf padaku, itu yang kusuka. Uruhaku sungguh manis…. dan aku yakin tanpa sadar bibirku sudah melebar sejak tadi, makanya ‘dia’ mengernyitkan dahi saat bertemu pandang denganku.

“etto~ kalau begitu saya permisi..”

“lho? Aoi mau pulang? Uruha!! Ayo minta maaf!!”

“ah tidak apa-apa!  Itu bukan salah Uru, ibu saya meminta saya harus pulang hari ini”

“hontou?”

“iya, sebelumnya saya berterima kasih atas ajakannya menginap disini”, aku tersenyum

“hn~ tapi kata-kata Uruha yang tadi jangan diambil hati ya Aoi-chan, dia memang manja dan kekanak-kanakan”, Hizaki sama mendekatkan wajahnya ketelingaku, “aku tidak tau apa yang terjadi dengan kalian tapi begitu-begitu tiap malam dia menangis teriak-teriak ‘AOIII-AOIII’ ”, aku spontan menutup telingaku.

“HAH??!! AKU TIDAK BEGITU!!!”

“tidak begitu apa? Memangnya kau mendengar  bisikan daddy pada Aoi?”

“tentu saja! Itu bukan berbisik tapi berisik kan?”

“ Ya sudah kalau begitu Aoi, hati hati di  jalan ya…”, dengan mengabaikan Uruha, Hizaki-sama menepuk nepuk lengan atasku sambil tersenyum, cantik sekali orang ini… sesaat aku berpikir  tidak apa-apa menjadi ibu tiri Uruha?
Konyol, apa yang kupikirkan disaat seperti ini.

“arigatou…”, aku sedikit membungkukan badan beberapa saat dan mengangkatnya lalu tersenyum kearah Uruha yang masih saja menatapku sinis, aku tau dia masih marah. “kalau begitu saya permisi”



***

Uruha menjatuhkan tubuhnya di atas tempat tidur king size-nya. Matanya berkedip-kedip dengan irama lambat menatap langit-langit kamarnya. Ia mengepal satu tangannya menghentak-hentakannya ke tempat tidur, “brengsek! Aoi brengsek! Argh!”, kemudian ia menutupi wajahnya dengan bantal.

“saat gue menyuruhnya pergi lantas dia pikir gue benar-benar ingin dia pergi? Dasar baka!!! KUSSOOO!!!”, Uruha berteriak dengan buntelan bantal menutupi wajahnya. Uruha sangat kecewa dengan ketidak pengertian Aoi.

Uruha mendudukan dirinya di atas tempat tidur, melirik kalender kecil di meja samping tempat tidurnya di mana ada satu tanggal yang ia bulati merah di sana (bukan bulati tapi love-i). Matanya menatap tanggal itu dalam beberapa saat sampai akhirnya tubuhnya ambruk di atas tempat tidur dan ngorok dengan sangat indahnya.


***


Keesokan harinya Uruha harus bertemu lagi dengan Aoi, tentu saja karena mereka satu sekolah satu kelas dan parahnya satu bangku pula. Yang membuat Uru jengkel Aoi selalu dan selalu saja bersikap seperti biasa seakan tidak pernah terjadi apa-apa, seakan tidak ada rasa bersalah sama sekali. Dan mereka tidak saling bicara sampai waktu istirahat tiba. Uruha sudah bertekad tidak mau bicara dengan Aoi sampai dia minta maaf.

Saat tengah terjadi perang dingin sengit diantara bebek dan gurame itu, tanpa di duga-duga Reita tiba-tiba datang ke kelas mereka lalu menarik Uruha dan Aoi untuk ke kantin. Entah mimpi apa Uruha semalam, di kantin sana Uruha melihat Ruki, Kai, Tora bahkan Saga tengah duduk menunggu dengan masing-masing semangkuk ramen di meja di hadapan mereka. Reita segera mendorong Uruha dan Aoi untuk duduk di bangku yang telah disediakan dan dengan wajah berseri-seri mengumumkan kalau hari ini dia mentraktir mereka ramen sebagai bentuk kebahagiaannya karena telah resmi berpacaran dengan Ruki. Mendengar itu tentu saja Uruha tak tinggal diam, tapi itu bukan berarti Uruha tak setuju mereka pacaran, hanya Uruha merasa terlalu dini harus menyerahkan Ruki anak kesayangannya itu pada orang lain, apalagi orang itu adalah si noseband itu.

“kenapa wajah lu kusut begitu? Masih tak menerima Ruki sekarang pacar Reita?”, tanya Aoi tiba-tiba saat dia dan Uruha tengah berjalan di koridor sekolah untuk kembali ke kelas.

Uruha mendelik mendengar kata-kata Aoi. Sedangkan Aoi hanya tertawa kecil, “gue gak heran, mereka memang saling memperhatikan selama ini. tapi lu  pasti gak rela Ruki-lu sekarang udah dimiliki orang lain he?”

Uruha menghentikan langkahnya membuat Aoi yang berjalan di sampingnya juga ikut berhenti. Uruha menoleh ke arah Aoi dengan tampang frustasi, “lu… benar-benar bebal Awo”, lalu Uruha berjalan cepat meninggalkan Aoi. Beberapa saat Aoi mengernyitkan dahinya mencerna kata-kata Uruha, kemudian segera mengikuti langkah cepat Uruha. Meraih lengannya namun Uruha segera menepis tangan Aoi kasar.  “yang menuhin pikiran gue itu lu, tapi lu dengan santainya mikir gitu tentang gue ha? lu anggap gue ini apa?”, Uruha menepuk-nepuk dada kiri Aoi.

“gue nganggep lu manusia kok”, Aoi bicara dengan tampang serius.

“brengsek!”, Uruha mengumpat kesal. Lalu ia segera kembali berjalan meninggalkan Aoi. Tuan gurame itu benar-benar telah membuat Uruha kecewa, dia hanya menganggap kata-kata Uruha tidak lebih hanya sebagai lelucon yang menurutnya lucu. Aoi tersenyum tipis sebelum akhirnya kembali mengejar Uruha.

“Uru..”, panggil Aoi

Uruha tak menjawab. Mukanya benar-benar masam membuat orang-orang yang lewat berpapasan dengannya mengernyitkan dahi.

“Uru”, Aoi menarik rambut bagian belakang Uruha, sontak membuat Uruha yang sedang kesal jadi ngamuk. Karena tak enak di lihat orang-orang yang lalu lalang di koridor, Aoi segera menarik Uruha ke tempat yang lebih sepi agar Uruha bisa leluasa mengeluarkan amukannya.

“lu apa-apaan si hah? Aoi brengsek! Kusso! Bebal! Dower! Jelek! Bau kaki –bau ketek”, Uruha terus mengata-ngatai Aoi yang tiba-tiba menarik tangannya membawanya (menyeretnya ==) menaiki tangga menuju atap sekolah. “ngapain lu bawa gue ke sini si? Hah??!!”

Aoi berhenti mendadak membuat Uruha yang di tariknya di belakang menabrak tubuhnya, “ugh! GURAMEEE—“, suara cempreng Uruha tiba-tiba lenyap seperti di telan udara saat Aoi membekap mulut Uruha dengan bibirnya.

“sorry gue bebal”

“he?aa---“, Uruha mendadak salah tingkah. “lu emang bebal”, Uruha mengembungkan kedua pipinya menyembunyikan rasa gugupnya.

“gue hanya berpikir lu udah nyerah soal gue. Gue udah buat lu terlalu muak?”

“aa—“

“jadi kita gak putus?” , Tanya Aoi membuat Uruha melongo.

Pu—PUTUS??

Benar juga. status mereka sekarang  ini adalah pasangan yang baru putus, berarti mereka tidak punya ikatan dan Uruha seharusnya tak punya hak marah-marah seperti tadi.

“ternyata lu seneng menuhin pikiran lu tentang gue”, aoi tersenyum jahil.

“he? Itu—bukan begitu, maksud gue tadi—“, Uruha gelagapan, Aoi yang menyadari kegugupan Uruha semakin melebarkan senyum guramenya. “APA??!!”, Uruha mendorong wajah Aoi dengan telapak tangannya, kesal dengan senyuman aneh tuan gurame itu.
Bibir Aoi semakin melebar, ia segera menangkap pergelangan tangan yang hampir ditarik kembali pemiliknya itu dari wajahnya.

“dapat!”, seru Aoi seraya menarik tangan itu hingga tubuh pemiliknya ikut tertarik mendekati tubuhnya.

“ha—?“

Aoi melingkarkan sebelah tangannya di pinggang Uruha sementara tangan satunya masih erat memegangi pergelangan tangan Uruha di atas pundaknya.

“senyum~”, goda Aoi sambil tersenyum memiringkan kepalanya membuat wajah Uruha mendadak panas dingin. Spontan Uruha menjambak-jambak rambut sebelah kanan Aoi hingga kepalanya semakin miring ke samping, tidak ada niat  jahat. Uruha hanya tidak tahu harus bersikap dan berwajah seperti apa di saat ia sedang gugup…==”

“lepas! Gue mau kembali ke kelas…”, suruh Uruha sambil berusaha melepasakan tangan Aoi yang melingkar di pinggangnya. Namun Uruha tak mendapatkan apa yang dimintanya, Aoi malah semakin membuat tubuh Uruha menempel ke tubuhnya. “Hei.. lu kenapa tiba-tiba—“, suara Uruha mendadak lenyap saat ia merasakan kening Aoi menumpu di sebelah bahunya, “a-apa? lu kenapa?”

“harum..”

“hah?”

“tubuh lu harum..”

“…..”

“…..”

Hieeeeeeeeeeeeeeeee!!!!! –jeritan hati Uruha-

“ke—lu apa-apaan si hah? tiba-tiba ngomentarin hal gak penting”, omel Uruha sambil memalingkan wajahnya berlawanan arah dimana Aoi menumpukan kepala di bahunya.

Aoi mengangkat kepalanya mencoba menengok wajah Uruha, “ada yang ingin lu sampaikan?”

“ha?”

Aoi tersenyum tipis perlahan melepaskan tubuh Uruha, “sorry….begini… Uruha, gue gak maksud maksa lu buat ‘kita kembali’, jika lu gak senang dengan itu—“

Uruha mendorong tubuh Aoi refleks, “BERHENTI BERSIKAP SOK NAIF!!!!”, bentak Uruha tiba-tiba membuat Aoi membatu. “lu…..lu jelas-jelas tau apa yang ada di pikiran gue! Tapi lu selalu dan selalu maksa gue buat terang-terangan!”

“……….he?”

“saat gue nyuruh lu pergi bukan berarti gue pengen lu bener-bener pergi. gue pengen lu ngerti Aoi… tanpa harus gue bilang”

“…..”

“saat gue bilang kita putus, gak ada penolakan sama sekali…lu sengaja mau bikin gue stress? lu sebenernya punya perasaan itu gak sama gue, hah?”

Aoi tersenyum kecil dengan pertanyaan Uruha, “keliatannya?”

“nggak!”, jawab Uruha ketus.

Aoi mendadak tertawa keras membuat Uruha mengernyitkan dahinya, “begitulah~”, ucap Aoi datar. Dan seketika itu juga saraf-saraf di wajah Uruha mengencang, Aoi masih dengan wajah tanpa dosanya hanya memandang Uruha dengan datar-datar saja, membuat Uruha semakin naik darah.

“begitu? baguslah, sekarang gue tau perasaan lu yang sebenarnya… thanks”, Uruha menepuk dada kiri Aoi pelan dan meski ia menyembunyikan perasaannya dengan berpura-pura menerima begitu saja kata-kata Aoi tapi wajahnya tak bisa berbohong kalau ia benar-benar depresi. “gue ke kelas..”, Uruha berjalan menjauhi Aoi berusaha berjalan sewajar mungkin, ia tak mau lari dan menangis seperti seorang gadis yang baru ditolak cintanya seperti di shitnetron-shitnetron yang sering ia tonton, itu sangat tidak wajar dilakukan seorang laki-laki, sejak kecil yang selalu ia yakini bahwa hanya dua hal yang membuat seorang laki-laki boleh menangis adalah ketika orang tuanya meninggal dan ketika ia mendapat tendangan diantara kedua selangkangannya ( =”= apa yang makhluk itu pikirkan disaat seperti ini?!) yang pasti ia tak akan melakukan hal tidak elit macam itu……………………………………Tapi si paha itu melakukannya juga (T_T)

Tap…

Tap…

Tap…

Tap…

“Uruha..!!”

PUKKK!!!

“BERANI SEKALI LU NYENTUH GUE!!!”

Aoi sedikit terkejut saat Uruha menepis tangannya yang berusaha menghentikannya, tapi…

“GUE ORANG YANG LU BENCI HAH??!!”

Yang membuat Aoi lebih terkejut adalah air yang ada di pelupuk mata Uruha. Ya… meski itu Cuma dikiiiit. “he???”

 “SENTUH SAJA SI BANCI YANG LU CINTAI ITU SESUKA LU!!!”

“…..”

“Kuso!”, dengus Uruha, ia kembali berjalan meninggalkan Aoi dengan langkah cepat namun belum sampai lima langkah kakinya berjalan sesuatu menghentikannya.

BRUGH!


“….”

“….”


Aoi berjalan menghampiri Uruha lalu berjongkok tepat di depan laki-laki cantiknya yang sedang tengkurap di lantai, “apa yang lu lakukan Uruha?”

“be—BRENGSEK!!!”

KLONTANG…!!

“KENAPA ADA KALENG MINUMAN BRENGSEK ITU DI JALAN GUE!!! MURID-MURID GAK BERTANGGUNG JAWAB!!! BUANG SAMPAH KE TEMPATNYA WOI..!!!”

Aoi hanya menatap mantan kekasihnya itu uring-uringan gaje di depannya, wajah datarnya perlahan melembut dan ia tersenyum,

“MUAAAAAAAHAHAHHAHAH….”

Tersenyum? (T_T)

“MUAHAHHAAHAA…HAHAHAHAAHAA…”

“….”

Dan akhirnya Aoi tak bisa lagi menahannya, melihat Uruhanya terpeleset dan ambruk tengkurap di depan matanya, seperti kebahagian mendadak datang menghampirinya di saat seperti ini?, ya.. Aoi menyebut hal yang membuatnya tertawa sampai terbahak begini adalah sebuah kebahagian. Mengingat jarang sekali ia tertawa lepas, Dan itu hanya datang dari Uruha.

“…..”

“HAHAHAHAHAH....HKKKKKKKKK!!!!”

BRUK!!

Uruha tiba-tiba mencekik-cekik leher Aoi saat ia sedang enjoy(=_=) dengan aktivitas tertawanya. Dan sebuah dorongan kuat membuat tubuh Aoi berakhir ditunggangi Uruha (mohon maaf untuk bahasa yag tidak bijaksana m(_ _)m *ditajong*)

“coba tertawa lagi dan gue rape lu di sini!!!”, Uruha mulai iritasi melihat gurame itu tertawa tanpa dosa di hadapannya, terlebih lagi ia mentertawakannya, dan dalam keadaan seperti ini!!! 

“he?”

“lu selalu bertingkah seakan semua disekitar lu selalu baik-baik saja! MEMUAKKAN!!!…”, Uruha meninjukan kepalan tangannya ke lantai tepat di samping kepala Aoi, matanya melebar dari biasanya dan beberapa saat ia menunduk dengan lemah. Aoi terus menatapnya sampai Uruha beranjak dari tubuhnya dan berdiri berniat kembali ke kelas tanpa basa-basi lagi dengan Aoi, ada sesuatu yang terasa begitu sakit yang membuat moodnya benar-benar rusak. Saat Uruha melangkahkan kakinya untuk langkah pertama tiba-tiba Aoi meraih tangan kanan Uruha membuat sang paha itu menghentikan langkahnya dengan mata yang sedikit melebar dan…. wajahnya memucat(=_=)

“ITTEEEEEEEEEEEEEE!!!!!! GURAME BRENGSEK!!”, Uruha menepis tangan Aoi dengan tangan kirinya lalu segera memegangi pergelangan tangan kanannya sambil ditiup-tiup. “LU!! Lu sengaja hah?!”, Tanya Uruha nepsong, dan Aoi hanya tersenyum tipis menjawab pertanyaan Uruha membuat Uruha benar-benar pengan remukin wajah gurame itu.

Aoi meraih tangan kanan Uruha lalu mengecupnya.

Aaaaaaaaaakkkkk!!!! –Uruha shock menjerit dalam hati-

“lu gak seharusnya mukulin kepalan tangan lu ke lantai kan? Gue tahu lu cengeng…”

“A—Apa? Sia—“

“gua bilang ‘begitulah’ bukan berarti benar-benar ‘begitulah’. Gue pengen lu mengerti tanpa harus gue bilang”

“he?? Lu copas kata-kata gue!!!”, Uruha refleks menjitak kepala Aoi tanpa perduli suasana.

Urat-urat saraf di jidat Aoi sedikit muncul kepermukaan, disaat dia mulai ingin berbicara serius si paha itu malah menjitaknya, “aishi—“

JLEGUR!!(?)










“APA???!!!!”

“…..”

“barusan ada petir, gue gak dengar lu ngomong apa?!”

Aoi menghela nafas, disaat terik panas begini bisa-bisanya ada petir menggelegar.

“ai—“

KRIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIIINGGGGG!!!!!

“hah?”, Uruha mengernyitkan dahinya.

Aoi mengurut-urut jidatnya.  Entah kenapa sepertinya bumi tak menerima apa yang hendak Aoi katakan pada Uruha.

“cih!”, karena mendengar bel masuk sudah berbunyi Uruha segera berlari pelan menuju tangga dengan mengabaikan Aoi namun entah untuk keberapa kalinya usahanya untuk meninggalkan atap lagi-lagi gagal.

“gue emang gak ngerti hal yang gak dengan terang lu katakan, menduga-duga itu ada dua kemungkinan dan gue gak mau membuat kesalahan… itu juga yang sering lu alamin kan?”, bisik Aoi tepat di telinga sebelah kanan Uruha yang ia jewer untuk menghentikannya tadi. “jika lu katakan gue bebal dan gak pengertian… bukankah lu juga sama?”

Uruha menepis tangan Aoi dari telinganya, “Hah??!! atas semua kekacauan ini lu nyalahin gue?! Lu orang yang begitu Aoi?!”

Aoi tersenyum tipis, “ gue gak bilang ini salah lu kan Uru, hanya saja… apa kita tidak bisa lebih saling mengerti? Dan bukan hanya mengharapkan salah satu pihak saja untuk selalu mengerti”

“lu mau ngomong apa sebenarnya hah? jadi lu selalu ngerti dan gue nggak?!”

Aoi menggelengkan kepalanya, “kita sama-sama tidak pengertian… dan kita selalu mengharapkan yang lain untuk mengerti. Tapi kupikir kita tidak pengertian secara tak sadar, tentu saja sebenarnya kita selalu mencoba mengerti namun seperti yang lu tahu… pada akhirnya kita tetap tidak mengerti”

Uruha cengok, “HAH?? mengerti tidak mengerti tidak mengerti…GUA GAK NGERTI!!!!”, Uruha nyekik-nyekik Aoi nepsong, “gue gak punya waktu maen puter kata sama lu”, Uruha ngeloyor.

“puter kata?”, Aoi ngebatin. “gue hanya ingin lu ngerti satu hal, dan dalam keadaan apapun pastikan lu selalu ingat ini, karena sampai kapanpun ini tidak akan pernah berubah”, Aoi mengucapkannya dengan lantang dengan tujuan agar supaya si objek dapat mendengarnya dengan jelas, dan dalam hati Aoi berdoa semoga tidak ada petir nyasar ataupun bel berbunyi sekarang, “Aishiteru”

“……”

“gue sayang lu, gue mohon lu jaga itu dalam  ingatan, meski otak lu masih Pentium… gue pengen lu selalu sadar itu”

“……”

Aoi tersenyum kearah Uruha yang terlihat cukup shock. Ya… Aoi baru saja mengatakan ‘Aishiteru’ tentu itu bukan kata-kata untuk sekedar main-main. Biasanya itu dikatakan oleh pasangan yang telah menikah atau pasangan yang sudah pasti akan menikah dan atau dikatakan seseorang yang benar-benar mencintai dengan perasaan tulus dan begitu besar juga menunjukan keseriusan hubungannya dengan pasangannya. Tak heran Uruha cukup terkejut.

“bo-Bohong!! Kalau iya, lu sama sekali gak protes atau minta balikan lagi sama gue! Yakinin gue! Waktu gue bilang putus..”

Aoi melangkahkan kakinya mendekat kearah Uruha, “ya.. gue hanya gak cukup percaya diri untuk maksa lu setelah kesalahan apa yang gue buat. Seperti yang gue bilang, gue juga berusaha buat ngerti jika lu berkata ‘itu’ berarti itu yang lu mau dan gue berusaha nerima. Tapi seperti yang lu tahu dan sekarang pun gue tahu kalau ternyata itu salah”

Uruha mengerutkan dahinya. Makhluk berpaha itu masih loading… =_= maklum Pentium jadul. “kalo gitu kenapa malam itu lu nolak gue, kemarin juga lu dorong gue, lalu si banci ituuu????“

"dia teman yang berharga... dan lu seseorang yang sangat penting"

"hah? apa itu? gue searasa diselingkuhin...", Uruha mencibir.

PUK!

Aoi menepuk ujung kepala Uruha pelan, “Uruha tolong…. Percayalah”

“ck!”, Uruha memalingkan wajahnya tak kuasa berpandangan mata dengan Aoi terlalu lama karena Uruha melihat ada keseriusan yang cukup menggetarkan perasaannya (ayeey!), “baiklah… tapi itu berarti lu gak akan nolak gue lagi kan?”

“tergantung apa yang lu minta”

“HAH!!!!!”

“hahaha… bercanda”,  Aoi mengusap-usap ujung kepala Uruha lembut, dan kata-kata Aoi membuat wajah Uruha terlihat lebih bersemangat, “yang benar … adalah tergantung gue siap atau tidak”, tambah Aoi tersenyum cerah.

Jduk!

Uruha menjitak Aoi tepat di jidatnya, “lu parah!! Kata-kata kayak gitu tuh udah ketahuan nolaknya… gimana gue mau percaya”, Uruha ngerucut-rucutin bibirnya tampak dongkol.

“sorry… ehm, Uru?”

“HAH?!”

“apa lu mandang perasaan dari hal seperti itu?”, Aoi gerak-gerakin kedua telunjuk tangannya berhadapan sambil memicingkan matanya kea rah Uruha.

“bu-Bukan begitu tapi kan—“

“dua orang yang tidak saling menyukaipun bisa melakukan hal seperti itu”, potong Aoi datar tanpa dosa.

“maji? EEEEEEEEEEEEHHHH!!!! Lantas kita yang saling menyukai kenapa gak bisa sedangkan dua orang yang tidak saling menyukaipun bisa melakukannya!!”

“ugh!!”, Aoi berjongkok menunduk sambil menggaruk garukkan kepalanya frustasi.

“benarkan? Lu parah Gurame! Huh!”

“pikirannya burik! Gak semulus pahanya” Aoi ngebatin ditangah-tangah kefrustasiannya. Sang gurame itu masih menunduk sambil berjongkok tak tahu harus bagaimana lagi menjelasakanya, otak Uruha sudah terlalu banyak terkena virus hingga harus dire-install. Aoi tiba-tiba berdiri di hadapan Uruha dan Uruha yang merasa ditatap Aoi hanya mengernyitkan dahinya.

“ap—“, Uruha tak menyelesakan kata-katanya saat wajah Aoi tiba-tiba sudah begitu dekat dengan wajahnya.

“Uru…”, bisik Aoi pelan.

“hh-hee??”, Uruha menahan nafasnya. Wajah Aoi sudah begitu dekat dengan wajahnya bahkan nafasnya pun dapat ia rasakan.

“izinkan gue lakuin ini,,,”

“…..”, Uruha membisu dua bahasa (Uruha Cuma bisa dua bahasa : bahasa Jepang dan bahasa tubuh) dalam hati dia berteriak, “LAKUKAN SAJA GURAME BUWODOH!! Pake minta izin segala!!!” (=_=) itu tanda dia tak sabar dan menunjukan betapa mulus pahanya (gak ada hubungan!). ya kita tahu kalau apa yang ada dipikiran Uruha tak semulus pahanya (paha lagi)

Aoi menyentuh bibir Uruha lembut dan didekatkannya bibir guramenya ke bibir mie kriting itu dan…..


“TADAAAAAAAAAAAAA!!!!!”

JDUAK!

“eh?”, Meev menggaruk garuk pipinya. “apa gue datang disaat yang tepat?”

“Uugh!!!”, Uruha memegangi jidatnya yang senuts-senut karena tadi mendadak disundul Aoi;

“U-Uru… lu gak apa-apa?”, Tanya Aoi merasa bersalah sambil ia juga memeganggi jidatnya. “sorry.. gue refle--Hkkkkk…”, kata-kata Aoi terpotong karena tangan Uruha keburu mencekiknya tanpa ampun. Ya.. ini bukan pertama kali Aoi melakukan hal diluar rencana saat ia merasa kaget, dan itu seperti sebuah penyakit seorang Aoi =_= tampaknya.



~*~T.B.C~*~

Nggak banget dah DX tapi saia pengen cepet2 selesai ini……………!!!!!!!!!!!! gomen anchur!!! Males baca ulang *takut sama kesalahan sendiri yang begitu banyak DX*



1 comment: