Search + histats

Monday, 27 August 2012

LOVE:EXP #1



Author : RuKira Matsunori
Rated : T (untuk chapter ini) *BUAGH!!*
Genre : AU/ BL/ Romance/ School life
Pairing : ToGa aka ToSa aka ToraXSaga <3 br="br"> Fandom : Alicenine dkk (gyaahaha)
Chapter :  1
Note : (-/\-) semoga minna yang udah minta tag kemarin gak nyesel pas udah baca ini… hiks!!!!
Length : 12 Pages (MS.Word) 3015 words.



LOVE:EXP


;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;


Tap..

Tap..

Tap...

Suara langkah kaki yang menaiki anak tangga terdengar semakin mendekat.
“senpai—“

BRUGH!!

Aku menoleh ke arah suara yang cukup mengganggu dari arah pintu masuk tangga, “kau menginjak tali sepatumu lagi Pon”

“ugh! Argh”, dia membangunkan tubuhnya dari lantai dan segera membenarkan tali sepatunya lalu berlari kearahku setelah sebelumnya memungut kembali sekantong cemilan yang dibawanya dari lantai. Dia adalah Hiroto, seorang adik kelas yang sering sekali memaksa untuk ikut serta dalam setiap kegiatanku dan Takashi. Termasuk membooking atap sekolah untuk tempat kami menghabiskan waktu jam istirahat. Tak ada seorang muridpun yang berani mendatangi tempat ini selama jam istirahat, karena mereka tak ingin mengganggu kami, lebih tepatnya tak ingin terlibat urusan dengan kami. Terutama dengan orang yang kini sedang tiduran di sampingku.

“ARGH!!!”, Takashi tiba-tiba menggeram  sambil membalik posisi tubuhnya di sampingku, membuat Hiroto sedikit terkejut.

“ada apa dengannya?”, Tanya Hiroto menatapku.

“mmm~”, aku menyeruput susu kedelaiku lalu tersenyum pada Hiroto.

“ha? aku tidak mendapatkan jawaban dengan kau tersenyum seperti itu!”

“setidaknya kau mendapat pengetahuan kalau senyumku manis”

“aku tidak perlu pengetahuan seperti itu”

“hoo…ya?”, aku sedikit mencolek dagu anak ‘kecil’ itu. aku dan Takashi suka sekali menggodanya.

“Hentikan pembicaraan gak mutu kalian..”, Takashi tiba-tiba terbangun lalu mengambil paksa sekantong cemilan ditangan Hiroto, beberapa saat mereka seperti berebut kantong cemilan namun sekali deathglare-an dari Takashi membuat Hiroto menyerah dan satu jitakan di ubun-ubunnya mengakhiri perang kecil diantara mereka. Takashi lalu kembali tiduran di sampingku, membelakangiku.

Ya…Tapi cara kami berbeda.

“kenapa selalu aku yang mendapat jitakan?”, gerutu Hiroto sambil mengusap-usap kepalanya.

“karena kau kecil?”

“apa hubungannya?”

“berisik kalian!!”

Aku hanya tertawa kecil sambil kembali menyeruput susu kedelaiku.

Ini adalah bagaimana keseharian kami menghabiskan waktu di atap sekolah ini. kami dikenal sebagai  murid yang perlu perhatian lebih dari pihak sekolah, ada juga yang mengatakan kami murid yag berbahaya. Tapi aku merasa keadaanku biasa saja seperti yang lainnya, bahkan kami sering melakukan hal-hal konyol, tapi yang mereka tahu hanya tentang semua keburukan  kami, meski begitu aku tak keberatan. 

Kami mengalahkan gang-gang sekolah-sekolah lain, dan beberapa lawan yang kami kalahkan menjadi teman (lebih tepatnya mereka menawarkan diri untuk menjadi pengikut), banyak orang yang dengan bangga menyebut dirinya sebagai teman kami di luar sana. bahkan Hiroto sebelumnya menyatakan dirinya sebagai rival Takashi namun sekarang ia berakhir dengan… selalu mengikuti kami keemanapun. Itu semua karena Takashi. 

“jadi.. ada apa dengannya?”, Tanya Hiroto sekali lagi dengan suara pelan sambil menunjuk orang di sampingku.

“…..”


Flashback::.


SREG!

Semua mata yang sebelumnya tertuju kearah papan tulis dimana sang murid pindahan berdiri, sekarang keadaan itu beralih  ke arah sampingnya dimana satu-satunya murid yang disangka absen di hari pertamanya di kelas tiga ini menampakkan dirinya di pintu masuk kelas.

“kau?...Sakamoto?”, Tanya Kaya sensei.

aku lihat Takashi terdiam diposisinya semula terlihat cukup terkejut tak menjawab ataupun menganggukan kepalanya atas pertanyaan wali kelas baru kami. Seperti yang kuduga… pasti begitu.

“apa saja yang kau lakukan? Setelah semua teman-temanmu selesai memperkenalkan diri, kau baru menampakkan dirimu di sini?”, Kaya sensei terlihat sedikit jengkel dengan baru datangnya Takashi. “karena ini hari pertamamu di kelas ini aku mencoba untuk tidak mempermasalahkan ini jadi sekarang giliranmu memperkenalkan diri pada teman-teman barumu, silahkan ber—Sakamoto?”, Kaya sensei menaikan sebelah alisnya karena sebanyak ia mengeluarkan kata-katanya, ia sama sekali tak mendapat perhatian dari Takashi. Takashi hanya terus menatap murid pindahan yang baru saja memperkenalkan diri yang berdiri tepat beberapa langkah di depannya.

terlihat murid pindahan bernama Amano itu sedikit risih ditatap begitu intens sedari tadi oleh Takashi, “ya? ada yang salah dengan—“

GRET!

“eee!! Hei, Sakamoto apa yang kau lakukan?!”, Kaya sensei sedikit terkejut tiba-tiba Takashi menghampiri murid pindahan itu lalu menggamit kerah seragamnya.

“KAU!!”


.::End of Flashback


“Amano..Shinji?!”

“yep!”

“siapa itu?”, Hiroto terlihat kebingungan.

Ah… ya, hanya aku yang tahu tentang orang itu.

“hm.. kalau boleh kukatakan dia itu… bisa dikatakan orang yang paling ingin Takashi lihat penderitaannya haha…”, aku tertawa garing tapi Hiroto terlihat antusias mendengar kata-kataku.

“maksudmu dia musuh terbesar Saga-senpai?!”

“err~ semacam itu…”, mengingat Takashi tidak pernah benar-benar menganggap serius setiap orang yang datang padanya dan mengaku sebagai rivalnya meski ia tidak pernah menolak jika mendapat tantangan. Baginya yang benar-benar ia anggap sebagai kemenangannya hanyalah ketika ia bisa membuat orang itu berlutut di kakinya.

“aku pikir Takashi membenciku”

“tidak ada orang yang kubenci selain orang itu”

Aku mengenal  Takashi sejak berada di sekolah dasar, meski kami tak akrab saat itu…


 “bagaimana bisa dia pindah ke sekolah ini??”

“benar….dari begitu banyak sekolah SMU di Tokyo ini kenapa dia bisa terdampar di sekolah yang hanya menyandang reputasi jelek ini, aku heran…haha”, aku memutar bola mataku ke arahnya yang hanya tiduran sedari tadi.

“ah! Itu pasti karena mereka berjodoh!”

aku hampir saja tersedak mendengar kata-kata asal Hiroto. “apa?”

“mereka berjodoh sebagai musuh, ini adalah takdir bahwa Saga-senpai harus bertemu lagi dengannya dan mengalahkan musuh terbesarnya! benar kan? jadi Inilah saatnya~~ ”

“hm… mungkin kau benar”, aku memasukan sedotan susu ke dalam mulutku lagi tanpa kuseruput, mungkin memang sekarang waktu yang ditunggu-tunggu Takashi selama ini.“tapi yang membuat Takashi begitu jengkel…..”, ah ya, aku masih bisa mengingat bagaimana ekspresi wajah Takashi ketika orang itu mengatakan, “siapa kau?”, saat itu. mungkin itu seperti keadaan dimana tiba-tiba lantai yang ia pijak menjadi lautan yang membeku dan mendadak retak di bawah kakinya.

“HEEEEEEE???!!!! Dia tak mengingat Saga-senpai??!”

“benar, haha…”

“keterlaluan sekali orang itu! padahal Saga senpai sudah menyimpan dendam begitu dalam selama ini bagaimana bisa ia melupakan orang yang menjadi rival terbesarnya”, Hiroto menggebu-gebu.”ah, aku jadi penasaran seperti apa orang yang membuat saga senpai mengakuinya sebagai rival terbesarnya… tunjukan padaku orang itu!”

“ahah…rival terbesarnya” , gumamku. Aku mengenal orang di sampingku ini sejak sekolah dasar… dan aku tahu apa yang membuatnya berakhir dengan begitu membenci Amano Shinji itu. 

Aku menengok jam tangan di tangan kiriku, hampir waktuya masuk kelas…, “Oi..!!”, aku mengguncangkan tubuh Takashi bermaksud membangunkannya. “o—“

“aku lewat..”

“hm?”, oh.. sepertinya ia tak akan betah di kelas baru kami sekarang, mengingat saat tak ada seorangpun tadi yang mengangkat tangannya saat diminta untuk menjadi ketua kelas, dan aku tahu kenapa itu… karena ada Takashi menjadi salah satu murid di sana pasti mereka menyerah sebelum harus disuruh untuk menanganinya suatu hari nanti. Tapi dengan percaya dirinya orang itu menawarkan diri untuk menjadi ketua kelas, mengingat dia adalah anak pindahan tentu itu cukup mengejutkan untuk semua, termasuk Takashi. Karena itu…. bagaimana bisa ia betah di kelas dengan diketuai oleh orang yang begitu ia benci selama ini. “kalau begitu aku lewat juga…”, aku menjatuhkan tubuhku terlentang dengan menjadikan kedua lengan sebagai bantalan di belakangnya.

“he? Aku?”, Hiroto menunjuk dirinya sendiri.

“kau mau ikut bolos juga? Di sini!”, aku menepuk-nepuk lantai di sampingku mengajaknya tiduran juga.

“sekarang jam pelajaran si killer, aku masuk kelas!”, Hiroto segera berdiri lalu berlari meninggalkan kami.

Lucu sekali anak itu, aku menikmati saat menggodanya. Tapi dia cukup handal dalam berkelahi, jadi aku tak bisa benar-benar mempermainkannya atau anak itu akan memukulku karena terlalu marah.

Aku menengok ke samping dimana Takashi tertidur, dan yang bisa kulihat hanyalah belakang kepala dan punggung orang itu. aku meraih rambut hazelnya lalu kuacak-acak, “apa yang akan kau lakukan sekarang… Takashi?”

“…..”


;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;




“kau…Saga yang banyak dibicarakan itu?”

“ada masalah?”

“haha… lihat itu? penampilannya saja sudah tak meyakinkan! Apa mereka salah satu personel boyband? Hyahaha… mana teman-temanmu yang lainnya? Kalian berdua tidak datang untuk menyerahkan diri kan? wakak”

“bicaralah setelah kita menyelesaikan ini”

“he..kau yakin bisa menyelesaikan ini?”

“aku bilang, BICARALAH SETELAH KITA MENYELESAIKAN INI!!! KEPALA PITAK!!”


;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;



“heeee?! Kalian bermain-main tanpa aku lagi?! Dengan kelompok dari sekolah xx itu?”

“hm…”, Takashi hanya menanggapi Hiroto dengan satu ‘hm’-annya seperti biasa.

“kenapa tidak mengajakku senpai? Kalian licik!”, Hiroto tampak merengut menggaruk garuk kepalanya, “wah sudut bibirmu sobek? Kau membiarkan mereka memukulmu senpai?”, Hiroto memperhatikan wajah Takashi sambil berjalan di sampingnya.

Mana mungkin.. Aku hanya terlalu lengah tadi, hingga salah satu dari mereka berhasil mendaratkan pukulannya di wajah Takashi saat ia berusaha memperingatiku.

“apa mereka cukup kuat?”, Hiroto berjalan mendahuluiku dan Takashi, berjalan mundur menghadap kami.

“kepala mereka pitak”

“he?”, Hiroto tampak mengernyitkan dahinya dengan kata-kata Takashi, “apa orang berkepala pitak itu kuat?”

“orang kuat tidak berkepala pitak”

“jadi mereka tidak kuat?”

“tidak ada hubungannya orang kuat dengan kepala pitak”, aku menengahi.

“jadi kepala mereka tidak pitak?”

“kepala mereka pitak!!”, Takashi ngotot.

“err~…..”, Hei hei…Aku penasaran kapan pembicaraan tak berguna ini berakhir.

“berisik sekali kau!”, Takashi menjitak Hiroto di tempat biasa dia melakukannya. Ini adalah jitakan pertamanya hari ini untuk si kecil yang banyak omong itu.

“tuh kan! Kau yang ngotot tapi aku juga yang kena jitak!!”, Hiroto menggerutu sambil mengusap-usap kepalanya, “eh? Sebelum masuk kelas, mau ke UKS? Biar kuobati bibirmu itu..”

“obati saja bibirmu sendiri”, Takashi melengos.

“HAH??!! kau memang tidak pernah bisa menerima kebaikanku senpai!! Ughh…”

 “haha..cepatlah masuk ke kelasmu, biar aku yang mengurusnya..”, aku mengacak-acak rambut blonde anak itu sambil tertawa-tawa. Sementara Takashi terus melenggang menaiki tangga menuju lantai tiga dimana kelas baru kami berada.

Aku segera menyusulnya setelah Hiroto melepaskan diri ke kelasnya, aku berjalan di belakang mengikutinya menaiki anak-anak tangga. “apa luka di bibirmu parah?”

“jangan mengkhawatirkan hal yang tidak berguna… Kazamasa”

“ahaha..begitu? kau memang manis saat sedang berbaik hati haha..”, aku lihat Takashi menoleh dengan delikkannya lalu meninju perutku pelan dan itu malah membuat volume suara tawaku semakin mengeras menyadari kata-kataku membuatnya malu. Aku tahu Takashi, aku tahu kebaikannya, aku tahu disaat bagaimana ia akan merasa lemah. Aku tahu diri Takashi yang sesungguhnya. Mungkin karena itu juga aku tak bisa lepas darinya begitupun ia menjagaku.

“…..”

Aku hampir menabrak tubuh Takashi di depanku saat kami berhasil mencapai lantai tiga, entah apa yang membuatnya berhenti mendadak sampai aku melihat kedua orang yang berjalan berlawanan arah di depan kami, baru aku mengerti. “ohayou Watanabe-san”, aku tersenyum menyapa gadis berambut lurus sebahu yang entah kenapa ia terlihat pucat pagi ini.

“o..ohayou Kohara-kun..”, gadis itu balas tersenyum menyapaku.

Dan seseorang yang sedang menggandengnya? Aku melirik Takashi dan seperti dugaanku… wajahnya terlihat tak aman, penuh dengan emosi.

“ohayou.. Kohara-san dan… Sakamoto-san”, Orang yang begitu Takashi benci itu menyapanya.

Grep!

Takashi melepaskan tangan laki-laki berkaca mata yang tengah menggandeng Watanabe, lalu menarik gadis itu ke dekatnya. Namun aku lihat Watanabe segera menepis tangan Takashi lalu mendorong tubuh Takashi menjauh darinya, “a-apa yang kau lakukan?”, gadis itu terlihat ketakutan tak berani menatap wajah laki-laki yang ia dorong tubuhnya.

“…..”

Aku dan Amano hanya memandang satu sama lain, aku yakin dia tak mengerti apa yang terjadi dengan kedua orang di depannya tapi denganku.. tentu saja berbeda.

“Watanabe-san merasa tidak enak badan, karena itu aku bermaksud mengantarkannya ke UKS…”, ucap Amano kemudian.

Gret!

“A-Amano-kun?”

Takashi menggamit baju seragam laki-laki itu untuk yang kedua kalinya, membawanya mendempet ke dinding terlihat begitu emosi.

“Sakamoto-kun apa yang—“, aku menarik lengan Watanabe yang hendak menginterupsi amarah Takashi terhadap laki-laki itu. gadis itu menatapku terlihat meminta penjelasan kenapa aku mencegahnya melerai mereka. Tapi cukup dengan satu senyuman aku memberinya jawaban, meski ia terlihat tak mengerti tapi itu bagus… cukup aku saja yang mengerti.

“tunjukan dirimu yang sesungguhnya?”

Entah itu ekspresi yang ia buat-buat atau apa tapi Amano terlihat bingung dengan perkataan Takashi. “apa maksudmu Sakamoto-sa—“

“Jangan berpura-pura!! Perhatikan aku baik-baik!!”, Takashi terlihat begitu emosi mengeluarkan kata-katanya cukup keras.

“kau benar-benar tak ingat dengan kami Amano…san?”, aku penasaran dengan bagaimana reaksinya kalau aku ikut campur. Meski mungkin kami sedikit berubah, ah turutama Takashi. seharusnya dia bisa mengingatnya, err~ jika ingatannya cukup bagus.

Dia terlihat berpikir beberapa saat memperhatikanku dan Takashi, lalu melepaskan gamitan tangan Takashi di seragamnya, membenarkan kaca mata yang dikenakannya, “maaf…sejak dulu aku selalu berpindah-pindah sekolah, mungkin kalian temanku di salah satu sekolah itu? aku tidak pernah lama menetap di suatu tempat karena pekerjaan ayahku. Jadi ada banyak teman yang aku lupa—“

BUAGH!!

Prak…

“Amano-kun!!”, lengan Watanabe lepas dari genggamanku lalu segera ia menghampiri laki-laki yang kena pukulan telak di pipinya itu. “apa yang kau lakukan Sakamoto? Amano-kun tidak punya salah apa-apa kan?!”

“dia punya! AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANNYA SEENAKNYA MUNCUL DIHADAPANKU MENJADI ORANG ASING TANPA RASA BERSALAH!! AKU TIDAK AKAN MEMBIARKANNYA BERKELIARAN DISEKITARKU TANPA AKU BISA MEMBUAT  ORANG INI MENYESAL!!”

“…..”, Watanabe terlihat cukup syok Takashi meneriakinya. Dan rasa terkejut yang nampak di wajah gadis itu membuat Takashi tampak sedikit merasa bersalah. Aku yakin Takashi tidak bermaksud membuat gadis itu ketakutan. Bukan gadis itu sasaran emosinya.

“aku tidak mengerti kata-katamu… sepertinya kau salah mengira aku seseorang yang kau kenal?”

“KAU!!!”, Takashi kembali menggamit kerah baju Amano  itu kuat, “masih berani mengatakan itu dengan wajah innocentmu?”, Watanabe terlihat berusaha melepaskan gamitan Takashi di baju Amano tapi sepertinya tidak berhasil.

“aku bisa melaporkanmu pada wali kelas Sakamoto”, ancam watanabe. “jangan pikir aku tidak bisa melakukannya…”, Watanabe menatap Takashi dengan keseriusan di kedua mata kecoklatannya, dan itu cukup membuat Takashi tak bisa berbuat apa-apa lagi. Takashi melepaskan gamitan tanganya dengan kasar.

“jangan dekat-dekat dengannya..”, ucap Takashi pelan di samping Watanabe sesaat sebelum akhirnya ia meninggalkan kedua orang itu. aku merasa kata-kata yang ia tujukan untuk gadis itu cukup menunjukan sisi kemanisan Takashi, bahwa sebenarnya ia cukup manis. Aku tersenyum tipis segera mengikuti langkah Takashi yang berjalan menuju kelas kami, aku lihat ternyata cukup banyak murid yang melihat aksi(?) Takashi tadi dan aku yakin pandangan mereka tentang Takashi hanya akan semakin buruk saja gara-gara ini.

“hei…seharusnya kau terus terang kalau ‘aku cemburu tahu’ seperti itu!”, aku tertawa kecil sedikit menggodanya. Beberapa saat aku menunggu kata-kata seperti ‘berisik!’ atau ‘bukan urusanmu!’ keluar dari mulutnya, tapi yang aku lihat ia hanya merapatkan bibirnya sedikit menunduk. Bukan berarti dia mengabaikan kata-kata jailku, hanya… sepertinya ia sedang berusaha jujur pada dirinya sendiri. aku tahu bagaimana perasaannya tadi…

Watanabe Hana…
perempuan yang selama ini selalu bersikap manis pada kami, anak perempuan yang berbeda dengan anak-anak perempuan lain di kelas kami, dia cerdas, rajin dan ramah pada siapapun. Selalu menyapa kami jika bertemu dimanapun, mengajak kami makan bersama ketika jam istirahat, dan aku bisa merasakan Takashi menaruh perhatian padanya. Namun sejak kenaikan kelas dan sejak beberapa hari Amano Shinji itu menjadi salah satu teman sekaligus ketua kelas di kelasku dan Takashi, Watanabe terlihat begitu akrab dengannya, mungkin karena mereka sebagai pengurus kelas dan wakilnya…tapi Watanabe seperti tidak pernah menyapa kami lagi sejak itu, kami seperti dihindari. Dan aku bisa mengerti kenapa Takashi bisa begitu emosi tadi, melihat gadis itu digandeng orang yang begitu ia benci, apa akan sedikit belebihan kalau aku katakan itu pasti seperti ada gunung meletus saja dalam dirinya , “hihihi….”

“apa yang kau tertawakan?”, Takashi menoleh ke arahku.

“hm? Oh, Tidak ada”

“cis!”

“oh ya? apa kau tidak sedikit memikirkan kata-katanya tentang mungkin kau salah orang? Atau…”

“aku yakin itu dia! Insting kebencianku tidak akan salah mengenali mangsanya”

He? Apa itu…Insting kebencian?

“hmm~ aku juga yakin kalau itu dia”, ya… apalagi setelah melihatnya tanpa kaca mata karena pukulan Takashi tadi yang membuat benda itu jatuh, “tapi sepertinya dia benar-benar tidak ingat apa-apa… apa mungkin dia mengalami amnesia seperti melupakan sebagian memori masa lalunya karena disebabkan sebuah kecelakaan?”

“omong kosong.... dia adalah dia! dan aku tidak akan kalah darinya… dalam hal apapun! Jika dia lupa maka dia harus mengingatnya! Bagaimanapun caranya dia harus mengingat kesalahannya! Dan aku akan membuatnya memohon ampun atas itu semua! Amano Shinji brengsek!”

“….”

Aku terus mengikuti Takashi sampai masuk ke dalam kelas, lalu kami duduk di bangku paling belakang yang menjadi bangku tempat kami duduk saling bersebelahan. Takashi meletakan tasnya sembarangan di atas meja lalu menyandarkan punggungnya di sandaran bangku sambil menatap ke luar jendela. Sedangkan aku hanya menopang daguku memperhatikan Takashi di sebelahku.

“apa yang akan kau lakukan jika bertemu dengannya suatu hari nanti.. Takashi?”

“apapun! Sampai dia berlutut dikedua kakiku”

Aku jadi penasaran dengan apa yang akan ia lakukan agar bisa membuat Amano Shinji itu berlutut memohon ampun di kedua kakinya.


;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;;



BLETAK!!

Bruk.


“Amano-san kau tidak apa-apa?”

“tidak aku…”, Amano menatap Takashi yang tengah mengambil bola voli yang menggelinding tidak jauh beberapa langkah di dekatnya. Sepertinya dia menyadari kalau Takashi sengaja melakukannya, tentu saja… bahkan anak anak yang lainpun menyadarinya. Amano segera mengambil kaca matanya lalu berdiri menghampiri Takashi tak perduli yang lain berusaha mencegahnya meski tak secara terang-terangan. “kau benar-benar membenciku?”

aku lihat Takashi hanya menoleh sekilas lalu mengabaikannya mengambil bola, membawanya ke arahku.

“membuat jebakan ember air di kelas, menempelkan permen karet di bangku, mencorat-coret agenda kelas, mengunci pintu toilet, mengarahkan pukulan bola ke arahku saat aku lengah, kau tidak berpikir bagaimana jika itu mengenai Watanabe yang berada di dekatku?… apa itu cara seorang Saga yang begitu ditakuti menciptakan sinyal perang? Ck! Ke-kanak-kanak-an…”, Amano itu terlihat menyeringai meremehkan.

Benar, kekanak-kanakan… aku menggeleng-geleng kepalaku.
karena dari pertama sampai sebelum pukulan bola itu, semua keisengan si kecil Hiroto, dan dia yang melakukan semuanya… sejak dia penasaran seperti apa orang yang Takashi akui sebagai rival terbesarnya, aku menunjukan Amano padanya dan Hiroto seperti…’huh? Si kaca mata itu?’, dia merasa orang berkaca mata bukanlah orang yang cocok untuk menjadi rival seorang Takashi, Hiroto mengatakan orang berkaca mata cocoknya dijaili. ya, tapi sepertinya aku juga ikut terlibat saat menguncinya di toilet.

BAK!

Bola voli itu memantul dengan kuat ketika Takashi membenturkannya ke lantai dengan kekuatan penuh.

“jika kau ingin bersaing denganku… jadilah rival yang membanggakan dengan tidak melakukan hal-hal konyol seperti yang kau lakukan. Sakamoppoi-san…”

Tanpa berusaha mengingat apapun, sepertinya Amano salah menyimpulkan sesuatu?

Takashi membalik tubuhnya menghadap laki-laki yang masih menyeringai itu, “ck! Kau yang meminta… Amagane…san”

He? Aku melihat Takashi ikut menyeringai dingin menanggapi perkataan Amano. Seperti ada sebuah api tanda peperangan yang menjalar di tengah-tengah mereka. Sepertinya itu menjadi hal yang menarik untuk Takashi, aku tidak pernah melihanya benar-benar serius menanggapi tantangan dari seseorang tapi dia tampak benar-benar bersemangat menanggapi perkataan Amano. Tentu saja… hal apapun yang berhubungan dengan Amano Shinji itu pasti menarik minat Takashi, semenjak dia lah orang yang paling Takashi benci…




♣T♣B♣C♣



Sakamoppoi dari Sakamoto + Kodomoppoi = Sakamoto si kekanak-kanakan XD
Amagane dari Amano + Megane = Amano si kaca mata XD

~(-__-)~ ceritanya berkembang dengan anehnya~~ padahal belum apa-apa saia sudah ngalor ngidul XD *gak guna*



No comments:

Post a Comment