Search + histats

Sunday 26 March 2017

Natural Sense ★37

Author: Rukira Matsunori
Rated: T
Genre: AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga, Reita x Ruki.
Chapter(s) : 37
Warning: DRAMA~ LEBE~ XD ! gak!baca!ulang!typos! Rada ero[r] dan kata-kata kotor(?)
Note:  ≧﹏≦ hey!




Chap 37 : ☆~Possessiveness~☆




Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆


Saga meliarkan pandangannya ke seisi ruangan besar dengan cahaya remang-remang yang baru saja ia masuki. Dari atmosfir dan udara yang melingkupi ruangan itu, Saga dapat merasakan tampaknya ruangan itu sangat jarang terjamah. Tidak ada banyak barang di sana, hanya sebuah grand piano, kursi, meja dan vas bunga.
Dan Saga dapat melihat beberapa foto besar seorang perempuan berwajah asing tergantung di dinding ruangan berinterior mewah itu. Dan Saga menebak... Itu pasti Nyonya Amano! Wanita yang telah melahirkan seorang Shinji Amano yang kini tengah berdiri di depan sebuah jendela besar yang ada di ruangan itu sambil membuka gordennya, membuat cahaya matahari masuk dari sana ke dalam ruangan, hingga ruangan itu tidak remang-remang lagi.

Cahaya matahari itu memantul di sosoknya, menyinari wajah yang kini berpaling ke arah Saga.

Begitu bersinar...
Sosoknya terlihat begitu menyilaukan.

“Apa yang sedang kau pikirkan?” Tora mengernyitkan dahinya melihat Saga hanya berdiri mematung dengan pandangan kosong.

“Tidak ada,” Saga melepaskan tasnya dan meletakannya di sebuah meja yang berada tidak begitu jauh dari samping grand piano.

“Apa kau tidak menyukai ruangan ini?” Tora berjalan menghampiri adik kelasnya yang tampak mulai sibuk membuka tasnya.

“Bukan itu. Aku tidak mempermasalahkan tempat. Itu tidak terlalu penting, lagipula tempat ini —” Saga baru menyadari ada sebuah gitar terletak di sudut ruangan sana.

“Ini tempat favoritku di rumah ini.  Tapi akhir-akhir ini aku jarang mengunjunginya...” Tora melap sedikit debu yang menempel di atas grand piano itu sedikit menyunggingkan senyum tipisnya, “Saat berada di ruangan ini aku seakan merasakan kehadirannya.” Saga mendengar kakak kelasnya bergumam.

Apa ia sedang bicara tentang ibunya?

“Setiap aku menangis karena dimarahi ayahku, karena kenakalanku, atau karena kecerobohanku.... Dia akan membawaku ke ruangan ini dan memainkan sebuah lagu sampai aku tak menangis lagi....”

Tora tersenyum tipis masih menyentuh piano di depannya, seakan masih terdengar denting-dentingan lagu indah itu di telinganya. Saat itu ia tidak tahu apa judul dari suara-suara indah pukulan-pukulan martil di dawai piano itu yang diciptakan jari-jari sang ibu yang bertemu dengan bar-bar hitam putih itu, ia terlalu kecil untuk mengerti, terlalu polos untuk tahu bahwa musik itu mempunyai judul hingga sampai wanita itu pergi meninggalkannya Tora kecil tak sempat bertanya. Tapi kini ia tahu..... Sejak ia mendengar dentingan-dentingan yang sama terdengar  dari ruang musik di sekolahnya, dengan tempo yang sama, gerakan jari-jari yang sama, kelembutan dan ekspresi wajah 'wanita itu' yang terlihat begitu menghayati dan menikmati suara yang dihasilkan jari-jarinya .... Semuanya terlihat sama di mata Tora.

Saga hanya mendengarkan ketua osisnya tanpa tau harus merespon apa dan berbuat apa? Tidak menyangka sama sekali akan mendengarkan cerita kakak kelasnya tentang ibunya.

Rasa rindunya...

“Ibumu berma—he?” Saga sedikit terkejut sekaligus heran saat tiba-tiba kakak kelasnya memeluknya dengan tiba-tiba. “Tora?” Saga mengernyitkan dahinya.

“Tidak apa-apa. Aku hanya ingin memelukmu.”

Saga merasakan pelukan kakak kelasnya mengerat.

“Tidak seharusnya aku memikirkan perempuan lain sementara kau ada di sini bersamaku.”

Saga tertawa canggung, “apa maksudmu? Kau membicarakan ibumu kan?” Ketua osisnya pikir,Saga secemburuan itu kah? Sampai ibunya juga akan dicemburui?

“Hm.”

Saga mendorong dada kakak kelasnya, tidak kuat, tapi itu cukup untuk membuat sang ketua osis BHS melepaskan pelukannya. “Lalu.... Apa bakat seorang ibu turun pada anaknya?” Saga mengernyitkan dahinya menatap kakak kelasnya.

“Ck. Apa itu bentuk kata lain dari 'bisakah kau memainkannya untukku?'” Tora tersenyum tipis menyindir adik kelasnya.

“Jadi?”

Tora mengangkat kedua bahunya, lalu berjalan meninggalkan Saga dan duduk di bangku menghadap piano yang terlihat sudah lama tak tersentuh itu, “aku tidak punya bakat seperti ibuku...” gumamnya sambil membuka tutup pelindung tuts-tuts itu dan terlihat berdiam beberapa saat menatap bar hitam putih di bawah telapak tangannya sebelum jarinya menekan satu tuts yang menghasilkan dentingan. “Tapi aku bisa memainkan satu lagu yang sering ia mainkan untukku,” ucapnya tersenyum tipis, namun entah kenapa Saga seakan merasakan rasa kesepian dari senyuman itu.

Jari-jari panjangnya menekan tuts demi tuts yang menghasilkan dentingan indah yang terasa tidak asing di telinga Saga.

Indah.
Suara yang indah...
Sosok yang indah...

Tapi entah kenapa Saga merasakan perasaan sesak di dadanya mendengar setiap dentingan yang keluar dari alat musik itu.

Bayangan-bayangan masa lalu yang tak ia inginkan seakan tiba-tiba saja melesat di kepalanya.

“hentikan!”

Tora berhenti dan menoleh ke arah adik kelasnya.

Itu suara piano yang sering Saga dengar dari ruang musik. Di mana ia selalu menemukan ketua Osisnya  itu menatap kagum sang pianist dengan emosi dan perasaan yang terlihat meluap-luap tapi juga penuh kelembutan.

“Saga?”

Iya. Itu lagu yang sering wanita itu mainkan...

“Ck, Itu maksudmu tadi... ” Saga mendengus memalingkan wajahnya, “selain ibumu.... kau juga sedang mengenang wanita itu ya?”

“Apa?”

“Kau pikir aku tidak tahu?”

Tora berdiri dari kursinya saat Saga mengambil kameranya cepat dan menghampiri macannya itu yang terlihat bermaksud membela dirinya dari tuduhan Saga namun belum sempat satu kata pembelaanpun keluar dari mulut sang kakak kelas, Saga mendorong macannya itu hingga belakang tubuh kakak kelasnya membentur body piano dan beberapa tuts terteka hingga terdengar suara denting kasar yang tak beraturan saat Saga dengan satu tangannya tiba-tiba menggamit bagian depan seragam kakak kelasnya sementara satu tangannya yang lain memegang kameranya dan mencium bibir macannya.

“Katakan!” Saga menatap kakak kelasnya yang tampak masih bingung dengan perubahan sikapnya yang tiba-tiba. “Kau menyukaiku?”

Tora merasakan gamitan tangan adik kelasnya itu mengerat di seragamnya.

“Lebih dari itu..... Apa kau mencintaiku?”

Tora terdiam beberapa saat namun kemudian senyumannya menyungging tipis. Apa semua yang ia lakukan selama ini belum cukup untuk meyakinkan adik kelasnya itu?

“Untuk saat ini saja... Aku ingin kau hanya memikirkanku.”

Tepat saat Tora hendak membuka mulutnya untuk menjawab, tangan Saga membekapnya.

“Aku tidak butuh kata-kata!”

Dan tangan yang membekapnya lepas, begitupun tubuh ramping adik kelasnya itu menjauh darinya.
Saga mengangkat kameranya dan mengambil posisi untuk memotret membuat sang macan bingung.

“Jawab aku dengan mata itu!”

“Hm?” Tora mengernyitkan dahi,  masih menyandarkan tubuhnya ke body piano di belakangnya dan memangku kedua tangannya dengan sunggingan di bibir tipisnya. Kedua matanya menatap lurus ke lensa kamera yang dipegang adik kelasnya. “Apa kau bermaksud mengabadikan pengakuanku?”

“Buat aku percaya. Buat aku jatuh cinta lagi!”

Tora sedikit terkejut dengan perkataan adik kelasnya.  Bukankah itu juga sebuah pengakuan secara tak langsung?

“Kumohon tatap aku..... Hanya aku!”
Saga melihat kedua mata itu bereaksi karena kata-katanya lewat lensa kamera. Menatapnya lurus dan tegas tapi juga ada kelembutan di sana. Tatapannya yang Saga suka tapi juga benci. Tatapan yang dulu hanya Saga lihat ketua osisnya itu tujukan pada wanita itu.

Kini tatapan itu mengarah padanya.

“Aku mencintaimu Amano Shinji.”

Tepat saat blitz kamera itu berkilat dan Tora merasakan sebuah dorongan untuk memburu laki-laki cantik itu yang berdiri di depannya dan menghimpit tubuh yang lebih ramping darinya itu ke dinding dan meluapkan perasaannya.


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)


“Katakan!  Itu lelucon kan? Kau ditembak cewek yang seangkatan denganku?”

Ruki hanya mendelik Uruha yang berdiri di sampingnya sambil berpangku tangan, mengganggu waktu sang makhluk minis mengerjakan PR saja.

“Reita?” Tanya Ruki malas sambil kembali fokus mengerjakan PRnya. Pasti kakak kelas bernosebandnya itu yang memberitahunya kan? Siapa lagi.

“Dan kau menyuruhnya mencari informasi tentang perempuan itu? Apa kau sebegitu girangnya karena pertama kali ada seseorang yang menembakmu? Apa kau tidak waras?”

Ruki mendengus.  Sepertinya menceritakan hal itu pada Reita adalah gerakan yang salah.

“Katakan, kau tidak benar-benar menganggap cewek itu benar-benar serius menyukaimu kan?”

“Apa?” Entah bagaimana Ruki tak suka dengan maksud dari kata-kata Uruha.

“Apa kau benar-benar berpikir cewek itu menyukaimu?”

Ruki berdiri dari kursinya, menatap Uruha jengkel, “kalau iya kenapa? itu masalah untukmu?”

“Apa kau bodoh?!” Uruha terlihat berusaha menahan kejengkelannya. “Kau jadi besar kepala hanya karena seorang perempuan jelek menembakmu! Gunakan otak kecilmu itu! Bisa saja dia hanya memanfaatkanmu untuk bisa dekat denganku kan? Sekarang semua orang di sekolah tau kau selalu bersamaku jadi —”

PLAK!!

Kedua mata Uruha membulat sempurna. “KAU!!”

“Maksudmu orang sepertiku tidak akan pernah ada yang suka? Kenapa? Karena aku tidak keren dan berwajah sepertimu? Karena aku miskin?  Karena aku tidak tinggi sepertimu? Siapapun tidak mungkin menyukaiku, begitu? Lantas semua perempuan di dunia ini hanya akan menyukaimu saja, begitu? Siapa yang besar kepala di sini?”

“Dengar! Terserah bagaimana kau menyimpulkan kata-kataku! Tapi satu hal, tidak kuizinkan kau menjalin hubungan dengan perempuan itu! ”

“Apa hakmu melarangku berhubungan denga siapa? ”

“Apa?!” Uruha mengepal satu tangannya kesal. Hak? Selama ini ia pikir dirinya sudah cukup mempunyai hak untuk merasa memiliki makhluk minis itu setelah apa yang mereka lalui, setelah apa yang mereka lakukan, setelah ia tahu perasaan makhluk minis itu padanya juga perasaannya sendiri.
“Dan perlu kau tau, perempuan itu tidak jelek! Lagipula setidaknya dia perempuan, dengan begitu aku bisa memikirkan masa depanku dengannya”

“Begitu?” Uruha mendengus, “lakukan sesukamu!” Kata yang keluar dari mulut Uruha sebelum ia beranjak pergi dari kamar itu dengan diakhiri bantingan keras pintu.

Ruki mendengus kembali duduk di kursi belajarnya. Berusaha kembali fokus mengerjakan PRnya.

Tapi gagal.

“Bodoh!” Ruki menjatuhkan kepalanya ke atas meja.

Untuk sesaat tadi sempat ada perasaan senang saat Uruha datang ke kamarnya dan terlihat jengkel membicarakan perempuan itu, meski sedikit Ruki berharap Uruha cemburu! Tapi kata-kata yang keluar dari mulut pedasnya itu !!! Ia meremehkan. Karena itu akan Ruki tunjukan! Bahwa apa yang dia katakan itu salah, bahwa bukan mustahil di dunia ini ada seorang perempuan yang menyukainya!


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)



“Kau sudah bicara dengannya?”

“Ha?” Uruha menolehkan wajahnya dengan malas ke arah sahabat bernosebandnya.

“Ruki?”

Uruha mendengus kembali memfokuskan pandangannya ke arah bola yang jadi sasarannya, “jangan kait-kaitkan aku dengan bocah tengik itu lagi!!” Ucap Uruha sambil menyodokan sticknya dengan nepsong.

Reita mengernyitkan dahinya, “rasanya kau baru kemarin bangga dengan sebuah morning kiss yang kau dapatkan dan kemudian sekarang kau menyebutnya 'bocah tengik itu'? ”

“Bocah idiot itu! Dia terlalu bangga mendapatkan pengakuan dari cewek jelek itu sampai tak bisa menggunakan akal sehatnya! Biarkan saja dia melakukan sesukanya! Aku tidak perduli!”

Reita memperhatikan sahabatnya itu yang semenjak tadi bermain serampangan. Jadi karena itu.... Sejak pertama kali melihat Uruha ketika baru datang tadi wajahnya sudah kusut begitu. Sudah bisa Reita tebak, Uruha memaksanya datang kemari juga sepertinya memang ada hubungannya dengan makhluk minis itu.

“Apa kau sudah menyampaikan kekhawatiranmu dengan benar?”

“Aku sudah memperingatkannya.”

“Sepertinya memang aku salah menyuruhmu yang melakukannya. ” Reita menggelengkan kepalanya.
“Bisa kita berhenti membicarakan bocah itu?” Uruha mendelik, “dan kemana si Tora?!” Makhluk berpaha itu berkacak pinggang terlihat kesal.

“Aku sudah mencoba menghubunginya tapi tak ada jawaban.” Respon Reita sambil bersiap menyodok bola. “sepertinya dia sibuk dengan sesuatu.”

“Ck.”


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)


“Ohayou ~” Sapa Ruki tak bersemangat sambil menggantung tasnya di hanger.

Saga mengernyitkan dahinya melihat makhluk minis itu bertampang hidup segan mati tak mau, “ada apa dengan Uruha?”

“Apanya?”

“Kalian bertengkar? Tampangmu kusut amat.”

Ruki menatap Saga datar, “memangnya kalau tampangku kusut selalu berarti ada hubungannya dengannya?”

“memangnya tidak?”

“Tidak!”

“Oh berarti aku salah,” tanggap Saga santai sambil kembali menempelkan headset ke telinganya.

Ruki mendengus. Tiba-tiba makhluk minis itu merasakan ponselnya bergetar, dan buru-buru ia merogoh saku celananya.

–Ohayou... Ruki-kun ^o^–

Saga melirik makhluk minis yang duduk di samping bangkunya itu yang tengah tersenyum sambil mengetik sesuatu di ponselnya. Terlihat girang sekali, padahal beberapa saat lalu wajahnya masih amburadul. Apa ia mendapatkan pesan dari Uruha? Saga jadi menebak-nebak.

–Ohayou Morino-san ^^–

–Ruki-kun, apa siang ini juga akan makan bersama Uruha dkk? –

–Sepertinya tidak. Kenapa? –

–benarkah? ≧﹏≦mau makan bersamaku? –

Ruki masih tersenyum saat membaca sebaris pesan dari perempuan yang baru dikenalnya itu. Entah bagaimana setiap kata-kata yang diterimanya dari perempuan itu membuat Ruki senang. Apa itu berarti ia mulai merasa nyaman?

–Tentu ^^–

–Yee~ Arigatou! (≧▽≦)/–

Ruki terkekeh menutup mulutnya dengan punggung tangan, membuat orang yang duduk di sebelahnya mengernyitkan dahi.

Bukankah begini lebih terasa normal? Dan Ruki tahu perasaan perempuan itu padanya jadi tak perlu menebak-nebak dan merasa takut perasaannya tidak terbalas kan? Ia tidak perlu takut perasaannya akan ditertawakan bahkan dianggap menjijikan.  Memang beginilah seharusnya...
Ruki akan mencoba untuk lebih serius memikirkan hubungannya dengan perempuan bernama Morino Miyuki itu. Ia ingin mencoba untuk menjalani sesuatu dengannya....


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)


Saga melihat seorang perempuan berdadah-dadah ria dari luar pintu kelas di jam istirahat saat ia membereskan bukunya, namun ia tidak terlalu menaruh perhatian sampai tiba-tiba Ruki berdiri dari bangkunya dan berpamitan padanya untuk pergi. Dan yang Saga lihat selanjutnya adalah Ruki menghampiri perempuan itu dan mereka berlalu bersamaan.

Tunggu!

Apa ada sesuatu yang ia lewatkan?
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

Reita menyeruput colanya sambil sesekali melirik sahabatnya yang terlihat tak tenang duduk di kursinya seperti orang ambeien.

“Kenapa tidak kau hampiri saja kalau kau begitu ingin mengganggu mereka?”

“Apa maksudmu? Siapa yang ingin mengganggu siapa? Cih,membuang-buang waktu saja. Lagipula dia pasti besar kepala kalau ku hampiri. Bocah idiot!” Uruha menggerutu.

“Kau sangat ingin mengganggu mereka kan?” Reita menunjuk Uruha dengan sedotan.

“Sok tahu kau!”

“Cih,” Reita berdecih. Masih saja sahabatnya itu tidak jujur. Padahal sejak tadi matanya melirik terus ke bangku dua orang itu dengan tampang gelisah.
Reita menyandarkan punggungnya ke sandaran kursi, memangku kedua tangannya sambil memperhatikan perempuan itu yang memang tampak tak asing di matanya, terlihat asik berbincang dengan anak laki-laki kesayangannya.

Reita melihat mereka berbincang dan tertawa bersama, terlihat tak ada kecanggungan yang sering anak itu tunjukan ketika saat bersamanya. Apa perempuan itu membuatnya nyaman? Apa dia bahagia berada di sekitar perempuan itu?

Reita terus memperhatikan setiap gerak dan ekspresi yang dibuat anak laki-laki itu sampai tanpa sadar dia menoleh dan mata mereka bertemu.

“........”

“........”

Anak itu terlihat tersenyum dengan segan dan Reita membalasnya dengan senyuman tipis sebelum perempuan itu kembali merebut perhatiannya dengan pembicaraan...... entah apa yang mereka bicarakan.

Reita menghela nafas sambil mengusap tengkuknya dan kembali meraih gelas colanya.

“Siapa yang kau senyumi?”

“Hn? ”

Uruha menatapnya tajam.


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)


Saga membuka lembar demi lembar manga di tangannya tapi pikirannya tidak sedang membaca manga itu. Ah~ Saga benar-benar ingin segera pulang dan menyelesaikan sentuhan terakhirnya pada karyanya. Melakukan beberapa pengeditan dan—

Saga melepaskan tatapan matanya dari manga di tangannya dan beralih menatap seseorang yang sepertinya akhir-akhir ini punya kebiasaan mengganggu waktu istirahatnya, karena teman setianya tampak masih marah atas kejadian pengusiran malam itu.

“cobalah untuk baikan!” Saga mendengus menurunkan kedua kakinya dari meja.

“Kau keberatan aku selalu datang di waktu istirahatmu?”

“Bukankah jelas? Aku merasa terganggu.”

Tora merebut manga di tangan adik kelasnya yang menuai tatapan protes dari uke cantiknya itu. Melihat judul dan cover manga itu sebelum ia lihat -lihat isinya. “Aku ke apartementmu malam ini.”

Saga mengernyitkan dahinya. Itu adalah sebuah pemberitahuan? Bahkan tanpa ia meminta izin terlebih dahulu.

“Malam ini ada sesuatu yang harus kuselesaikan.”

“Apa tidak bisa menyelesaikannya jika ada aku?” Tanya sang ketua osis tanpa mengalihkan tatapannya dari manga yang tengah dilihat-lihatnya.

“Tidak bisa.”

“Kalau begitu selesaikan lain kali saja!”

Saga mendengus.


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)


Ruki membasuh tangannya sambil melihat pantulan dirinya di cermin besar di hadapannya. Dan senyumnya terkembang saat ia mengingat Morino. Bagaimana perempuan itu bertingkah di hadapannya, ekspresi, suara,  semua tentangnya seperti membuat Ruki senang setiap mengingatnya. Dan mereka janjian untuk keluar sabtu ini.... Itu berarti kencan kan?
Ruki menggeleng-gelengkan kepalanya masih tersenyum.
Apa ia sedang jatuh cinta?

Lagi?


“Sepertinya kau sedang senang?”

“Huh? ” Ruki menoleh ke belakangnya sedikit terkejut, “Reita senpai? Sejak kapan kau di sini?”

Reita beranjak berdiri di samping adik kelasnya dan membasuh kedua tangannya juga di wastafel. “sejak kau tersenyum pada pantulanmu sendiri untuk waktu yang cukup lama.”

“A-ap– ah...” Ruki kembali membasuh tangannya jadi sedikit salah tingkah ditemukan orang dalam keadaan bodoh begitu.

“Jadi, apa kau senang?” Reita menoleh pada laki-laki yang lebih pendek darinya.

“Apa tidak boleh?” Ruki balik menoleh, “apa tidak boleh kalau aku merasa senang? ”

“Tidak ada yang mengatakan itu, tapi apa kau tidak berpikir kalau perempuan itu —”

“Mungkin hanya memanfaatkanku?”

Reita tidak bisa melihat wajah makhluk mungil itu karena ia menunduk.

“Aku sudah mencar—”

“Jadi kau juga berpikir kalau mustahil bagi orang sepertiku untuk disukai oleh orang lain? ” Ruki tersenyum kecut, ia merasa sedikit kecewa bahkan Reita yang selalu ia percaya dan andalkan bahkan juga melihatnya sebagai orang yang menyedihkan,“ternyata kau juga sama saja dengan Uruha, Reita -senpai. Orang-orang seperti kalian... apa suka sekali meremehkan orang lain?”

“Ruki—”

“Apa aku tidak boleh merasakan perasaan senang karena disukai oleh orang lain? Aku juga ingin merasakan bagaimana rasanya disukai oleh seseorang. Dianggap berharga—”

Ruki terkejut saat tiba-tiba kakak kelas bernosebandnya itu menarik satu lengannya.

“Apa kau benar-benar berpikir aku orang seperti itu?”

“........” Ruki merapatkan mulutnya, sedikit takut melihat tatapan yang ditujukan kakak kelasnya itu padanya. Ini pertama kalinya ia melihat Reita seperti itu. Dan genggaman kuat tangan di lengannya ......  Apa dia marah?

“Perasaan senang karena disukai oleh orang lain? Ingin merasakan bagaimana rasanya disukai oleh orang lain?” Reita sedikit tersenyum namun Ruki melihat kesinisan di sana. “Lalu bagaimana dengan perasaanku? ”

“...........he?”

Reita menggelengkan kepalanya melepaskan genggaman tangannya di lengan makhluk mungil itu. “Kau tidak merasa senang aku menyukaimu?”

“haha... Hentikan dengan candaanmu lagi!” Ruki tertawa canggung.

“Kau tidak merasakannya? ”

Ruki melirik wajah kakak kelasnya itu yang tak ia temukan senyuman lebar di sana menandakan bahwa ia hanya sedang menggodanya seperti biasanya.

“Kau sedang bercan—ugh!” Hanya dalam sekejap tubuh makhluk minis itu sudah dibawa membentur stall di belakangnya. Dan seperti ada aliran listrik yang mengaliri tubuhnya saat ia merasakan sebuah bibir mendarat di leher sampingnya, membuat tubuh Ruki mematung. Satu kecupan di leher samping kirinya, dua kecupan di leher samping kanannya, dan Ruki hanya mematung tanpa perlawanan sama sekali atas tindakan berbahaya kakak kelasnya itu.

“Jangan remehkan perasaanku.” Ruki sedikit menunduk menahan dada kakak kelasnya saat laki-laki bernoseband itu berbisik di telinganya, “sudah ku katakan, selain pada Uruha, aku tidak akan menyerahkanmu pada siapapun.”


☆TBC☆  (◕‿◕✿)



Ini pendek ya? 😂

2 comments:

  1. aku gemes! aku gemes! aku gemeees!! >///<
    gemes sama loveydovey nya Tosa sama gemes gregetan soal trisam(?)
    Urukirei,xDD
    ngomong2 itu abis Tora difoto Saga diapain??? O.O ?? ppenasaran banget... O_O

    chap berikut R18+??XDDDDD

    ReplyDelete
  2. Finally updateee *joget pake lagu doro darake no sheishun.
    Btw itu Ruki yg dibisikin ama Reita tapi kenapa malah saya yg deg deg an yak:v
    Semangat terus Rukira-san ! Update selalu ditunggu *bighug

    ReplyDelete