Search + histats

Wednesday 27 February 2013

Natural Sense ★17



Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 17
Warning : bahasa sakarep, ancur! Jangan anggap serius FIC ANEH ini!!! DON’T LIKE DON’T READ!!
Length : 11 pages (3.205 words)
Note : akhirnya sampai juga ke sini Q_Q *bercucuran keringat Air mata*



Chap 17 : ~Diversion~

Natural Sense ~♪
ナチュラルセンス

Saga memegangi sudut bibirnya sambil melihatnya di cermin, entah sampai kapan lebam di sudut bibirnya itu akan menghilang. Saga merasa itu sangat mengganggu citra(?) kemulusan wajahnya.

“ugh!”, tidak sengaja jarinya menekan lebam itu terlalu kuat, membuat sebuah ingatan kecil melintas di otaknya. Ingatan kecil bagaimana ketua Osis BHS itu membuatnya mengerang karena tekanan kuat di sudut bibirnya yang lebam. Berani sekali tuan macan itu melakukan hal seperti itu dimana seorang guru tepat membelakangi mereka. kalau saja Saga tidak refleks menjauh darinya mungkin Rookie sensei akan menangkap basah ketidak senonohan yang dilakukan ketus Osis yang selalu menjadi kebanggaan sekolahnya itu.

“sudahlah, buang saja barang rongsokan begitu! kalau diperbaiki juga kau harus bayar mahal, lebih baik beli yang baru”, Saga melirik Ruki di sampingnya yang semenjak tadi masih mengotak-atik ponselnya yang ia tahu karena hasil bantingan Uruha. makhluk minis itu langsung melapor padanya ketika pulang tadi.

“kau mudah mengatakan itu!”, Ruki merengut.

Saga meletakan cermin kecilnya di atas meja. “oh ya, jadi kau sudah benar-benar mendapatkan pekerjaan sekarang?”,

“iya, besok aku akan mulai bekerja”, wajah Ruki tiba-tiba kembali cerah.

“memangnya di tempat apa kau bekerja?”

“tentu saja di tempat yang sehat! Di sebuah café yang cukup elit di daerah Shibuya, Tidak seperti tempat-tempat aneh yang sebelumnya kau tawarkan padaku”, Ruki mendengus.

“dapat informasi darimana?”

“Reita! Dia bilang itu café milik orang tua temannya, jadi aku langsung di terima hehe”

“waktu kerjanya?”

Ruki memutar bola matanya ke arah Saga dengan wajah datar, “kau itu banyak tanya! Kayak ibuku saja”

“kau tinggal di rumahku! Jadi aku harus tahu!”

Ruki mendengus, “karena mereka tahu aku masih sekolah jadi aku akan dapat shift sore terus menerus, sampai malam. aku dapat libur hari jum’at. ah! Kau harus rahasiakan ini dari siapapun! Cuma kau dan Reita yang tahu”

“hm…”

“aku tidak sabar ingin cepat mulai bekerja! Dan mendapatkan uang!!”

Saga melirik makhluk minis yang duduk di sofa, di sebelahnya itu. “sekarang kau bilang begitu, kalau sudah mulai bekerja pasti kau menyesal mengatakan itu”

“heee??? Darimana kau dapat keyakinan seperti itu!? lagipula bukannya menyemangatiku, ini juga keinginanmu kan?”

“aku Cuma bicara kenyataan”, Saga kembali meraih cerminnya dan kembali menilik-nilik lebam di sudut bibirnya. Entah kenapa Saga merasa sedikit kehilangan kalau Ruki harus langsung bekerja sepulang sekolah dan pulang malam. hal yang membuat Saga betah di rumah karena ada makhluk minis itu yang selalu melayaninya, dan bisa menjadi mainan untuk penghilang rasa bosan suatu waktu.

“aku bersyukur ada orang seperti Reita, kalau aku perempuan pasti aku sudah jatuh cinta padanya”, Ruki bergumam agak menerawang sambil membayangkan kebaikan kakak kelas bernosebandnya itu. kemudian ia sedikit menundukan kepalanya kembali mengotak-atik ponselnya.

“AKU BILANG KAU MANIAK MENJIJIKAN!!!”

Dahi Ruki mengerut mengingat kejadian paling menyebalkan baginya hari ini, “aku tidak mengerti…”, Ruki menyimpan ponsel rusaknya ke atas meja dengan agak nepsong. “orang itu mengataiku maniak menjijikan ketika menemukan fotonya di ponselku! Saat kuhapus dia malah lebih meneriakiku! Sebenarnya apa maunya?? Se-tidak layak itu kah aku mendapatkan penerimaan darinya?! Apa dia menganggap orang lain hanya kotoran kecil di matanya yang tidak layak berada di sekitar orang agung seperti dia? ”, Ruki menggerutu mengeluarkan unek-uneknya yang ia tahan semenjak tadi.
Ya, mungkin dia memang hanya kotoran kecil yang menghalangi pemandangan bagi Uruha, Yang namanya kotoran itu dimanapun terletak ia tetap menjadi kotoran, ia tidak akan menjadi sesuatu yang indah di mata orang sekalipun terletak di atas mahkota.
Seperti Ruki yang selalu salah di mata Uruha, sekalipun ia bertindak benar, Uruha tidak akan menerima itu sebagai sesuatu yang benar, karena Ruki hanya kotoran kecil baginya. Ia akan selalu salah dimata laki-laki itu.

“benar-benar orang sombong! Sok agung! Sok sempurna!”

Saga melirik makhluk minis yang asik menggerutu di sampingnya, ia kemudian kembali meletakan cermin kecilnya di atas meja, “hei, kau masih penasaran siapa orang yang melakukan ini padaku?”, Saga menunjuk sudut bibirnya.

Ruki menoleh pada Saga, masih tampak bermuka masam karena gerutuan-gerutuannya, “memangnya siapa?”

“Uruha”

Ruki mengernyitkan dahinya, “punya masalah apa kau dengan Uruha?”

“sudah kukatakan gara-gara kau!”

“aku?”

~Flashback : ON~ XD

Saga berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana seragamnya memandang kakak kelas yang dengan cara special memanggilnya untuk berbicara empat mata di belakang gedung sekolah. Dan sejujurnya itu sedikit mengejutkan bagi Saga, dipanggil oleh seorang pangeran sekolah BHS nomor satu itu.

“kau memanggilku ya, Uruha-sama? Apa tidak salah?”, Saga tersenyum tipis. “ini suatu kehormatan untukku”

“kau….aku tidak mau basa-basi denganmu! Kau membiarkan dia tinggal di rumahmu bukan dengan Cuma-Cuma kan? mana mungkin ada orang semurah hati itu di jaman seperti ini”

Saga memegangi dagunya, sudah tahu betul apa topic pembicaraan yang hendak dibahas uruha, “benar. tidak ada yang gratis di dunia ini”

Uruha melangkah mendekati adik kelasnya itu, “jadi…apa imbalan yang kau dapat dari anak laki-laki melarat seperti itu? apa yang dia berikan padamu?”, Uruha memicingkan kedua matanya.

Saga pura-pura berpikir lalu menyeringai tipis membuat Uruha mengernyitkan dahinya, “kenapa kau ingin tahu Uruha-sama? Kau mengkhawatirkannya?”

“apa?! bukan begitu!! dia…. Kau harus tahu! Kakekku sudah menganggapnya cucunya sendiri, jadi kalau ada apa-apa dengannya, kakekku yang akan mendapatkan masalah!”

Saga menganggukan kepalanya, “baiklah, Ruki memang tidak membayar dengan uang untuk tinggal di rumahku karena kau tahu sendiri, dia miskin. Sedangkan tidak ada yang gratis di dunia ini, dan aku bukanlah orang sebaik itu sampai mau menampung anak orang di tempatku, Jadi dia…..”, Saga sengaja menggantungkan kata-katanya.

“dia?”, Uruha terlihat tidak sabaran mendengar kelanjutan kata-kata Saga.

“dia memakai tubuhnya sebagai bayaran”, Saga tersenyum tanpa dosa.

“Ap—“

BUAGH!!!

~Flashback : OFF~ XD

“BRENGSEEEKKK!!! SAGA!!! KUBUNUH KAU!!”, Ruki mencekik Saga tanpa ampun.

“Ohekk!! Ohoookk!!”, Saga berhasil melepaskan lehernya dari cekikan Ruki yang sepertinya tidak main-main ingin membunuhnya. “memang benar kan? apa yang salah dari kata-kataku? Kau kujadikan babu, kupekerjakan badanmu itu sebagai bayarannya. Pikiran Uruha-mu itu saja yang tidak jernih”, ucap Saga tanpa dosa.

“KAU YANG TIDAK PUNYA OTAK! Siapapun yang mendengar kata-katamu itu pasti akan berpikiran sama dengannya!!”, Ruki kelewat jengkel. Tangannya benar-benar gatal ingin kembali mencekik leher laki-laki kerempeng itu. ternyata itu yang dimaksud Uruha dengan menjual diri demi mendapatkan tempat tinggal. Ruki pikir Uruha hanya mengambil kesimpulannya sendiri karena didasari  rasa bencinya.“kenapa kau setega itu padakuuuu?!”, Ruki kembali meraih leher Saga dan mencekiknya.

“mungkin memang sebaiknya aku menerima tawaran Reita untuk tinggal di tempatnya!”, gerutu Ruki setelah puas membuat Saga hampir pucat karena cekikan mautnya.

Baiklah, Ruki akui Saga menjadi penyebab Uruha mengatainya macam-macam tadi. Tapi hanya sekian persennya! tentang bagaimana Uruha mengatainya soal Reita, itu pastilah seratus persen karena kesimpulan Uruha sendiri dengan dasaran rasa benci Uruha terhadapanya.  Dan itu yang paling tidak bisa Ruki maafkan dari perkataannya, apa hak laki-laki itu mengatainya maniak menjijikan? Dan yang penting, Uruha sudah merusak ponsel berharganya satu-satunya. Kenyataan kecil yang ia tahu dari Saga tidak akan menggoyahkan hatinya yang sudah bertekad untuk secara murni membenci Uruha. Laki-laki itu sudah keterlaluan dan Ruki tidak mau sekali-kali lagi menerima kata-kata pedas dari mulut berlidah tajam itu.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Saga keluar dari sebuah super market dengan sekantong belanjaan untuk keperluan makannya selama seminggu ke depan. Hari minggu ini Saga tidak bisa menyuruh Ruki untuk berbelanja karena makhluk kecil itu masih bermuka masam setiap bertatap muka dengannya. Saga juga sudah tidak bisa seenaknya lagi menyuruhnya melakukan ini itu di rumah sejak Ruki telah mendapatkan pekerjaan.

Saga menghela nafas cukup panjang. Sudah kena tinju Uruha, dia juga mendapatkan cekikan maut Ruki yang membuatnya hampir sekarat. Sial sekali nasibnya! Padahal sejak awal Saga tidak berniat mengatakan keisengannya itu pada Ruki karena tahu makhluk minis itu pasti akan ngamuk lagipula dia hanya ingin sedikit iseng saja mengatakan itu pada Uruha, dia tidak tahu kakak kelasnya itu darting.

Saga merogoh saku celananya untuk mengambil kunci motor ketika ia sampai di area parkir sampai tiba-tiba sebuah keributan sedikit menyita perhatiannya. Ada seseorang yang Saga kenal di sana.

Uruha.

Saga berdiam mengurungkan niatnya sebentar untuk menaiki motornya di area parkir, dia melihat seorang bapak-bapak terjatuh karena di dorong Uruha kemudian kakak kelasnya itu terlihat terburu-buru menaiki mobilnya seakan-akan dia tengah dikejar maling.

“Kouyou!”, laki-laki yang sudah tidak muda lagi itu bangun dari tanah dan menggedor-gedor pintu mobil Uruha, “Kouyou aku selalu mencarimu! Selama ini aku selalu mencarimu!!”, Uruha terlihat tidak menggubris perkataan seseorang yang terus menggedor pintu mobilnya, “Kouyou! Maafkan aku! maafkan ayah nak!”, dan mobil sport Uruha melaju keluar area parkir meninggalkan laki-laki yang menyebut dirinya sebagai ayahnya itu.

Saga masih belum menaiki motornya, memperhatikan bapak-bapak itu yang menutupi wajahnya selama beberapa lama setelah kepergian Uruha sampai akhirnya dia pergi dari sana.

seperti ada penyesalan.

Drrrt…

Saga tersadar dari pikiran-pikirannya tentang bapak-bapak asing itu saat tiba-tiba ponsel di saku celananya bergetar. Dia melihat nomor asing yang tidak dikenal memanggilnya, Saga menyempatkan diri dulu untuk mengernyitkan dahinya sebelum akhirnya ia angkat juga.

“moshi-moshi…”

‘kebetulan sekali’

Saga menaikan sebelah alisnya, “apa? siapa ini?”

‘bagaimana kalau mampir sebentar untuk minum kopi?’

“ha—“, tiba-tiba mata Saga melihat mobil sport hitam yang sangat ia kenal terparkir tepat di samping tempat kosong bekas mobil Uruha tadi. Sepertinya Saga terlalu focus memperhatikan Uruha dan bapak-bapak itu sampai tak menyadari mobil sport hitam itu terparkir di sana.

‘kenapa memandangi mobilku seperti itu? kebetulan aku sedang tidak membawa seorang wani…ah tante-tante sekarang’

Saga meliarkan pandangannya mencari sosok laki-laki yang bebicara dalam line teleponnya hingga akhirnya ia menemukan laki-laki raven itu berdiri di gerbang masuk area parkir sambil melihat ke arahnya dengan sebelah tangan memegangi ponsel di sebelah telinganya.

“darimana kau dapat nomor ponselku…..Kaichou-sama?”

‘aku memintanya pada Ruki ketika mengantarnya melihat-lihat tempat kerja waktu itu’

Tidak salah. Saga yakin pasti dari anak itu, karena tidak banyak teman sekolahnya yang mempunyai nomor ponselnya. “ck! berani sekali dia memberikan nomor ponselku tanpa seizinku”

‘jadi, bagaimana dengan tawaranku?’

“aku menolak!”

‘uang sisa ganti rugi kecelakaan itu’

“ha?”

‘aku berikan sekarang……bagaimana?’

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Reita menyetir mobilnya dengan earphone menyumpel kedua telinganya, sedikit menggerakan kepalanya mengikuti musik yang mengalun masuk ke gendang telinganya namun tetap tidak menghilangkan konsentrasinya menyetir. Ini adalah hari pertama Ruki memasuki kerja sambilan barunya, dan ini pertama kalinya adik kelas mungilnya itu bekerja. Reita hanya ingin memastikan dia tidak dikerjai para seniornya di tempat kerja, karena tubuhnya yang mungil itu seakan selalu mengundang hasrat orang untuk mengerjainya.

Mendadak jalanan yang dilalui laki-laki bernoseband itu macet, Reita sedikit mendengus. Saat Reita sedang asik menghilangkan rasa bosannya karena mobilnya tidak kunjung bergerak saking padatnya jalanan kota Tokyo, tiba-tiba musik di telinganya berhenti saat panggilan masuk ke ponselnya.

“ya, Uru?”

‘di tempat biasa’

“ha?”, Reita menekan nekan klakson mobilnya beberapa kali, dia tahu itu tak akan membuat mobil di depannya berjalan ataupun menyingkir dari depan mobilnya, tapi klakson mobil saling bersahutan di sekelilingnya, Reita hanya ikut meramaikan. “ah ya, maaf Uru aku tidak bisa menemanimu sekarang”

‘……..’

“gomen hhe, lain kali pasti aku temani deh, ya! aku sedang menuju tempat Ruk—“

Tut…tut…tut…

Dan musik di telinga Reita kembali menyala setelah Uruha memutuskan panggilannya tanpa aba-aba. Reita kembali asik menekan-nekan klakson mobilnya sambil menggerak-gerakan kepalanya kembali mengikuti irama musik dengan senyuman tipis terkembang di wajahnya.

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)

Saga memasang tampang jutek dan sinis dan tidak nyaman, semua ekspresinya bercampur dan tergambar jelas di wajahnya saat berhadapan dalam satu meja dengan kakak kelasnya yang semenjak masuk tadi hanya memandanginya di sebuah café di daerah Shibuya itu.

“cepat berikan uangnya!”

“kalau aku memberikannya sekarang, maka saat itu juga kau akan pulang”

“kau tidak salah, aku memang ingin segera pulang, karena itu cepat berikan!”, Saga menggerakan jari telunjuknya mengisyaratkan kakak kelasnya itu cepat-cepat mengeluarkan uang yang diinginkannya.

“bahkan kopi-nya belum datang”

“cis!”, Saga memalingkan wajahnya sedikit jengkel. Dan kedua orang itu kembali dalam kebisuan sampai beberapa saat kemudian seorang waiter mengantarkan kopi pesanan mereka, meletakannya di atas meja. “kopinya sudah datang, sekarang berikan!”

“percuma di pesan kalau tidak diminum”

Saga kembali mendengus lalu meneguk habis kopi dingin di atas meja di hadapannya, “sekarang apa lagi?!”

Tora tertawa kecil dengan kelakuan adik kelasnya yang satu itu, “aku minta kau diam saja di kursimu sampai kopiku habis”

“hah? jangan konyol!”

“aku hanya bercanda”, Tora sedikit melebarkan bibirnya lalu merogoh dompet di saku celananya, mengeluarkan selembar kertas cek dari sana, “500.000 yen”, Tora meletakan kertas itu di atas meja di tengah-tengah mereka. “sesuai keinginan awalmu”

Saga berpura-pura masih berwajah jutek, ia terlalu jaim untuk senyam-senyum padahal kertas kecil yang di sodorkan padanya itu bernilai 500.000 yen. “hn…oh”, Saga mengulurkan tangannya untuk mengambil cek itu dari atas meja namun tiba-tiba tangan Tora kembali menariknya bahkan sebelum tangan Saga sempat mencapai ujungnya.

“apa lagi?”, protes Saga tidak suka dengan tindakan kakak kelasnya itu.

“aku masih menganggap ini bayaran yang terlalu tinggi hanya untuk sebuah kecelakaan ringan yang membuat motormu sekedar lecet”, Tora mengetuk-ngetuk gagang cangkir kopinya dengan telunjuknya, namun tatapannya lurus menatap Saga. “aku bisa menghabiskan malamku dengan 3 atau 5 orang perempuan dalam satu malam dengan jumlah uang ini”

Saga meremas telapak tangannya di atas meja, “jadi kau akan memberikannya atau tidak?! jangan membuang-buang waktuku!”

Tora tersenyum tipis kembali meletakan kertas itu di atas meja. “aku berikan…”

“cis! jangan mengulur-ulur wak—“

“satu malam”

“ha?”, Saga mengernyitkan dahinya.

“berikan satu malammu untukku”

Kedua mata Saga melebar sempurna.

“kalau kau mau, aku bisa menambahkan jumlahnya berapapun yang kau minta”, Tora meminum kopinya.

Saga mengepal kuat satu tangannya di atas meja, “katakan kau sedang becanda!”

“aku tidak bercanda”

BUAGH!!

Beberapa orang pengunjung café di sana serempak mengalihkan perhatian mereka pada satu meja.

Tora meraih satu pipinya yang baru kena tinju laki-laki cantik di hadapannya.

“apa yang kau pikirkan tentangku?”, Saga telah berdiri dari duduknya, mengepal kedua tangannya kuat. Laki-laki raven di hadapannya mengusap-usap pipinya, meraih cangkir kopi di hadapannya kemudian sedikit meneguknya.

“orang yang akan melakukan apa saja demi uang, bukan begitu?”, Tora menatap adik kelasnya itu dengan mata tajamnya. Tidak ada keraguan di matanya mengatakan kata-kata itu.

Saga semakin mengepal kedua telapak tangannya, meraih kertas cek di atas meja dan menyobek-nyobeknya menjadi kepingan-kepingan kecil lalu melemparkan sobekan-sobekan itu ke wajah Tora. “ambil uang 500.000 yen berhargamu itu Kaichou-sama!”, Tubuh Saga sedikit bergetar, namun ia memaksakan untuk tersenyum. Senyuman sinis khasnya.

“permisi”, Saga segera beranjak dari meja mereka, menjinjing kantung belanjaannya dan berjalan ke arah kasir, membayar secangkir kopinya lalu segera keluar dari café itu dengan terburu-buru, mengabaikan para pengunjung café yang mulai ribut membicarakannya.

Tora mengurungkan niatnya untuk kembali meminum sisa kopinya karena ada sobekan kertas yang masuk ke sana. mengabaikan orang-orang yang mencuri pandang ke arahnya dan berbisik-bisik membicarakannya dan juga Saga.

Tora merogoh ponselnya memanggil satu nomor di kontak ponselnya, “Shou?”

‘Tora, ada apa?’

“wanita itu memang lebih baik, mereka lembut, saat mereka marahpun tamparannya hanya seperti gigitan kutu”

‘bicara apa kau ini?’

“besok kau akan melihat pipiku bengkak”

‘kau berkelahi?’

“kupikir dia tidak punya jurus tinju seperti itu, padahal sebelumnya tamparannya sama dengan wanita-wanita yang pernah menamparku”

‘aahh! mungkin kau terlalu meremehkan lawanmu kaichou’

Tora tersenyum kecil, “sepertinya begitu”

ナチュラルセンス  (◕‿◕✿)
Seorang bartender mulai ragu untuk menuangkan minumannya ke dalam gelas seorang pemuda yang bahkan sudah tak bisa mengangkat kepalanya. Namun pemuda itu terus menerus meminta agar gelasnya kembali terisi penuh dengan minuman dan dia akan segera meneguknya habis.

Seorang pemuda lain tiba-tiba duduk di samping pemuda mabuk itu, melirik laki-laki brunette yang terkulai lemah ke meja namun tangannya masih memegangi gelas kosong yang di sodorkannya ke arah sang bartender.

“ada apa dengannya?”, tanya pemuda lain itu pada sang bartender.

“dia telah menghabiskan beberapa botol minuman namun masih saja terus meminta lagi, padahal keadaannya sudah menyedihkan begitu. kalau sudah begini dia tidak akan bisa pulang dalam keadaan seperti itu”, jelas bartender itu sembari mengocok minuman dalam botol lalu menuangkannya ke dalam gelas laki-laki yang baru duduk di depan mejanya.

Laki-laki itu segera meneguk minuman yang baru dituangkan sang bartender pada gelasnya, “biar aku yang mengantarnya”, ujarnya tiba-tiba sambil menoleh ke arah pemuda mabuk di sampingnya. “Uruha!”, Pemuda itu menepuk-nepuk pipi pemuda mabuk yang ia panggil Uruha, namun tak ada tanda-tanda Uruha sadar dengan tepukan tengannya.

“ah, kau mengenalnya?”

“dia temanku”

“aah syukurlah kalau begitu, aku khawatir tidak bisa mengantarkannya haha”

Pemuda itu segera merangkul tubuh Uruha yang seakan sudah tak bertenaga, ia membawa sang brunette ke luar bar dan membawanya ke mobilnya. Setelah selesai memposisikan Uruha di kursinya, pemuda itu segera masuk ke mobil dan duduk di kursi kemudinya. Ia tidak segera menyalakan mesin mobilnya, melainkan hanya terdiam menoleh ke arah laki-laki tak berdaya di sampingnya yang sesekali terbatuk, menatap setiap inci wajah pemuda itu.

“kau sudah lihat siswa barunya? dia cantik seperti perempuan”

Pemuda itu mengalihkan tatapannya dari wajah Uruha, menyisir ke belakang rambut-rambut bagian depannya. Beberapa saat kemudian dia kembali menoleh ke sampingnya, mencondongkan tubuhnya ke arah pemuda cantik itu, memasangkan seatbelt di tubuhnya. Ia bisa merasakan bau menyengat minuman dari tubuh Uruha hingga ia sedikit menutup hidungnya dengan punggung tangan sebelum akhirnya ia memasang seatbelt pada tubuhnya sendiri dan menyalakan mesin mobil yang kemudian segera ia lajukan meninggalkan tempat parkir bar itu.

Sang pemuda menjatuhkan tubuh Uruha yang dirangkulnya ke atas tempat tidur berukuran king size. Dia menaikan kaki Uruha hingga pemuda brunette itu sepenuhnya terlentang di atas kasur. Pemuda itu mendudukan dirinya di bibir ranjang sedikit menundukan kepalanya menatap lantai beberapa saat. Kemudian ia berdiri menarik selimut menyelimuti tubuh Uruha dan berniat pergi setelahnya, namun tiba-tiba tangan Uruha menarik kerah kemejanya saat tubuhnya membungkuk untuk menyelimuti tubuh sang brunette.

“—tua…brengsek”

Laki-laki itu mendengar Uruha bicara dengan suara lemah dalam ketidak sadarannya.

“…. breng…sek….Rei…ta”

Pemuda itu menaikan sebelah alisnya.

“kau…brengse…kk MANIAK!!!”

Tiba-tiba suara Uruha meninggi dan cengkraman tangan di kerah pemuda itu semakin menguat.

“semua orang brengsek….”, Uruha menutupi kedua matanya dengan punggung tangan dalam beberapa saat seperti terisak. Kemudian ia seakan terlelap.

Sang pemuda masih enggan mengangkat tubuhnya dari membungkuk, rasanya dia ingin menatap wajah yang kini telah terlelap itu lebih lama. Dia menyingkirkan tangan Uruha yang menutupi kedua matanya hingga dia bisa menangkap seluruh wajah cantik itu tanpa terhalang apapun. Ada bau yang begitu menyengat dari tubuh Uruha menyusup ke hidungnya, namun ia seakan tak perduli lagi dengan itu.

“aku benci padamu!”

Pemuda itu tersenyum samar, mengusap pipi putih Uruha dengan perlahan. Ia juga sedikit menyentuh sudut bibir Uruha yang sobek yang semenjak tadi sedikit mengganjal di pikirannya. sedikitnya itu menodai wajah cantik Uruha.

Dan detik berikutnya bibir pemuda itu menyentuh bibir sang brunette yang tengah terlelap di bawah tubuhnya.

“tapi aku tidak membencimu”


TBC  (◕‿◕✿)

Sedikit-sedikit point-point penting yang saia garis bawahi dalam plotnya mulai tersampaikan, haaaaaaaaahh rasanya lega sekali ^0^a *Nguap*
Lalu bagaimana kelanjutan hubungan ToSa dan siapa laki-laki yang (kayaknya niat) ngerape Uruha? ada tokoh baru atau apa, saia beberkan di chapter berikut-berikuuutnyaaaa DXa
(maaf untuk chap-chap baru ini banyak BUAGH –nya *abaikan*)

No comments:

Post a Comment