Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW, D=OUT,
Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 17
Warning : bahasa sakarep, ancur! Jangan anggap serius FIC ANEH ini!!! DON’T LIKE DON’T READ!!
Length : 11 pages (3.205
words)
Note : akhirnya sampai juga ke sini Q_Q *bercucuran keringat Air
mata*
Chap 17 : ☆~Diversion~☆
Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆
Saga memegangi sudut bibirnya sambil
melihatnya di cermin, entah sampai kapan lebam di sudut bibirnya itu akan
menghilang. Saga merasa itu sangat mengganggu citra(?) kemulusan wajahnya.
“ugh!”, tidak sengaja jarinya
menekan lebam itu terlalu kuat, membuat sebuah ingatan kecil melintas di
otaknya. Ingatan kecil bagaimana ketua Osis BHS itu membuatnya mengerang karena
tekanan kuat di sudut bibirnya yang lebam. Berani sekali tuan macan itu
melakukan hal seperti itu dimana seorang guru tepat membelakangi mereka. kalau
saja Saga tidak refleks menjauh darinya mungkin Rookie sensei akan menangkap
basah ketidak senonohan yang dilakukan ketus Osis yang selalu menjadi
kebanggaan sekolahnya itu.
“sudahlah, buang saja barang
rongsokan begitu! kalau diperbaiki juga kau harus bayar mahal, lebih baik beli
yang baru”, Saga melirik Ruki di sampingnya yang semenjak tadi masih
mengotak-atik ponselnya yang ia tahu karena hasil bantingan Uruha. makhluk
minis itu langsung melapor padanya ketika pulang tadi.
“kau mudah mengatakan itu!”, Ruki
merengut.
Saga meletakan cermin kecilnya di
atas meja. “oh ya, jadi kau sudah benar-benar mendapatkan pekerjaan sekarang?”,
“iya, besok aku akan mulai bekerja”,
wajah Ruki tiba-tiba kembali cerah.
“memangnya di tempat apa kau
bekerja?”
“tentu saja di tempat yang sehat! Di
sebuah café yang cukup elit di daerah Shibuya, Tidak seperti tempat-tempat aneh
yang sebelumnya kau tawarkan padaku”, Ruki mendengus.
“dapat informasi darimana?”
“Reita! Dia bilang itu café milik
orang tua temannya, jadi aku langsung di terima hehe”
“waktu kerjanya?”
Ruki memutar bola matanya ke arah
Saga dengan wajah datar, “kau itu banyak tanya! Kayak ibuku saja”
“kau tinggal di rumahku! Jadi aku
harus tahu!”
Ruki mendengus, “karena mereka tahu
aku masih sekolah jadi aku akan dapat shift sore terus menerus, sampai malam. aku
dapat libur hari jum’at. ah! Kau harus rahasiakan ini dari siapapun! Cuma kau
dan Reita yang tahu”
“hm…”
“aku tidak sabar ingin cepat mulai
bekerja! Dan mendapatkan uang!!”
Saga melirik makhluk minis yang
duduk di sofa, di sebelahnya itu. “sekarang kau bilang begitu, kalau sudah
mulai bekerja pasti kau menyesal mengatakan itu”
“heee??? Darimana kau dapat
keyakinan seperti itu!? lagipula bukannya menyemangatiku, ini juga keinginanmu
kan?”
“aku Cuma bicara kenyataan”, Saga
kembali meraih cerminnya dan kembali menilik-nilik lebam di sudut bibirnya.
Entah kenapa Saga merasa sedikit kehilangan kalau Ruki harus langsung bekerja
sepulang sekolah dan pulang malam. hal yang membuat Saga betah di rumah karena
ada makhluk minis itu yang selalu melayaninya, dan bisa menjadi mainan untuk
penghilang rasa bosan suatu waktu.
“aku bersyukur ada orang seperti
Reita, kalau aku perempuan pasti aku sudah jatuh cinta padanya”, Ruki bergumam
agak menerawang sambil membayangkan kebaikan kakak kelas bernosebandnya itu.
kemudian ia sedikit menundukan kepalanya kembali mengotak-atik ponselnya.
“AKU BILANG KAU MANIAK
MENJIJIKAN!!!”
Dahi Ruki mengerut mengingat
kejadian paling menyebalkan baginya hari ini, “aku tidak mengerti…”, Ruki
menyimpan ponsel rusaknya ke atas meja dengan agak nepsong. “orang itu
mengataiku maniak menjijikan ketika menemukan fotonya di ponselku! Saat kuhapus
dia malah lebih meneriakiku! Sebenarnya apa maunya?? Se-tidak layak itu kah aku
mendapatkan penerimaan darinya?! Apa dia menganggap orang lain hanya kotoran
kecil di matanya yang tidak layak berada di sekitar orang agung seperti dia? ”,
Ruki menggerutu mengeluarkan unek-uneknya yang ia tahan semenjak tadi.
Ya, mungkin dia memang hanya kotoran
kecil yang menghalangi pemandangan bagi Uruha, Yang namanya kotoran itu
dimanapun terletak ia tetap menjadi kotoran, ia tidak akan menjadi sesuatu yang
indah di mata orang sekalipun terletak di atas mahkota.
Seperti Ruki yang selalu salah di
mata Uruha, sekalipun ia bertindak benar, Uruha tidak akan menerima itu sebagai
sesuatu yang benar, karena Ruki hanya kotoran kecil baginya. Ia akan selalu
salah dimata laki-laki itu.
“benar-benar orang sombong! Sok agung!
Sok sempurna!”
Saga melirik makhluk minis yang asik
menggerutu di sampingnya, ia kemudian kembali meletakan cermin kecilnya di atas
meja, “hei, kau masih penasaran siapa orang yang melakukan ini padaku?”, Saga
menunjuk sudut bibirnya.
Ruki menoleh pada Saga, masih tampak
bermuka masam karena gerutuan-gerutuannya, “memangnya siapa?”
“Uruha”
Ruki mengernyitkan dahinya, “punya
masalah apa kau dengan Uruha?”
“sudah kukatakan gara-gara kau!”
“aku?”
~Flashback : ON~ XD
Saga berdiri sambil memasukan kedua tangannya ke saku celana
seragamnya memandang kakak kelas yang dengan cara special memanggilnya untuk
berbicara empat mata di belakang gedung sekolah. Dan sejujurnya itu sedikit
mengejutkan bagi Saga, dipanggil oleh seorang pangeran sekolah BHS nomor satu
itu.
“kau memanggilku ya, Uruha-sama? Apa tidak salah?”, Saga tersenyum
tipis. “ini suatu kehormatan untukku”
“kau….aku tidak mau basa-basi denganmu! Kau membiarkan dia tinggal
di rumahmu bukan dengan Cuma-Cuma kan? mana mungkin ada orang semurah hati itu
di jaman seperti ini”
Saga memegangi dagunya, sudah tahu betul apa topic pembicaraan yang
hendak dibahas uruha, “benar. tidak ada yang gratis di dunia ini”
Uruha melangkah mendekati adik kelasnya itu, “jadi…apa imbalan yang
kau dapat dari anak laki-laki melarat seperti itu? apa yang dia berikan
padamu?”, Uruha memicingkan kedua matanya.
Saga pura-pura berpikir lalu menyeringai tipis membuat Uruha
mengernyitkan dahinya, “kenapa kau ingin tahu Uruha-sama? Kau mengkhawatirkannya?”
“apa?! bukan begitu!! dia…. Kau harus tahu! Kakekku sudah
menganggapnya cucunya sendiri, jadi kalau ada apa-apa dengannya, kakekku yang
akan mendapatkan masalah!”
Saga menganggukan kepalanya, “baiklah, Ruki memang tidak membayar
dengan uang untuk tinggal di rumahku karena kau tahu sendiri, dia miskin.
Sedangkan tidak ada yang gratis di dunia ini, dan aku bukanlah orang sebaik itu
sampai mau menampung anak orang di tempatku, Jadi dia…..”, Saga sengaja
menggantungkan kata-katanya.
“dia?”, Uruha terlihat tidak sabaran mendengar kelanjutan kata-kata
Saga.
“dia memakai tubuhnya sebagai bayaran”, Saga tersenyum tanpa dosa.
“Ap—“
BUAGH!!!
~Flashback : OFF~ XD
“BRENGSEEEKKK!!! SAGA!!! KUBUNUH KAU!!”, Ruki mencekik Saga tanpa
ampun.
“Ohekk!! Ohoookk!!”, Saga berhasil melepaskan lehernya dari cekikan
Ruki yang sepertinya tidak main-main ingin membunuhnya. “memang benar kan? apa
yang salah dari kata-kataku? Kau kujadikan babu, kupekerjakan badanmu itu
sebagai bayarannya. Pikiran Uruha-mu itu saja yang tidak jernih”, ucap Saga
tanpa dosa.
“KAU YANG TIDAK PUNYA OTAK! Siapapun yang mendengar kata-katamu itu
pasti akan berpikiran sama dengannya!!”, Ruki kelewat jengkel. Tangannya
benar-benar gatal ingin kembali mencekik leher laki-laki kerempeng itu. ternyata
itu yang dimaksud Uruha dengan menjual diri demi mendapatkan tempat tinggal.
Ruki pikir Uruha hanya mengambil kesimpulannya sendiri karena didasari rasa bencinya.“kenapa kau setega itu
padakuuuu?!”, Ruki kembali meraih leher Saga dan mencekiknya.
“mungkin memang sebaiknya aku menerima tawaran Reita untuk tinggal
di tempatnya!”, gerutu Ruki setelah puas membuat Saga hampir pucat karena
cekikan mautnya.
Baiklah, Ruki akui Saga menjadi penyebab Uruha mengatainya
macam-macam tadi. Tapi hanya sekian persennya! tentang bagaimana Uruha
mengatainya soal Reita, itu pastilah seratus persen karena kesimpulan Uruha
sendiri dengan dasaran rasa benci Uruha terhadapanya. Dan itu yang paling tidak bisa Ruki maafkan
dari perkataannya, apa hak laki-laki itu mengatainya maniak menjijikan? Dan
yang penting, Uruha sudah merusak ponsel berharganya satu-satunya. Kenyataan
kecil yang ia tahu dari Saga tidak akan menggoyahkan hatinya yang sudah
bertekad untuk secara murni membenci Uruha. Laki-laki itu sudah keterlaluan dan
Ruki tidak mau sekali-kali lagi menerima kata-kata pedas dari mulut berlidah
tajam itu.
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Saga keluar dari sebuah super market dengan sekantong belanjaan
untuk keperluan makannya selama seminggu ke depan. Hari minggu ini Saga tidak bisa
menyuruh Ruki untuk berbelanja karena makhluk kecil itu masih bermuka masam
setiap bertatap muka dengannya. Saga juga sudah tidak bisa seenaknya lagi
menyuruhnya melakukan ini itu di rumah sejak Ruki telah mendapatkan pekerjaan.
Saga menghela nafas cukup panjang. Sudah kena tinju Uruha, dia juga
mendapatkan cekikan maut Ruki yang membuatnya hampir sekarat. Sial sekali
nasibnya! Padahal sejak awal Saga tidak berniat mengatakan keisengannya itu
pada Ruki karena tahu makhluk minis itu pasti akan ngamuk lagipula dia hanya
ingin sedikit iseng saja mengatakan itu pada Uruha, dia tidak tahu kakak
kelasnya itu darting.
Saga merogoh saku celananya untuk mengambil kunci motor ketika ia
sampai di area parkir sampai tiba-tiba sebuah keributan sedikit menyita
perhatiannya. Ada seseorang yang Saga kenal di sana.
Uruha.
Saga berdiam mengurungkan niatnya sebentar untuk menaiki motornya
di area parkir, dia melihat seorang bapak-bapak terjatuh karena di dorong Uruha
kemudian kakak kelasnya itu terlihat terburu-buru menaiki mobilnya seakan-akan
dia tengah dikejar maling.
“Kouyou!”, laki-laki yang sudah tidak muda lagi itu bangun dari
tanah dan menggedor-gedor pintu mobil Uruha, “Kouyou aku selalu mencarimu!
Selama ini aku selalu mencarimu!!”, Uruha terlihat tidak menggubris perkataan
seseorang yang terus menggedor pintu mobilnya, “Kouyou! Maafkan aku! maafkan
ayah nak!”, dan mobil sport Uruha melaju keluar area parkir meninggalkan
laki-laki yang menyebut dirinya sebagai ayahnya itu.
Saga masih belum menaiki motornya, memperhatikan bapak-bapak itu
yang menutupi wajahnya selama beberapa lama setelah kepergian Uruha sampai
akhirnya dia pergi dari sana.
seperti ada penyesalan.
Drrrt…
Saga tersadar dari pikiran-pikirannya tentang bapak-bapak asing itu
saat tiba-tiba ponsel di saku celananya bergetar. Dia melihat nomor asing yang
tidak dikenal memanggilnya, Saga menyempatkan diri dulu untuk mengernyitkan
dahinya sebelum akhirnya ia angkat juga.
“moshi-moshi…”
‘kebetulan sekali’
Saga menaikan sebelah alisnya, “apa? siapa ini?”
‘bagaimana kalau mampir sebentar untuk minum kopi?’
“ha—“, tiba-tiba mata Saga melihat mobil sport hitam yang sangat ia
kenal terparkir tepat di samping tempat kosong bekas mobil Uruha tadi.
Sepertinya Saga terlalu focus memperhatikan Uruha dan bapak-bapak itu sampai
tak menyadari mobil sport hitam itu terparkir di sana.
‘kenapa memandangi mobilku seperti itu? kebetulan aku sedang tidak
membawa seorang wani…ah tante-tante sekarang’
Saga meliarkan pandangannya mencari sosok laki-laki yang bebicara
dalam line teleponnya hingga akhirnya ia menemukan laki-laki raven itu berdiri
di gerbang masuk area parkir sambil melihat ke arahnya dengan sebelah tangan
memegangi ponsel di sebelah telinganya.
“darimana kau dapat nomor ponselku…..Kaichou-sama?”
‘aku memintanya pada Ruki ketika mengantarnya melihat-lihat tempat
kerja waktu itu’
Tidak salah. Saga yakin pasti dari anak itu, karena tidak banyak
teman sekolahnya yang mempunyai nomor ponselnya. “ck! berani sekali dia
memberikan nomor ponselku tanpa seizinku”
‘jadi, bagaimana dengan tawaranku?’
“aku menolak!”
‘uang sisa ganti rugi kecelakaan itu’
“ha?”
‘aku berikan sekarang……bagaimana?’
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Reita menyetir mobilnya dengan earphone menyumpel kedua telinganya,
sedikit menggerakan kepalanya mengikuti musik yang mengalun masuk ke gendang
telinganya namun tetap tidak menghilangkan konsentrasinya menyetir. Ini adalah
hari pertama Ruki memasuki kerja sambilan barunya, dan ini pertama kalinya adik
kelas mungilnya itu bekerja. Reita hanya ingin memastikan dia tidak dikerjai
para seniornya di tempat kerja, karena tubuhnya yang mungil itu seakan selalu
mengundang hasrat orang untuk mengerjainya.
Mendadak jalanan yang dilalui laki-laki bernoseband itu macet,
Reita sedikit mendengus. Saat Reita sedang asik menghilangkan rasa bosannya
karena mobilnya tidak kunjung bergerak saking padatnya jalanan kota Tokyo,
tiba-tiba musik di telinganya berhenti saat panggilan masuk ke ponselnya.
“ya, Uru?”
‘di tempat biasa’
“ha?”, Reita menekan nekan klakson mobilnya beberapa kali, dia tahu
itu tak akan membuat mobil di depannya berjalan ataupun menyingkir dari depan
mobilnya, tapi klakson mobil saling bersahutan di sekelilingnya, Reita hanya
ikut meramaikan. “ah ya, maaf Uru aku tidak bisa menemanimu sekarang”
‘……..’
“gomen hhe, lain kali pasti aku temani deh, ya! aku sedang menuju
tempat Ruk—“
Tut…tut…tut…
Dan musik di telinga Reita kembali menyala setelah Uruha memutuskan
panggilannya tanpa aba-aba. Reita kembali asik menekan-nekan klakson mobilnya
sambil menggerak-gerakan kepalanya kembali mengikuti irama musik dengan
senyuman tipis terkembang di wajahnya.
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Saga memasang tampang jutek dan sinis dan tidak nyaman, semua
ekspresinya bercampur dan tergambar jelas di wajahnya saat berhadapan dalam
satu meja dengan kakak kelasnya yang semenjak masuk tadi hanya memandanginya di
sebuah café di daerah Shibuya itu.
“cepat berikan uangnya!”
“kalau aku memberikannya sekarang, maka saat itu juga kau akan
pulang”
“kau tidak salah, aku memang ingin segera pulang, karena itu cepat
berikan!”, Saga menggerakan jari telunjuknya mengisyaratkan kakak kelasnya itu
cepat-cepat mengeluarkan uang yang diinginkannya.
“bahkan kopi-nya belum datang”
“cis!”, Saga memalingkan wajahnya sedikit jengkel. Dan kedua orang
itu kembali dalam kebisuan sampai beberapa saat kemudian seorang waiter
mengantarkan kopi pesanan mereka, meletakannya di atas meja. “kopinya sudah datang,
sekarang berikan!”
“percuma di pesan kalau tidak diminum”
Saga kembali mendengus lalu meneguk habis kopi dingin di atas meja
di hadapannya, “sekarang apa lagi?!”
Tora tertawa kecil dengan kelakuan adik kelasnya yang satu itu, “aku
minta kau diam saja di kursimu sampai kopiku habis”
“hah? jangan konyol!”
“aku hanya bercanda”, Tora sedikit melebarkan bibirnya lalu merogoh
dompet di saku celananya, mengeluarkan selembar kertas cek dari sana, “500.000
yen”, Tora meletakan kertas itu di atas meja di tengah-tengah mereka. “sesuai
keinginan awalmu”
Saga berpura-pura masih berwajah jutek, ia terlalu jaim untuk
senyam-senyum padahal kertas kecil yang di sodorkan padanya itu bernilai
500.000 yen. “hn…oh”, Saga mengulurkan tangannya untuk mengambil cek itu dari
atas meja namun tiba-tiba tangan Tora kembali menariknya bahkan sebelum tangan
Saga sempat mencapai ujungnya.
“apa lagi?”, protes Saga tidak suka dengan tindakan kakak kelasnya
itu.
“aku masih menganggap ini bayaran yang terlalu tinggi hanya untuk sebuah
kecelakaan ringan yang membuat motormu sekedar lecet”, Tora mengetuk-ngetuk
gagang cangkir kopinya dengan telunjuknya, namun tatapannya lurus menatap Saga.
“aku bisa menghabiskan malamku dengan 3 atau 5 orang perempuan dalam satu malam
dengan jumlah uang ini”
Saga meremas telapak tangannya di atas meja, “jadi kau akan
memberikannya atau tidak?! jangan membuang-buang waktuku!”
Tora tersenyum tipis kembali meletakan kertas itu di atas meja.
“aku berikan…”
“cis! jangan mengulur-ulur wak—“
“satu malam”
“ha?”, Saga mengernyitkan dahinya.
“berikan satu malammu untukku”
Kedua mata Saga melebar sempurna.
“kalau kau mau, aku bisa menambahkan jumlahnya berapapun yang kau
minta”, Tora meminum kopinya.
Saga mengepal kuat satu tangannya di atas meja, “katakan kau sedang
becanda!”
“aku tidak bercanda”
BUAGH!!
Beberapa orang pengunjung café di sana serempak mengalihkan
perhatian mereka pada satu meja.
Tora meraih satu pipinya yang baru kena tinju laki-laki cantik di
hadapannya.
“apa yang kau pikirkan tentangku?”, Saga telah berdiri dari
duduknya, mengepal kedua tangannya kuat. Laki-laki raven di hadapannya
mengusap-usap pipinya, meraih cangkir kopi di hadapannya kemudian sedikit
meneguknya.
“orang yang akan melakukan apa saja demi uang, bukan begitu?”, Tora
menatap adik kelasnya itu dengan mata tajamnya. Tidak ada keraguan di matanya
mengatakan kata-kata itu.
Saga semakin mengepal kedua telapak tangannya, meraih kertas cek di
atas meja dan menyobek-nyobeknya menjadi kepingan-kepingan kecil lalu
melemparkan sobekan-sobekan itu ke wajah Tora. “ambil uang 500.000 yen
berhargamu itu Kaichou-sama!”, Tubuh Saga sedikit bergetar, namun ia memaksakan
untuk tersenyum. Senyuman sinis khasnya.
“permisi”, Saga segera beranjak dari meja mereka, menjinjing
kantung belanjaannya dan berjalan ke arah kasir, membayar secangkir kopinya
lalu segera keluar dari café itu dengan terburu-buru, mengabaikan para
pengunjung café yang mulai ribut membicarakannya.
Tora mengurungkan niatnya untuk kembali meminum sisa kopinya karena
ada sobekan kertas yang masuk ke sana. mengabaikan orang-orang yang mencuri
pandang ke arahnya dan berbisik-bisik membicarakannya dan juga Saga.
Tora merogoh ponselnya memanggil satu nomor di kontak ponselnya,
“Shou?”
‘Tora, ada apa?’
“wanita itu memang lebih baik, mereka lembut, saat mereka marahpun
tamparannya hanya seperti gigitan kutu”
‘bicara apa kau ini?’
“besok kau akan melihat pipiku bengkak”
‘kau berkelahi?’
“kupikir dia tidak punya jurus tinju seperti itu, padahal
sebelumnya tamparannya sama dengan wanita-wanita yang pernah menamparku”
‘aahh! mungkin kau terlalu meremehkan lawanmu kaichou’
Tora tersenyum kecil, “sepertinya begitu”
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Seorang bartender mulai ragu untuk menuangkan minumannya ke dalam
gelas seorang pemuda yang bahkan sudah tak bisa mengangkat kepalanya. Namun
pemuda itu terus menerus meminta agar gelasnya kembali terisi penuh dengan
minuman dan dia akan segera meneguknya habis.
Seorang pemuda lain tiba-tiba duduk di samping pemuda mabuk itu,
melirik laki-laki brunette yang terkulai lemah ke meja namun tangannya masih
memegangi gelas kosong yang di sodorkannya ke arah sang bartender.
“ada apa dengannya?”, tanya pemuda lain itu pada sang bartender.
“dia telah menghabiskan beberapa botol minuman namun masih saja
terus meminta lagi, padahal keadaannya sudah menyedihkan begitu. kalau sudah
begini dia tidak akan bisa pulang dalam keadaan seperti itu”, jelas bartender
itu sembari mengocok minuman dalam botol lalu menuangkannya ke dalam gelas
laki-laki yang baru duduk di depan mejanya.
Laki-laki itu segera meneguk minuman yang baru dituangkan sang
bartender pada gelasnya, “biar aku yang mengantarnya”, ujarnya tiba-tiba sambil
menoleh ke arah pemuda mabuk di sampingnya. “Uruha!”, Pemuda itu menepuk-nepuk
pipi pemuda mabuk yang ia panggil Uruha, namun tak ada tanda-tanda Uruha sadar
dengan tepukan tengannya.
“ah, kau mengenalnya?”
“dia temanku”
“aah syukurlah kalau begitu, aku khawatir tidak bisa
mengantarkannya haha”
Pemuda itu segera merangkul tubuh Uruha yang seakan sudah tak
bertenaga, ia membawa sang brunette ke luar bar dan membawanya ke mobilnya.
Setelah selesai memposisikan Uruha di kursinya, pemuda itu segera masuk ke
mobil dan duduk di kursi kemudinya. Ia tidak segera menyalakan mesin mobilnya,
melainkan hanya terdiam menoleh ke arah laki-laki tak berdaya di sampingnya
yang sesekali terbatuk, menatap setiap inci wajah pemuda itu.
“kau sudah lihat siswa barunya? dia cantik seperti perempuan”
Pemuda itu mengalihkan tatapannya dari wajah Uruha, menyisir ke
belakang rambut-rambut bagian depannya. Beberapa saat kemudian dia kembali
menoleh ke sampingnya, mencondongkan tubuhnya ke arah pemuda cantik itu,
memasangkan seatbelt di tubuhnya. Ia bisa merasakan bau menyengat minuman dari
tubuh Uruha hingga ia sedikit menutup hidungnya dengan punggung tangan sebelum
akhirnya ia memasang seatbelt pada tubuhnya sendiri dan menyalakan mesin mobil
yang kemudian segera ia lajukan meninggalkan tempat parkir bar itu.
Sang pemuda menjatuhkan tubuh Uruha yang dirangkulnya ke atas tempat
tidur berukuran king size. Dia menaikan kaki Uruha hingga pemuda brunette itu
sepenuhnya terlentang di atas kasur. Pemuda itu mendudukan dirinya di bibir
ranjang sedikit menundukan kepalanya menatap lantai beberapa saat. Kemudian ia
berdiri menarik selimut menyelimuti tubuh Uruha dan berniat pergi setelahnya,
namun tiba-tiba tangan Uruha menarik kerah kemejanya saat tubuhnya membungkuk
untuk menyelimuti tubuh sang brunette.
“—tua…brengsek”
Laki-laki itu mendengar Uruha bicara dengan suara lemah dalam
ketidak sadarannya.
“…. breng…sek….Rei…ta”
Pemuda itu menaikan sebelah alisnya.
“kau…brengse…kk MANIAK!!!”
Tiba-tiba suara Uruha meninggi dan cengkraman tangan di kerah
pemuda itu semakin menguat.
“semua orang brengsek….”, Uruha menutupi kedua matanya dengan
punggung tangan dalam beberapa saat seperti terisak. Kemudian ia seakan
terlelap.
Sang pemuda masih enggan mengangkat tubuhnya dari membungkuk,
rasanya dia ingin menatap wajah yang kini telah terlelap itu lebih lama. Dia
menyingkirkan tangan Uruha yang menutupi kedua matanya hingga dia bisa
menangkap seluruh wajah cantik itu tanpa terhalang apapun. Ada bau yang begitu
menyengat dari tubuh Uruha menyusup ke hidungnya, namun ia seakan tak perduli
lagi dengan itu.
“aku benci padamu!”
Pemuda itu tersenyum samar, mengusap pipi putih Uruha dengan
perlahan. Ia juga sedikit menyentuh sudut bibir Uruha yang sobek yang semenjak
tadi sedikit mengganjal di pikirannya. sedikitnya itu menodai wajah cantik
Uruha.
Dan detik berikutnya bibir pemuda itu menyentuh bibir sang brunette
yang tengah terlelap di bawah tubuhnya.
“tapi aku tidak membencimu”
☆TBC☆ (◕‿◕✿)
Sedikit-sedikit point-point penting yang saia garis bawahi dalam
plotnya mulai tersampaikan, haaaaaaaaahh rasanya lega sekali ^0^a *Nguap*
Lalu bagaimana kelanjutan hubungan ToSa dan siapa laki-laki yang (kayaknya
niat) ngerape Uruha? ada tokoh baru atau apa, saia beberkan di chapter
berikut-berikuuutnyaaaa DXa
(maaf untuk chap-chap baru ini banyak BUAGH –nya *abaikan*)
No comments:
Post a Comment