Search + histats

Tuesday, 30 August 2016

Natural Sense ★36

Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 36
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD ! gak!baca!ulang!typos! Rada ero[r] dan kata-kata kotor(?)
Length :  15 Pages (4.040 words)
Note :  holaa~ xD


Chap 36 : ☆~Anxiety~☆



Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆

“Kakek?”

“O-ohayou gozaimasu!” Ruki membungkukan badannya cepat. Mendadak keringat dingin renum di dahi dan pelipisnya. Kamijo baru saja menemukannya keluar dari kamar Uruha! Bagaimana kalau Kamijo curiga dan berpikir macam-macam melihatnya keluar dari kamar cucunya sepagi ini dan dengan wajah baru bangun tidur begitu? Kalau Kamijo menemukan bahwa ia menyukai Uruha... mungkinkah ia masih bisa tetap tinggal di rumah ini? Tak pernah terlintas pemikiran seperti itu sebelumnya di benak makhluk minis itu. Dan sekarang ia mulai mengkhawatirkannya...

“Kalian tidur bersama?”

Matilah Ruki.
Orang terhormat dan terpandang seperti Kamijo pasti tidak ingin namanya tercoreng dengan memiliki seorang cucu... dan lagi hanya seorang cucu angkat, yang tidak normal.
Makhluk minis itu pasti akan segera di tendang dari rumah besar ini dan mendapat penilaian sebagai orang yang tidak tahu terimakasih!

“Aku yang memaksanya. Semalam banyak petir jadi aku memintanya menemaniku.” Jawab Uruha dengan santainya.

Kamijo menatap cucu kesayangannya itu lalu kembali menatap Ruki yang seperti menciut di tempatnya berdiri. Namun tanpa diduga, bukannya mengusir, Tuan besar yang selalu menaburkan aura mawar dimanapun ia berada itu malah merangkul kedua cucunya itu dengan sayang. “Akhirnya aku bisa melihat kalian benar-benar rukun.” Ucapnya senang.

“........”

Ruki berpikir.... apa Kamijo tahu apa itu "rukun" diantara ia dan Uruha yang baru saja diucapkannya? Sepertinya Kamijo terlalu positif dan berpikiran lurus. Dan itu semakin membuat Ruki merasa tidak enak jadinya.

“Nimo sudah mengatakan semuanya. Bahkan Uruha yang memaksamu kembali ke rumah ini... Itu benar?”

Ruki melirik Uruha yang juga mendeliknya. “Iya.”

“Haha... Kakek bangga padamu Uruha! Kakek tahu pasti akan ada saat seperti ini. Melihat kalian akrab dan rukun, seperti sebuah hadiah untukku. Terimakasih cucu-cucuku.” Untuk kedua kalinya Kamijo memeluk kedua cucunya dengan senang. “Apa dengan ditemani membuatmu lebih tenang, Uruha?”

Uruha kembali mendelik makhluk minis di sampingnya, “aku juga tak tahu, tapi kalau dengannya... sepertinya ketakutanku berkurang.” Jawab Uruha yang langsung menarik delikannya saat Ruki menunjukan ekspresi terkejut dan memelotinya karena jawabannya.

“Begitukah? Hanya jika Ruki yang menemanimu?” Kamijo sedikit mengernyitkan dahinya.

“Sepertinya....”

“Apa artinya itu?”

“A-ano! Kakek—”

“Dia tahu cara menenangkanku.”

Kamijo beralih menatap cucunya yang lebih kecil yang terlihat asik mendelik Uruha. “Benarkah itu Ruki?”

“He? Itu... Itu karena saat aku tahu Uruha lemah dengan suara petir, aku pernah sekali waktu mengerjai Uruha saat hujan petir dan aku merasa bersalah, jadi aku berusaha menemukan cara bagaimana agar perasaan bersalahku hilang...” Ruki kembali melirik Uruha yang juga sudah menoleh ke arahnya, “aku tidak ingin melihat Uruha seperti itu lagi...” Ruki meremas jari-jarinya gugup.

“Terimakasih.”

Ruki kembali mengangkat wajahnya yang sempat ia tundukan, dan menemukan Kamijo tersenyum padanya dengan penuh rasa terimakasih terpancar jelas di wajah rentanya.

“Kakek yang sudah tinggal bersama Uruha selama ini saja bahkan tak bisa hanya untuk menenangkannya saat ia ketakutan karena petir. Dan lagi, aku selalu tak tega melihat Uruha dalam keadaan seperti itu di depan mataku hingga akhirnya aku menyerah.”

“Tidak, aku juga tidak tahu kalau—” Tiba-tiba Ruki merasakan tubuhnya di dorong.

“Cepat mandi sana!” Suruh Uruha. “Aku tidak mau kesiangan masuk kelas gara-gara kau!”

Kamijo tersenyum. Nimo juga mengatakan kalau setiap pagi Uruha dan Ruki selalu berangkat bersama dalam satu mobil dan pulangpun juga. “Baiklah, kalau begitu kakek tunggu kalian di meja makan setelah kalian selesai nanti ya.”

“H-hai!!”

Kamijo memangku kedua tangannya tersenyum melihat Ruki berlari ke kamarnya. “Kecil, sederhana, polos, tapi dibalik semua itu... ada kehebatan. Apa kau sudah menemukannya Uruha?” Kamijo bergumam. Uruha hanya mengusap-usap tengkuknya sambil melihat ke arah lain. “Dia benar-benar mengingatkanku pada neneknya.”

“Memangnya orang seperti apa dia?”

“Seperti yang kau lihat pada Ruki. Dia cepat gugup, polos, tapi tahan banting.”

“Maksudmu kuat?”

“Dia bahkan masih bisa menunjukan senyumannya meskipun aku berusaha untuk menyakitinya agar dia membenciku dan melupakanku. Tapi dia mengirimkan dan mempercayakan cucunya padaku, sebagai bentuk penyampaian bahwa dia bahkan masih selalu mengingatku sampai akhir hayatnya.” Kamijo menoleh pada Uruha, “padahal kau sudah begitu keterlaluan memperlakukannya tapi lihat.... dia bahkan begitu perduli padamu dan melupakan semua tindakan kekanak-kanakanmu. Kalau Ruki perempuan... kau mungkin sudah jatuh cinta padanya.”

“.........”

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

“Lihat! Anak itu makan satu meja lagi dengan Uruha-sama dan Reita-sama!!”

“Ugh! Menyebalkan!!”

Aoi melirik ke arah dimana anak yang dia kenal bernama Matsumoto itu duduk di samping Uruha di mejanya yang menjadi bahan keirian para fangirlsnya. Seperti yang perempuan-perempuan itu katakan, akhir-akhir ini memang sepertinya anak itu selalu berada di sekitar Uruha. Dan Uruha pun seperti tak keberatan dengan itu. Selama ini tak pernah ada yang bisa duduk satu meja di kantin bersama pangeran nomor satu BHS itu selain Reita atau Tora atau kedua pengikut setianya dan... Sharon. Bukannya cemburu sih... Selama ini Aoi memang sedikit tertarik dengan anak bernama Matsumoto itu... Atau mungkin karena dia selalu dikaitkan dengan Uruha? Makanya Aoi jadi tertarik padanya? Seperti halnya Sharon yang selalu berusaha ia rebut perhatiannya dari Uruha, dulu.

“Sepertinya wajahmu terlihat lebih cerah dari biasanya. Terjadi sesuatu yang menyenangkan?” Reita menatap adik kelas mungilnya sambil menyeruput jusnya.

“Apa? Haha... tidak ada. Apa maksudmu Reita-senpai?” Ruki tertawa garing.

“Benarkah? Hmm...” Reita menganggukan kepalanya. “Tidak apa sih. Toh Uruha sudah cerita semuanya...”

“OHOK!! OHOK!!” Ruki menepuk-nepuk dadanya tiba-tiba tersedak.

“Kau baik-baik saja Ruki?” Tanya Reita khawatir sambil menyodorkan jusnya segera. Uruha hanya memangku kedua tangannya, menggulir bola matanya malas sampai tiba-tiba dasi seragamnya ditarik dari samping.

“APA SAJA YANG KAU CERITAKAN?!” Tanya Ruki nepsong sekaligus malu.

“Apa? Aku hanya bilang semalam kita tidur bersama.” Jawab Uruha santai.

“Hanya bilang 'Tidur bersama' kau bilang? TIDUR BERSAMA itu....apa kau tau apa maksudnya itu? Bagaimana kalau orang salah mengartikan?! Tidak semua orang sepositif dan selurus Kamijo-sama—”

“Kalau itu kau... Aku tidak sampai berpikiran ke sana.” Reita memotong.

Ruki menoleh kembali ke arah kakak kelas bernoseband di depannya, “benarkah?”

Reita mengangguk, “tentu saja, lagipula...” tuan bernoseband itu melirik Uruha, “Uruha itu straight, dia tidak akan berani mengapa-apakanmu. Ya kan Uru?” Tanya Reita sedikit iseng yang langsung mendapat delikan sinis dari sahabatnya itu.

“.........”

Ruki melepaskan genggaman tangannya di dasi Uruha dan kembali membenarkan posisi duduknya. Entah kenapa kata-kata kakak kelas bernosebandnya itu membuat Ruki tidak enak hati. Uruha straight. Bahkan mungkin sampai saat ini Uruha masih menyukai Sharon. Kalau saja Sharon tidak mengkhianatinya, mungkin sekarang mereka masih bersama. Hanya sejak Sharon mengkhianatinya dan pergi, sikap Uruha tiba-tiba berubah drastis padanya. Apa itu bisa dikatakan pelampiasan? Atau karena Uruha tahu Ruki menyukainya... dan dia juga sedang patah hati... Apa ada unsur pemanfaatan di sini? Ruki kembali mulai meragukan maksud dan arti dari sikap Uruha padanya.

“Ruki?”

“He?”

“Kau melamun?”

“Ahah maaf, sepertinya aku butuh ke toilet sebentar! Permisi!” Ruki buru- buru berdiri dan beranjak dari kursinya duduk.

“Sepertinya aku salah mengatakan sesuatu.” Reita memandangi punggung Ruki yang sedikit berlari meninggalkan mereka sampai akhirnya sosoknya menghilang ke balik tembok.

“Kau menantangku, ha?” Uruha menaikan satu alisnya.

Reita menyandarkan punggungnya di sandaran kursi dan memangku kedua tangannya, “Kau selalu bilang begitu kan? Tapi kalau ternyata kau berubah pikiran, tunjukan ! Itupun kalau kau berani!” Reita menyunggingkan senyum sinisnya menatap Uruha.

Uruha balas tersenyum tidak kalah sarkastiknya, “kau meremehkanku.”

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Saga menatap sosok yang tiba-tiba saja muncul di hadapannya dengan sinis, sedikit merasa terganggu. Hari inipun Ruki diseret Uruha lagi, jadi Saga memilih menikmati waktu istirahatnya dengan mendengarkan musik di kelas hingga tanpa sadar lantunan musik dikedua telinganya membuatnya merasakan kantuk, lagipula waktu tidurnya semalam terganggu. Tidur selama jam istirahat bisa sedikit menggantikan waktu tidurnya yang tercuri meski hanya satu jam.... Itu lumayan.
Namun lagi-lagi pengganti waktu tidurnya pun diganggu orang itu.

Saga melepas headset di sebelah telinganya, “Ada perlu denganku?” tanya Saga. Nada jengkel karena merasa terganggu nya masih terdengar dari suaranya.

“Aku traktir!”

“Ha?” Saga mengernyitkan dahinya.

“Sepertinya Shou masih marah gara-gara semalam. Dia sama sekali tidak mengajakku bicara selama di kelas dan dia juga meninggalkanku untuk makan siang.”

“Aku tidak mau. Itu masalahmu.” Saga kembali memakai satu headsetnya namun baru saja benda itu tertempel di telinganya seseorang kembali melepaskannya.

“Coba kudengar apa yang sedang kau dengarkan...” Tora menarik sebuah bangku memposisikannya di sebelah adik kelasnya dan ia segera duduk di sana sambil bertumpang kaki dengan menempelkan satu headset Saga di sebelah telinganya dan berpangku tangan. “Hmm... Kau suka musik yang seperti ini,” komentarnya setelah beberapa saat mendengarkan.

“Tidak juga. Aku hanya mendengarkan lagu yang menurutku enak...”

“Band apa ini?”

Saga mendelik kakak kelasnya dari ekor matanya, “kenapa?”

“Aku suka permainan gitarnya.”

Saga melihat tuan macan itu memejamkan matanya terlihat menikmati musik yang sedang di dengarnya dengan sudut bibirnya terkembang tipis. Membuat Saga lupa akan pertanyaan yang harus dijawabnya dan malah asik memperhatikan macannya dalam diam. Ketu Osis BHS itu terlihat begitu damai menikmati musik yang melantun di sebelah telinganya, begitu tanpa perlindungan, begitu tampan...
Saga masih sulit untuk mempercayai bahwa laki-laki di sampingnya itu memilihnya... mencintainya.
Apa dengan itu sudah tak ada yang perlu Saga takutkan lagi sekarang? Apa hubungan mereka akan berjalan dengan baik mulai saat ini dan seterusnya?
Saga tersenyum hambar mengasihani dirinya sendiri.
Sejak awal ia tahu tak akan ada kata "seterusnya" dalam hubungan mereka. Keluarga Amano menaruh harapan besar pada sang penerus keluarga satu-satunya ini. Jika keluarga Amano mengetahui hubungan mereka.... itulah saatnya Saga untuk menarik diri. Bahkan mungkin sebelum itu terjadi...
Tapi untuk saat ini... Tidak apa-apakah Saga berbangga dan menjadi tamak untuk memiliki macannya itu untuk dirinya sendiri? Dengan mengesampingkan apa yang sedang menunggu mereka di depan nanti. Selama ia masih bisa dengan leluasa merasa memiliki kakak kelasnya itu.... Saga ingin menikmati perasaan itu.

Tora membuka matanya merasakan sesuatu bertumpu di sebelah pundaknya. Ia melihat adik kelasnya menyandarkan kepalanya di sana sambil memejamkan mata. Bibir tipis Tora terkembang bahkan tanpa ia sadari. Aroma sampo rambut hazel itu menguar harum di hidung sang macan saat ia menolehkan wajahnya ke arah dimana kepala Saga bersandar padanya.

“Apa kau tidak takut seseorang melihat?” Tanya Tora terkekeh iseng.

“Kau keberatan?”

“Biasanya kau orang yang akan mengkhawatirkan hal seperti itu.”

“Memangnya kau tidak khawatir?”

“Aku tidak perduli.”

“Kalau itu keluargamu?”

“........”

Saga menarik kembali kepalanya dari pundak kakak kelasnya, “aku tidak menyalahkanmu karena itu. Karena aku juga punya ketakutan yang sama.”

“Bisa kita tidak membicarakan itu sekarang?” Saga bisa mendengar nada tak nyaman yang dirasakan kakak kelasnya karena pembicaraan yang ia bawa.

“Dibicarakan atau tidak, saat itu pasti akan datang. Tentu kau tidak ingin keluargamu tahu, kau tidak ingin keluargamu memandang jijik—”

“SAGA!!!” Tora berdiri dari duduknya emosi sampai satu headset dari telinganya terlepas. Bisakah adik kelasnya itu membiarkannya merasa tentram dan menikmati kebersamaan mereka sebentar saja?
Namun belum sempat Tora mengutarakan amarahnya, Saga segera menarik dasi ketua Osis BHS itu membuatnya membungkuk sampai wajahnya beberapa senti di atas wajah Saga.

“Karena itu, sebelum kau meninggalkanku... tidak apa-apa kan aku menjadi rakus?”

“..........”

Saga berdiri dari bangkunya, melingkarkan kedua lengannya di leher kakak kelasnya dan mengecup bibir tipis itu lembut. Tora tak merespon untuk kecupan Saga yang pertama, emosinya masih bersisa dan tindakan Saga yang mengejutkan juga membuatnya sedikit shock. Namun Saga kembali menggodanya dengan kecupan yang sedikit nakal hingga pertahanan sang ketua Osispun runtuh. Tora meletakan kedua tangannya di pinggang ramping adik kelasnya yang asik mencumbu bibirnya yang ia balas lebih lagi. Dan mereka dalam keadaan saling mendominasi satu sama lain selama beberapa lama, bahkan saat Saga melihat Ruki hendak masuk ke kelas namun karena melihat mereka dalam keadaan seperti itu makhluk minis itu kembali menarik dirinya, Saga tidak ingin melepaskan pagutan bibirnya dengan sang macan. Seakan setelah ini ia akan kehilangan kakak kelasnya.

Kehilangan.....

Itu hal yang pasti dalam hubungan mereka, hanya masalah waktu.....
Dan memikirkan itu membuat Saga semakin mengeratkan lingkaran lengannya di leher sang ketua osis dan mencumbu bibir dan mulut itu lebih lagi sampai akhirnya Tora yang menyerah dan menarik dirinya.

“Aku senang...” Tora menatap adik kelasnya. “Tapi ada yang kau khawatirkan... Dan kurasa itu yang membuatku jadi tidak sepenuhnya senang.”


☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Ruki menghela nafasnya sebelum membasuh tangannya di wastafel. Kata-kata Reita tentang Uruha benar-benar menyita pikirannya. Tapi jika Uruha straight, jika Uruha tidak menyukainya, kenapa harus dia yang jadi sasaran pelampiasan? Kalau karena alasan Ruki menyukai Uruha... Banyak perempuan yang menyukai Uruha kan? Kenapa harus Ruki yang laki-laki? Dan yang dia benci?
Tapi sikap Uruha yang mendadak berubah setelah Sharon pergi, itu yang membuat Ruki ragu dan was-was. Lagipula... Meskipun Ruki menyukai Uruha, tak terpikirkan kalau sang brunette itu akan balik menyukainya? Selama ini Ruki hanya berharap hubungannya dengan Uruha baik dan rukun. Ruki hanya ingin agar Uruha tidak membencinya. Tapi kenapa...

“—moto-kun..”

Masih dengan pikiran-pikiran rumitnya Ruki keluar pintu toilet dengan wajah bermasalah.

“Matsumoto-kun!!”

Ruki menoleh ke belakangnya dimana terdengar seseorang seperti memanggilnya. “Ya?” Tanyanya bingung saat melihat seorang perempuan yang baru pertama kali ia lihat di sekolah BHS itu menghampirinya.

“Aku menunggumu.”

“Aku?” Ruki menunjuk wajahnya sendiri, “a-ada perlu apa denganku?” Ruki tertawa canggung.

Perempuan itu tersenyum kemudian menoleh ke belakangnya dimana Ruki lihat beberapa meter jaraknya dari mereka berdiri dua orang siswi yang terlihat sedang menyemangatinya.... Huh? Menyemangatinya untuk apa?

“Aku Morino Miyuki dari kelas 3-5.”

“Ya?”

“Matsumoto-kun, ayo kita pacaran!”

“........”

“Matsumoto-kun?”

“Huh?” Ruki cengok.

“Bagaimana?”

Ruki memperhatikan perempuan itu dari ujung kaki sampai ujung rambutnya. Perempuan itu cukup manis dengan rambut panjang lurus dan rok yang terlalu mini itu, Ruki sangat suka perempuan dengan rambut smoothing-an begitu tapi perempuan itu lebih tinggi darinya dan kakak kelasnya. Tapi bukan itu yang terpenting!! Ini pertama kali dalam hidupnya ada seorang perempuan yang mengajaknya pacaran!!

“APA?!” Meski telat untuk menunjukan kekagetannya sekarang, tapi makhluk minis itu memang baru menyadari dalam kondisi seperti apa ia saat ini.

Perempuan itu tersenyum lagi, “kau lucu ya Matsumoto-kun...”

“T-tapi aku baru melihatmu dan memangnya Morino-san tau aku?” Ruki salah tingkah.

“Tentu saja, kau terkenal di sekolah ini. Aku sudah cukup lama memperhatikanmu.”

Ditatap dengan penuh maksud oleh perempuan itu membuat Ruki panas dingin, lagipula perempuan semanis itu menyukainya? Ruki masih sulit untuk percaya. “Morino-san benar-benar menyukaiku?”

“Kau ragu?” Perempuan itu memasang tampang wajah sedih. “Atau.... apa gosip tentang kau dengan Uruha itu benar?”

“A-apa?! gosip apa? Haha... Yang benar saja.”

Wajah perempuan itu kembali bersemu cerah, “sudah kuduga. Kau tidak mungkin begitu apalagi Uruha kan?”

Maksudnya?

“Kalau begitu—”

“Kupikir kau belum benar-benar mengenalku, dan aku juga belum mengenal Morino-san—”

“Aku mengerti. Jadi kau ingin kita lebih saling mengenal satu sama lain terlebih dahulu? Aku tidak keberatan dengan pendekatan sebelum pacaran.” Ruki melihat perempuan itu begitu tenang dan percaya diri.... kalau ia yang harus menyatakan perasaan pada perempuan yang disukainya, Ruki pikir ia tidak akan bisa setenang dan sepercaya diri itu di hadapan orang yang disukainya. “Kalau begitu... bagaimana dengan saling bertukar nomor ponsel terlebih dulu?” Tanya perempuan itu tersenyum.

“Oh, i-iya.” Ruki segera mengeluarkan ponselnya dan memberitahukan nomor ponselnya pada perempuan itu untuk perempuan itu menghubunginya.

“Yap! Itu nomor ponselku tolong disimpan, Matsumoto-kun!” Ucap perempuan itu riang. “nanti aku akan sering mengganggumu, jadi bersiaplah ya!” Perempuan itu mengedipkan matanya sebelum pergi meninggalkan Ruki dan kembali menghampiri teman-temannya.

Kalau Ruki yang dulu.... Dia pasti akan lompat salto ditembak perempuan seperti itu. Mendapatkan pacar adalah bagian dari mimpinya. Tapi saat ini.... entah kenapa ia tidak begitu merasa senang. Ruki senang! Tapi ada hal yang membuatnya juga merasa tak enak.

Ruki berjalan ke kelasnya sambil menatap nomor ponsel perempuan itu di ponselnya. Seandainya ia benar-benar berpacaran dengan perempuan bernama Morino itu.... tak perlu mengkhawatirkan hal seperti ..... pandangan orang dan juga ketahuan Kamijo-jiichan kan? Dia berpacaran dengan perempuan, itu sudah sewajarnya kan? Kemudian ia juga bisa berpikir ke depan, merencanakan pernikahan dan membayangkan anak-anak yang akan lahir dari buah cinta mereka. Hal yang tidak mungkin ia bayangkan kalau pacaran dengan Uruha. Tapi.... Memangnya dia dan Uruha pacaran?

Ruki mendengus sambil membuka pintu kelasnya—

“.......”

“.......”

Makhluk minis itu kembali segera menutup pintu kelasnya rapat dan kembali berbalik arah. Kedua orang itu sungguh ekstrim, Ruki pikir. Apa mereka tidak takut orang lain melihatnya? Ruki bersungut.

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Reita melemparkan kaleng bekas minumannya ke tong sampah di koridor saat ia melihat makhluk minis yang sangat ia kenal berjalan menaiki tangga menuju atap sekolah. Reita melihat ekspresi wajah anak itu tidak begitu enak dilihat. Apa kata-katanya tadi yang membuat Ruki murung begitu? Sepertinya bercandanya pada Uruha tidak begitu diterima baik oleh makhluk minis itu. Reita menghela nafas sambil berjalan menuju tangga atap sekolah, sedikit berlari kecil.

“Reita-senpai?” respon Ruki saat menyadari tiba-tiba kakak kelas bernosebandnya itu sudah ada di sana bersamanya.

“Yo!!”

“Apa yang kau lakukan di sini?”

“Aku mengikutimu. Kau baik-baik saja?”

“Aku baik-baik saja,” Ruki mengernyitkan dahinya bingung.

“Kalau kau datang ke sini biasanya kau tidak sedang baik-baik saja.”

Ruki tersenyum tipis. Entah kenapa kakak kelasnya yang satu ini seakan selalu mengerti dirinya. “Reita-senpai... apa kau punya kemampuan membaca pikiran orang lain?” Canda Ruki.

“Untuk orang-orang yang kuperhatikan, sepertinya iya.” Jawab makhluk bernoseband itu sambil menyandarkan punggungnya ke pagar jaring-jaring yang ada di sana sementara Ruki di sampingnya berlawanan menghadap ke arah pagar jaring-jaring mengaitkan jari-jarinya di lubang-lubang kecil itu sambil tersenyum tipis melihat ke bawah.

“Oh, ya? Kau kenal perempuan bernama Morino Miyuki dari kelas 3-5?”

Reita tampak berpikir, “Aku tidak terlalu hafal nama siswi selain yang satu kelas denganku dan..... yang cantik-cantik.”

“Ee tapi kupikir Morino yang ini cantik kok!”

“Kalau melihat orangnya mungkin aku tahu. Hanya aku tidak tahu namanya?”

“Hmm... benar juga.” Ruki menganggukan kepalanya.

“Kenapa dengan perempuan itu?”

Ruki kembali menoleh pada kakak kelasnya, “kupikir kalau kau tahu, aku bisa menggali sedikit informasi darimu tentang.... misalnya orang seperti apa dia?”

“Hm?”

“Tadi aku baru ditembak!” Ruki tersenyum lebar sambil membuat tanda 'peace' dengan kedua jarinya. “Baru pertama kali ini aku ditembak, rasanya seperti mimpi~” Ruki menarik-narik jaring-jaring di depannya girang.

“Tunggu,” Reita menarik punggungnya dari pagar jaring-jaring dan berjalan ke belakang Ruki. “Jangan katakan kau tertarik pada perempuan itu dan bermaksud berselingkuh dari Uruha...” bisik Reita di telinga kiri Ruki sambil ia juga ikut mengaitkan jari-jari kedua tangannya di pagar jaring-jaring itu dari belakang adik kelas minisnya itu, mengunci ruang gerak Ruki.

“A-apa maksudmu? Haha... Memangnya aku dan Uruha kenapa? Kami tidak pacaran atau apapun kan?” Ruki tertawa canggung, “dan .... Reita senpai? Apa yang kau lakukan?” protes Ruki tak nyaman dengan keadaan mereka saat ini.

Reita hanya terkekeh kecil tak berniat memebebaskan adik kelasnya itu dari kurungan yang diciptakannya.

“Jadi kau ingin aku mencari tahu tentang perempuan itu?”

“Tidak. Kalau kau tidak tahu ya tidak apa-apa.”

“Tapi sepertinya aku memang harus mencari informasi tentangnya. Dan mengatakan padanya kalau aku tidak akan menyerahkanmu padanya.”

“Apa?!”

“Ck, Ruki....” Reita menumpukan dagunya di sebelah bahu adik kelasnya. “Aku merelakanmu hanya untuk Uruha. Dan jika memang kau harus berselingkuh darinya......itu adalah denganku.”

Ruki menelan ludahnya paksa, mengeratkan pegangan jari-jarinya di jaring-jaring, “A-aku tidak mengerti apa yang kau bicarakan, haha....”

“Intinya, aku tidak akan membiarkanmu melihat siapapun lagi. Aku sudah cukup berlapang dada merelakanmu untuk Uruha. Aku tidak mau lagi melakukannya untuk orang lain.”

Ruki menoleh ke belakangnya saat kakak kelas bernosebandnya itu kembali mengangkat dagunya dari bahunya, “Reita-senpai.... Kau sedang bercanda kan?”

“Menurutmu?” Ruki melihat kakak kelasnya itu tersenyum lebar. Kalau dilihat dari ekspresinya itu, sepertinya memang kakak kelasnya itu bercanda, Ruki pikir. Lagipula Reita memang orang yang begitu kan? Dia suka menggodanya.

“Apa kau merasakan perhatian Uruha padamu?”

“He?” Ruki mengernyitkan dahinya. “Sepertinya kami memang mulai rukun, dan dia mulai menganggapku saudara,” Ruki menggigit bibir bawahnya.

“Apa saudara melakukan morning-kiss?”

“HEGH?!!” Ruki menoleh cepat, “dia mengatakan itu?”

“Dengan sombongnya dan tampang pamer... dia mengatakannya padaku.” Ucap Reita datar sambil memangku kedua tangannya.

“Tapi— seperti yang kau bilang, dia itu straight kan? Kupikir dia itu stress karena ditinggal Sharon-san hingga otaknya sedikit error begitu. Itu bukan karena dia menyukaiku kan?” Ruki mengucapkan kalimat terakhirnya dengan pelan hampir seperti  berbisik.

“Selain polos kurasa kau juga bodoh.” Ucap Reita malas.

“Apa?!” Ruki berbalik menghadap kakak kelasnya.

“Aku tidak pernah melihat Uruha mempermainkan perasaan orang. Saat dia tidak menyukai seorang perempuan ia akan dengan terang mengatakannya tanpa memberinya sedikitpun harapan. Tapi saat ia menyukai seorang perempuan, ia akan memberikan segalanya untuk orang itu. Kau mengerti?”

“Itukan untuk perempuan.”

Reita menepuk keningnya, “baiklah Ruki, yang tadi aku katakan di kantin itu hanya bercanda. Aku hanya menggoda Uruha.”

“Tapi Reita senpai... Apa kau tidak berpikir, kalau seandainya aku dan Uruha benar-benar menjalin hubungan... Tidak apa-apakah? Bagaimana kalau Kamijo-jiichan tau?”

“Kau mulai mengkhawatirkan itu sekarang?”

“Aku tidak ingin mengecewakannya.” Ruki menunduk. “Dia sudah mengangkatku menjadi cucunya, harusnya aku berterima kasih bukan malah melakukan sesuatu yang akan mempermalukannya, kan?”

“Kalau begitu berpacaranlah denganku! Orang tuaku sama sekali tak mempermasalahkan orientasi seksualku.”

“Reita-senpai!! Aku serius.”

“Kau pikir aku bercanda?” Reita mengernyitkan dahinya.

“Kau memang begitu kan?” Ruki menggulir bola matanya.

“Hm? Kau tidak percaya?” Reita menumpu'kan satu telapak tangannya ke pagar jaring-jaring di belakang Ruki.

“He?”

“Aku selalu merasa tersiksa melihatmu dengan Uruha....” Reita mendekatakan wajahnya ke wajah makhluk minis yang langsung terlihat menciut di hadapannya, “kupikir... aku benar-benar menyukaimu, Ruki.”

“..........”

.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.

KRIIING...
KRIIING...

Reita menjembil kedua pipi Ruki yang berwajah merah matang, tiba-tiba.“Pffft!!!”

“.........”

“Hahaha...ayo masuk kelas~” Ucap Reita mengacak-acak rambut Ruki sebelum beranjak dari sana.

“REITA SENPAI!!!” Protes Ruki jengkel.

Makhluk minis itu tau Kakak kelas bernosebandnya itu memang seperti seakan punya hobi menggodanya. Tapi meski begitu, Ruki tetap tak kuat tahan dengan candaannya yang sering terlihat serius itu. Sejak lama Ruki berpikir kalau saja ia tidak menyukai Uruha, setelah semua kebaikan, perhatian dan godaan yang diterimanya dari kakak kelas bernosebandnya itu, kemungkinan besar orang yang Ruki sukai mungkin adalah dia. Toh, Reita lebih pantas untuk disukai....
Tapi kenapa hati Ruki malah memilih Uruha?



☆T.B.C☆  (◕‿◕✿)


Maaf tapi Fic ini masih panjang, wkwkwk 

3 comments:

  1. keren and makin penasaran, panjang gak apa2 tapi usahain jangan lama2 ya bersambungnya, gak sabar nunggunya hahaha, semangat ya buat ficnya...

    ReplyDelete
  2. Keren !! Ga sabar buat seri berikutnyaa \>,</
    Semangat nulisnya ya Rukira-san !! Ganbatteee

    ReplyDelete
  3. Kira-saaan.... Ep 37 manaaa??? 😭

    ReplyDelete