Author: RuKira Matsunori
Chapter: 2B/?
Genre: AU // Romance // Drama
Rating: R
Fandom: Alicenine
Pairing: Tora / Saga.
Warning: Bahasa! Male x Male
A/N: Hanya 7 page ! xD maaf karena ada sedikit masalah jadi agak telat postnya.
“Sampai jumpa besok, Takashi!”
“Yo!”
Nao mengambil jalan berlawanan arah denganku untuk pulang. Dia tidak memakai motornya malam ini, dia bilang ada sedikit masalah dengan motor antik kesayangannya itu. Bicara tentang motor, aah~ aku juga ingin satu. Aku sedang berusaha mengumpulkan uang untuk membelinya suatu hari nanti. Dan aku ingin mengajak Hana jalan-jalan dengan itu.
Dulu Risa sering sekali merengut memintaku mengajaknya jalan-jalan dengan kendaraan pribadiku. Kenapa juga dia mau berkencan dengan laki-laki yang bahkan tidak punya sebuah motor untuk mengajaknya jalan-jalan? ah, aku ingin bertanya itu pada semua cewek yang mengencaniku!
Aku menemukan vending machine di tepi jalan biasa aku melewatinya dan seperti biasa aku harus berhenti dulu untuk membeli minuman kaleng kesukaanku.
Tengah malam. Tapi kota Tokyo tidak pernah sepi jam berapapun itu. Tapi malam ini bisa dikatakan sebagai pengecualian. Selain mobil-mobil yang lewat di jalan, aku hanya melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan dengan dua orang pemuda berdiri dan satu berjongkok di pinggirnya tampak sedang berkumpul, ngobrol?
Aku berjalan sambil meneguk minuman kalengku semakin mendekat dan mendekat ke arah mereka sampai aku melewatinya.
Prang!
Aku menjatuhkan minuman kaleng ditanganku saat tiba-tiba kurasakan ada tangan-tangan yang memegangi kedua lenganku dengan paksa dari belakang dan tidak lama kemudian sebuah tinjuan tangan mengenai pipiku. Aku mencoba mengangkat wajahku untuk melihat siapa orang yang melakukan itu namun kurasakan sebuah kepalan tangan terlanjur meninju perutku sebelum aku berhasil melihat wajah orang di depanku. Lagi dan lagi kepalan tangan itu mengenai perutku sampai rasanya aku ingin memuntahkan semua isi dalam perutku.
“Mati kau! Sampah!”
Kudengar mereka tertawa bersamaan.
Apa-apaan ini?
Aku merasakan daguku diangkat sebuah tangan dan aku bisa melihat wajah orang sinting yang tiba-tiba menyerangku itu dengan jelas sekarang. Jika kuperhatikan, wajahnya pernah kulihat di suatu tempat, sepertinya dia satu universitas denganku. Tapi aku tidak tahu siapa dan dari jurusan apa.
“Berani sekali lagi kau mendekati Momomiya, kuhancurkan wajah kebanggaanmu ini!”
Hana?
Ck!
Aku menunduk sedikit tersenyum hambar, meludahkan sedikit darah dari sudut bibirku yang terasa anyir. Seperti biasanya... Ini bukan hal asing untukku.
“KAU DENGAR?!” Bentaknya, kembali meninju pelipisku.
Aku tertawa kecil, “dia yang mendekatiku, kenapa aku harus—”
Aku merasakan laki-laki itu menjambak rambutku ke belakang sampai kepalaku yang sedikit tertunduk dipaksa menengadah untuk bertatapan dengan kedua matanya. “Masih berani kau membanggakan dirimu disaat seperti ini?”
Aku tersenyum dan saat itu juga kepalan tangannya kembali menghantam wajahku lagi dan lagi sampai kepalaku terasa pening dan berputar-putar sementara syaraf-syaraf di wajahku sepertinya sudah keram.
BUAGH!!
Tiba-tiba aku melihat laki-laki itu tersungkur ke tanah.
Apa? Bukankah dia sedang asik memukuliku?
“Yoshi!!”
Yoshi?
Aku merasakan kedua lenganku terbebas dan tubuhku ambruk ke tanah saat kedua orang yang sejak tadi menahan kedua lenganku itu sedikit berlari menghampiri satu temannya yang sudah terduduk di tanah sambil memegangi pipinya.
Aku melihat ada sesosok orang yang berdiri tidak jauh dari orang yang kedua temannya panggil Yoshi tadi . Mataku sedikit kabur tapi aku bisa mengenali bayangan tubuh yang sedikit blur di mataku itu. Sebentuk tubuh yang membuatku iri, perawakan yang selalu kuinginkan selama ini.
Tapi, kenapa dia bisa ada di sini? Di jam segini?
“Kau... Amano Tora?” Laki-laki yang kutahu sekarang bernama Yoshi itu terlihat sedikit terkejut. Dia mengenal Shinji. Ah, tentu saja, dia terkenal di universitasku. Siapa yang tidak akan mengenali laki-laki dengan sosoknya yang mungkin membuat semua laki-laki di universitasku iri itu. “Aku tidak punya urusan denganmu. Ok? Jadi jangan membuatnya dengan ikut campur urusanku!”
Aku melihat Shinji menoleh ke arahku dan saat itulah aku sadar dengan keadaan apa yang sedang kualami sekarang. Dulu aku selalu membulinya dan sekarang dia melihatku dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Dia membenciku! Dia pasti akan mentertawakanku! Dia benar-benar akan mentertawakanku sekarang!
“Kau berurusan dengan Sakamoto, berarti kau berurusan denganku!”
Apa?!
“Apa-apaan ini? Kau teman si sampah itu? haha...”
Aku lihat Shinji menghampiri laki-laki itu seperti seekor macan yang memburu mangsanya. Aku sedikit cengir menahan rasa sakit di perutku dan itu membuatku kehilangan sedikit fokus pada apa yang terjadi tidak jauh di depanku. Tahu-tahu aku melihat wajah laki-laki bernama Yoshi itu sudah babak belur, berusaha terbangun dari terbaringnya ia di tanah. Sementara kedua temannya menarik kedua lengan Shinji agar ia menjauh dari teman mereka namun Shinji membuat kedua orang itupun tersungkur ke tanah dengan menyikut wajah salah satu dari mereka dan menyundul wajah yang lainnya, menghantam perut dengan lututnya dan menendang selangkangan mereka sampai kedua orang itu berguling-guling di tanah.
Aku masih terkesima saat melihat Shinji kembali menghampiri laki-laki yang baru saja berhasil membangunkan tubuhnya dari tanah dengan susah payah. Laki-laki bernama Yoshi itu terlihat ketakutan saat melihat Shinji kembali menghampirinya dan kembali menghantam wajahnya bertubi-tubi.
Kenapa dia?
Benarkah dia Shinji si cengeng dan penakut itu?
Apa yang kulihat dengan kedua mataku sekarang, rasanya semakin membuatku tak percaya kalau dia benar-benar Shinji.
Aku melihat kesekeliling, kenapa tak ada satu pun orang yang datang?
Aku harus menghentikannya, kalau tidak, si Yoshi itu bisa mati kalau terus dipukuli tanpa jeda begitu.
Aku berusaha berdiri sambil memegangi perutku dan menghampiri macan itu dengan sedikit tertatih karena rasa sakit di perutku. Ya, sesuai namanya. Dia terlihat seperti macan yang sedang menganiyaya mangsanya tanpa ampun di mataku.
“Hentikan!”
Kupikir dia tidak akan mendengarkanku. Tapi diluar dugaan, saat aku mengatakan 'hentikan' dan saat itu pula tangannya berhenti memukuli wajah Yoshi dan ia menoleh ke arahku.
“Kau bisa membunuhnya.... bodoh!”
Aku lihat dia melepaskan tangannya yang baru saja menggamit kerah kemeja laki-laki yang sudah terbaring lemah di tanah dengan wajah yang sudah tanpa rupa itu.
Shinji berdiri dan menghampiriku.
“Apa yang kau lakukan? Bukankah kau tidak ingin mengenalku lagi, kenapa kau ikut campur urusanku?”
Dia berjalan semakin mendekat dan aku sedikit cengir merasakan rasa sakit yang menjalari bagian wajahku yang ia sentuh. Aku menatapnya dengan bingung saat dia menyentuh pipiku dengan tatapan ... sedih?
Apa dia mengasihaniku?
“Menyedihkan heh? Dengar, aku bukannya tidak bisa berkelahi. Hanya saja aku kurang mahir kalau melawan lebih dari satu orang.” Aku membuang mukaku, tersenyum hambar. Ini benar-benar memalukan. “Tertawa saja kalau kau ingin mentertawakan—” aku sedikit menahan nafasku saat tiba-tiba dia menumpu'kan keningnya di sebelah bahuku.
“Maaf...”
Eh?
“Maaf...”
Aku terkejut.
Aku benar-benar terkejut.
Dia baru saja bilang... maaf?
Kenapa tiba-tiba? Apa dia berubah pikiran soal 'tidak mengenalku lagi'?
Ada apa dengan orang satu ini?
Aku terduduk di tepi sebuah tempat tidur king-size bersprei hitam di atasnya. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang kulakukan di tempat ini? Untuk apa aku kemari?
Aku meliarkan pandanganku kesetiap sudut ruangan kamar yang besarnya hampir 3x lipat dari milikku. Tentu saja, orang tua angkatnya kaya raya, mana mungkin dia tinggal di tempat yang bobrok seperti apartmentku. Tapi aku sedikit merasa terkejut ternyata apartmentnya tidak jauh dari bar tempatku bekerja.
Belum ada terlalu banyak barang di sini, bahkan aku melihat masih ada sebuah koper bersandar ke dinding di sudut kamar. Baru sekitar satu bulan dia menjadi mahasiswa di universitasku, kupikir tidak jauh selama itu pula dia menempati apartmentnya ini. Sebelumnya dia tinggal di Inggris kan?
Aku memegangi perutku yang masih terasa sakitnya. Bahkan syaraf-syaraf di wajahkupun indranya sudah kembali normal.
Aku melihat pintu kamar terbuka dan Shinji masuk dari sana dengan sebuah kotak first aids di tangannya. Aku menatapnya tidak percaya. Dia membawaku ke tempatnya karena... Dia bermaksud merawatku? Tidak mungkin. Aku sedikit menggelengkan kepala sementara Shinji meletakkan kotak first aidsnya di atas tempat tidur tepat di sampingku.
Dia kembali ke luar kamar dan tidak lama kemudian kembali ke dalam kamar dengan membawa sebaskom kecil air hangat dengan handuk kecil. Aku melihatnya masih dengan tatapan tidak percaya saat dia menarik sebuah bangku dan memposisikannya di depanku. Shinji duduk di sana berhadapan denganku.
Dia membasahi handuk kecil di tangannya dengan air hangat. Sedikit memerasnya dan melap wajahku dengan itu.
Serius? Dia berniat merawat lukaku?
“Aku bisa melakukannya sendiri,” aku merebut handuk kecil itu dari tangannya dan melap wajahku dengan lebih hati-hati. Itu lebih baik daripada dia yang melakukannya.
“Kemari!” Shinji sedikit menarik daguku saat aku selesai melap wajahku.
“Oi,” aku protes saat tangannya sedikit menekan bagian rahangku, dan itu benar-benar sakit. Asal dia tahu saja. “Apa yang kau lakukan?”
Shinji semakin mengangkat daguku dan aku sedikit cengir saat merasakan sesuatu yang dingin menekan sudut bibirku. “Aku bisa melakukannya sendiri !”
“Diam!”
Entah kenapa aku menurut saja saat dia menyuruhku diam. Aku bukan tipe orang yang akan dengan mudah menuruti saat seseorang mengatur apa yang harus dan tidak harus kulakukan. Tapi siapapun pasti akan melakukan hal yang sama denganku kalau mereka melihat langsung ke sepasang mata itu .
“Siapa mereka?”
“He?”
“Ketiga orang itu?”
Oh, dia bertanya tentang orang-orang yang memukuliku?, “Entahlah, dan aku tidak perduli. Lagipula hal seperti ini bukan hal asing untukku, aku terbiasa.” Kenapa dia ingin tahu?
Shinji mendelik mendengar jawabanku namun ia kembali memfokuskan perhatiannya pada sudut bibirku yang sedang ia obati.
Ya, aku terbiasa saat tiba-tiba ada laki-laki yang memukul wajahku. Bukan satu atau dua kali aku mengencani pacar orang. Maksudku... Selama dia tipeku, aku selalu menerima cewek yang mengatakan ingin menjalin hubungan denganku tanpa tahu dia pacar orang atau bukan.
“.......”
Aku lihat Shinji begitu fokus mengobati lukaku dan tanpa sadar aku mengabaikan rasa sakit yang kurasakan dan malah asik melihat wajahnya. Bibir yang tipis, rahang dan hidung yang tegas, mata yang tajam dan... cantik. Ya, aku selalu mengagumi matanya itu sejak dulu. Tanpa sadar, sejak dulu banyak hal yang membuatku iri darinya. Kupikir dia punya mata yang unik dan aku tidak suka saat seseorang punya sesuatu yang tak kupunya.
Shinji yang cengeng dan culun itu telah tumbuh menjadi sesosok laki-laki yang setampan ini. Jika saja aku perempuan, aku yakin aku akan jatuh cinta padanya. Apalagi dengan sikapnya yang seperti ini.
Padahal baru beberapa hari yang lalu dia mengatakan tidak ingin mengenalku dan aku pun berjanji untuk tidak akan pernah mengganggunya lagi. Aku juga berniat untuk tidak mengenalnya lagi dan melupakan kalau dia adalah Shinji. Tapi sekarang dia merawatku seperti ini... Bagaimana aku bisa berpura-pura tidak mengenalnya lagi?
Aku tahu Shinji anak baik, sejak dulu dia selalu baik dan kupikir kepribadian alaminya itu masih tertinggal dalam dirinya.
Aku berakting meringis saat aku sadar dia menyadari aku yang hanya memperhatikan wajahnya semenjak tadi. Kedua mata tajam itu menatapku, tidak! dia seakan-akan menatap ke 'dalam' diriku.
Apa?
Apa yang harus kulakukan?
Mata itu seperti menyihirku, membuatku lumpuh dan mati rasa.
Aku sedikit menahan nafas saat merasakan wajahnya semakin mendekat ke arahku. Aku merasakan hidungnya menyentuh hidungku, “Takashi...” Aku mendengarnya berbisik. Dan entah bagaimana itu membuat jantungku berdebar lebih cepat dari kecepatan detak normalnya. Aku sedikit memejamkan kedua mataku saat merasakan keningnya menekan keningku, “kenapa kau harus kembali muncul dalam kehidupanku?”
Eh?
Aku refleks kembali membuka mataku dan sedikit menarik wajahku menjauh darinya.
“Tidurlah di sini.”
Shinji membereskan kotak first aidsnya dan membawa air hangat yang tadi di bawanya bersamanya.
“Tapi, kau?”
“Aku akan tidur di sofa.”
“Apa? Tapi—”
Pintu kamarnya sudah tertutup, menghilangkan sosoknya dari pandanganku.
Aku menengadah ke langit-langit kamar sambil menutupi wajahku dengan kedua tangan.
Memalukan sekali!
Kupikir tadi dia berniat menciumku!
Tunggu! Kenapa pemikiran seperti itu bisa muncul di kepalaku?
Kenapa aku bertingkah seperti seorang perempuan di hadapannya?
Ada apa dengannya yang tiba-tiba bersikap lembut padaku?
Dan... Ada apa denganku?!
Chapter: 2B/?
Genre: AU // Romance // Drama
Rating: R
Fandom: Alicenine
Pairing: Tora / Saga.
Warning: Bahasa! Male x Male
A/N: Hanya 7 page ! xD maaf karena ada sedikit masalah jadi agak telat postnya.
×÷~虎の瞳~÷×
“Sampai jumpa besok, Takashi!”
“Yo!”
Nao mengambil jalan berlawanan arah denganku untuk pulang. Dia tidak memakai motornya malam ini, dia bilang ada sedikit masalah dengan motor antik kesayangannya itu. Bicara tentang motor, aah~ aku juga ingin satu. Aku sedang berusaha mengumpulkan uang untuk membelinya suatu hari nanti. Dan aku ingin mengajak Hana jalan-jalan dengan itu.
Dulu Risa sering sekali merengut memintaku mengajaknya jalan-jalan dengan kendaraan pribadiku. Kenapa juga dia mau berkencan dengan laki-laki yang bahkan tidak punya sebuah motor untuk mengajaknya jalan-jalan? ah, aku ingin bertanya itu pada semua cewek yang mengencaniku!
Aku menemukan vending machine di tepi jalan biasa aku melewatinya dan seperti biasa aku harus berhenti dulu untuk membeli minuman kaleng kesukaanku.
Tengah malam. Tapi kota Tokyo tidak pernah sepi jam berapapun itu. Tapi malam ini bisa dikatakan sebagai pengecualian. Selain mobil-mobil yang lewat di jalan, aku hanya melihat sebuah mobil terparkir di pinggir jalan dengan dua orang pemuda berdiri dan satu berjongkok di pinggirnya tampak sedang berkumpul, ngobrol?
Aku berjalan sambil meneguk minuman kalengku semakin mendekat dan mendekat ke arah mereka sampai aku melewatinya.
Prang!
Aku menjatuhkan minuman kaleng ditanganku saat tiba-tiba kurasakan ada tangan-tangan yang memegangi kedua lenganku dengan paksa dari belakang dan tidak lama kemudian sebuah tinjuan tangan mengenai pipiku. Aku mencoba mengangkat wajahku untuk melihat siapa orang yang melakukan itu namun kurasakan sebuah kepalan tangan terlanjur meninju perutku sebelum aku berhasil melihat wajah orang di depanku. Lagi dan lagi kepalan tangan itu mengenai perutku sampai rasanya aku ingin memuntahkan semua isi dalam perutku.
“Mati kau! Sampah!”
Kudengar mereka tertawa bersamaan.
Apa-apaan ini?
Aku merasakan daguku diangkat sebuah tangan dan aku bisa melihat wajah orang sinting yang tiba-tiba menyerangku itu dengan jelas sekarang. Jika kuperhatikan, wajahnya pernah kulihat di suatu tempat, sepertinya dia satu universitas denganku. Tapi aku tidak tahu siapa dan dari jurusan apa.
“Berani sekali lagi kau mendekati Momomiya, kuhancurkan wajah kebanggaanmu ini!”
Hana?
Ck!
Aku menunduk sedikit tersenyum hambar, meludahkan sedikit darah dari sudut bibirku yang terasa anyir. Seperti biasanya... Ini bukan hal asing untukku.
“KAU DENGAR?!” Bentaknya, kembali meninju pelipisku.
Aku tertawa kecil, “dia yang mendekatiku, kenapa aku harus—”
Aku merasakan laki-laki itu menjambak rambutku ke belakang sampai kepalaku yang sedikit tertunduk dipaksa menengadah untuk bertatapan dengan kedua matanya. “Masih berani kau membanggakan dirimu disaat seperti ini?”
Aku tersenyum dan saat itu juga kepalan tangannya kembali menghantam wajahku lagi dan lagi sampai kepalaku terasa pening dan berputar-putar sementara syaraf-syaraf di wajahku sepertinya sudah keram.
BUAGH!!
Tiba-tiba aku melihat laki-laki itu tersungkur ke tanah.
Apa? Bukankah dia sedang asik memukuliku?
“Yoshi!!”
Yoshi?
Aku merasakan kedua lenganku terbebas dan tubuhku ambruk ke tanah saat kedua orang yang sejak tadi menahan kedua lenganku itu sedikit berlari menghampiri satu temannya yang sudah terduduk di tanah sambil memegangi pipinya.
Aku melihat ada sesosok orang yang berdiri tidak jauh dari orang yang kedua temannya panggil Yoshi tadi . Mataku sedikit kabur tapi aku bisa mengenali bayangan tubuh yang sedikit blur di mataku itu. Sebentuk tubuh yang membuatku iri, perawakan yang selalu kuinginkan selama ini.
Tapi, kenapa dia bisa ada di sini? Di jam segini?
“Kau... Amano Tora?” Laki-laki yang kutahu sekarang bernama Yoshi itu terlihat sedikit terkejut. Dia mengenal Shinji. Ah, tentu saja, dia terkenal di universitasku. Siapa yang tidak akan mengenali laki-laki dengan sosoknya yang mungkin membuat semua laki-laki di universitasku iri itu. “Aku tidak punya urusan denganmu. Ok? Jadi jangan membuatnya dengan ikut campur urusanku!”
Aku melihat Shinji menoleh ke arahku dan saat itulah aku sadar dengan keadaan apa yang sedang kualami sekarang. Dulu aku selalu membulinya dan sekarang dia melihatku dalam keadaan menyedihkan seperti ini. Dia membenciku! Dia pasti akan mentertawakanku! Dia benar-benar akan mentertawakanku sekarang!
“Kau berurusan dengan Sakamoto, berarti kau berurusan denganku!”
Apa?!
“Apa-apaan ini? Kau teman si sampah itu? haha...”
Aku lihat Shinji menghampiri laki-laki itu seperti seekor macan yang memburu mangsanya. Aku sedikit cengir menahan rasa sakit di perutku dan itu membuatku kehilangan sedikit fokus pada apa yang terjadi tidak jauh di depanku. Tahu-tahu aku melihat wajah laki-laki bernama Yoshi itu sudah babak belur, berusaha terbangun dari terbaringnya ia di tanah. Sementara kedua temannya menarik kedua lengan Shinji agar ia menjauh dari teman mereka namun Shinji membuat kedua orang itupun tersungkur ke tanah dengan menyikut wajah salah satu dari mereka dan menyundul wajah yang lainnya, menghantam perut dengan lututnya dan menendang selangkangan mereka sampai kedua orang itu berguling-guling di tanah.
Aku masih terkesima saat melihat Shinji kembali menghampiri laki-laki yang baru saja berhasil membangunkan tubuhnya dari tanah dengan susah payah. Laki-laki bernama Yoshi itu terlihat ketakutan saat melihat Shinji kembali menghampirinya dan kembali menghantam wajahnya bertubi-tubi.
Kenapa dia?
Benarkah dia Shinji si cengeng dan penakut itu?
Apa yang kulihat dengan kedua mataku sekarang, rasanya semakin membuatku tak percaya kalau dia benar-benar Shinji.
Aku melihat kesekeliling, kenapa tak ada satu pun orang yang datang?
Aku harus menghentikannya, kalau tidak, si Yoshi itu bisa mati kalau terus dipukuli tanpa jeda begitu.
Aku berusaha berdiri sambil memegangi perutku dan menghampiri macan itu dengan sedikit tertatih karena rasa sakit di perutku. Ya, sesuai namanya. Dia terlihat seperti macan yang sedang menganiyaya mangsanya tanpa ampun di mataku.
“Hentikan!”
Kupikir dia tidak akan mendengarkanku. Tapi diluar dugaan, saat aku mengatakan 'hentikan' dan saat itu pula tangannya berhenti memukuli wajah Yoshi dan ia menoleh ke arahku.
“Kau bisa membunuhnya.... bodoh!”
Aku lihat dia melepaskan tangannya yang baru saja menggamit kerah kemeja laki-laki yang sudah terbaring lemah di tanah dengan wajah yang sudah tanpa rupa itu.
Shinji berdiri dan menghampiriku.
“Apa yang kau lakukan? Bukankah kau tidak ingin mengenalku lagi, kenapa kau ikut campur urusanku?”
Dia berjalan semakin mendekat dan aku sedikit cengir merasakan rasa sakit yang menjalari bagian wajahku yang ia sentuh. Aku menatapnya dengan bingung saat dia menyentuh pipiku dengan tatapan ... sedih?
Apa dia mengasihaniku?
“Menyedihkan heh? Dengar, aku bukannya tidak bisa berkelahi. Hanya saja aku kurang mahir kalau melawan lebih dari satu orang.” Aku membuang mukaku, tersenyum hambar. Ini benar-benar memalukan. “Tertawa saja kalau kau ingin mentertawakan—” aku sedikit menahan nafasku saat tiba-tiba dia menumpu'kan keningnya di sebelah bahuku.
“Maaf...”
Eh?
“Maaf...”
Aku terkejut.
Aku benar-benar terkejut.
Dia baru saja bilang... maaf?
Kenapa tiba-tiba? Apa dia berubah pikiran soal 'tidak mengenalku lagi'?
Ada apa dengan orang satu ini?
×÷~虎の瞳~÷×
Aku terduduk di tepi sebuah tempat tidur king-size bersprei hitam di atasnya. Aku bahkan tidak tahu apa yang sedang kulakukan di tempat ini? Untuk apa aku kemari?
Aku meliarkan pandanganku kesetiap sudut ruangan kamar yang besarnya hampir 3x lipat dari milikku. Tentu saja, orang tua angkatnya kaya raya, mana mungkin dia tinggal di tempat yang bobrok seperti apartmentku. Tapi aku sedikit merasa terkejut ternyata apartmentnya tidak jauh dari bar tempatku bekerja.
Belum ada terlalu banyak barang di sini, bahkan aku melihat masih ada sebuah koper bersandar ke dinding di sudut kamar. Baru sekitar satu bulan dia menjadi mahasiswa di universitasku, kupikir tidak jauh selama itu pula dia menempati apartmentnya ini. Sebelumnya dia tinggal di Inggris kan?
Aku memegangi perutku yang masih terasa sakitnya. Bahkan syaraf-syaraf di wajahkupun indranya sudah kembali normal.
Aku melihat pintu kamar terbuka dan Shinji masuk dari sana dengan sebuah kotak first aids di tangannya. Aku menatapnya tidak percaya. Dia membawaku ke tempatnya karena... Dia bermaksud merawatku? Tidak mungkin. Aku sedikit menggelengkan kepala sementara Shinji meletakkan kotak first aidsnya di atas tempat tidur tepat di sampingku.
Dia kembali ke luar kamar dan tidak lama kemudian kembali ke dalam kamar dengan membawa sebaskom kecil air hangat dengan handuk kecil. Aku melihatnya masih dengan tatapan tidak percaya saat dia menarik sebuah bangku dan memposisikannya di depanku. Shinji duduk di sana berhadapan denganku.
Dia membasahi handuk kecil di tangannya dengan air hangat. Sedikit memerasnya dan melap wajahku dengan itu.
Serius? Dia berniat merawat lukaku?
“Aku bisa melakukannya sendiri,” aku merebut handuk kecil itu dari tangannya dan melap wajahku dengan lebih hati-hati. Itu lebih baik daripada dia yang melakukannya.
“Kemari!” Shinji sedikit menarik daguku saat aku selesai melap wajahku.
“Oi,” aku protes saat tangannya sedikit menekan bagian rahangku, dan itu benar-benar sakit. Asal dia tahu saja. “Apa yang kau lakukan?”
Shinji semakin mengangkat daguku dan aku sedikit cengir saat merasakan sesuatu yang dingin menekan sudut bibirku. “Aku bisa melakukannya sendiri !”
“Diam!”
Entah kenapa aku menurut saja saat dia menyuruhku diam. Aku bukan tipe orang yang akan dengan mudah menuruti saat seseorang mengatur apa yang harus dan tidak harus kulakukan. Tapi siapapun pasti akan melakukan hal yang sama denganku kalau mereka melihat langsung ke sepasang mata itu .
“Siapa mereka?”
“He?”
“Ketiga orang itu?”
Oh, dia bertanya tentang orang-orang yang memukuliku?, “Entahlah, dan aku tidak perduli. Lagipula hal seperti ini bukan hal asing untukku, aku terbiasa.” Kenapa dia ingin tahu?
Shinji mendelik mendengar jawabanku namun ia kembali memfokuskan perhatiannya pada sudut bibirku yang sedang ia obati.
Ya, aku terbiasa saat tiba-tiba ada laki-laki yang memukul wajahku. Bukan satu atau dua kali aku mengencani pacar orang. Maksudku... Selama dia tipeku, aku selalu menerima cewek yang mengatakan ingin menjalin hubungan denganku tanpa tahu dia pacar orang atau bukan.
“.......”
Aku lihat Shinji begitu fokus mengobati lukaku dan tanpa sadar aku mengabaikan rasa sakit yang kurasakan dan malah asik melihat wajahnya. Bibir yang tipis, rahang dan hidung yang tegas, mata yang tajam dan... cantik. Ya, aku selalu mengagumi matanya itu sejak dulu. Tanpa sadar, sejak dulu banyak hal yang membuatku iri darinya. Kupikir dia punya mata yang unik dan aku tidak suka saat seseorang punya sesuatu yang tak kupunya.
Shinji yang cengeng dan culun itu telah tumbuh menjadi sesosok laki-laki yang setampan ini. Jika saja aku perempuan, aku yakin aku akan jatuh cinta padanya. Apalagi dengan sikapnya yang seperti ini.
Padahal baru beberapa hari yang lalu dia mengatakan tidak ingin mengenalku dan aku pun berjanji untuk tidak akan pernah mengganggunya lagi. Aku juga berniat untuk tidak mengenalnya lagi dan melupakan kalau dia adalah Shinji. Tapi sekarang dia merawatku seperti ini... Bagaimana aku bisa berpura-pura tidak mengenalnya lagi?
Aku tahu Shinji anak baik, sejak dulu dia selalu baik dan kupikir kepribadian alaminya itu masih tertinggal dalam dirinya.
Aku berakting meringis saat aku sadar dia menyadari aku yang hanya memperhatikan wajahnya semenjak tadi. Kedua mata tajam itu menatapku, tidak! dia seakan-akan menatap ke 'dalam' diriku.
Apa?
Apa yang harus kulakukan?
Mata itu seperti menyihirku, membuatku lumpuh dan mati rasa.
Aku sedikit menahan nafas saat merasakan wajahnya semakin mendekat ke arahku. Aku merasakan hidungnya menyentuh hidungku, “Takashi...” Aku mendengarnya berbisik. Dan entah bagaimana itu membuat jantungku berdebar lebih cepat dari kecepatan detak normalnya. Aku sedikit memejamkan kedua mataku saat merasakan keningnya menekan keningku, “kenapa kau harus kembali muncul dalam kehidupanku?”
Eh?
Aku refleks kembali membuka mataku dan sedikit menarik wajahku menjauh darinya.
“Tidurlah di sini.”
Shinji membereskan kotak first aidsnya dan membawa air hangat yang tadi di bawanya bersamanya.
“Tapi, kau?”
“Aku akan tidur di sofa.”
“Apa? Tapi—”
Pintu kamarnya sudah tertutup, menghilangkan sosoknya dari pandanganku.
Aku menengadah ke langit-langit kamar sambil menutupi wajahku dengan kedua tangan.
Memalukan sekali!
Kupikir tadi dia berniat menciumku!
Tunggu! Kenapa pemikiran seperti itu bisa muncul di kepalaku?
Kenapa aku bertingkah seperti seorang perempuan di hadapannya?
Ada apa dengannya yang tiba-tiba bersikap lembut padaku?
Dan... Ada apa denganku?!
×÷~To.Be.Continued~÷×
#tabokin Yoshi CS
ReplyDeleteBERANI KALIAN BIKIN LECET WAJAH PANGERANKUUU!!!! #cekek Yoshi
*salah fokus.xD
(--) benarbenar...hati saya *plakk* haha saya tidak akan berkomentar tentang halhal yg menyangkut cerita ini...saya tidak mau merusak kenikmatan ini dengan opini dan keinginan luar saya yg serakah.. tapi saya benarbenar ingin memeluk anda! \y/
ReplyDeleteyak, kira kenapa kiss scene nya di cut sih?? kenapa gak jadi,.,
ReplyDeleteaku jadi penasaran kok bang macan tiba2 berubah??
sori, baru ripiu soalnya saya sok sibu sih,.XDD *plakk
Kak ff kakak tetep keren walau udah 5 tahun berlalu ~
ReplyDeleteDulu waktu aku masih kelas 2 SMP aku selalu baca ff kakak dan aku pikir itu keren banget ~ ga terlali lebay tapi kenaaa xD
Sekarang kelas 3 SMA kak dan aku rasa sekarang aku masih ngfans sama kakak
Kak kalo aku bisa ketemu sama kakak sekali ajjjaaa aku pasti seneng banget :D