Search + histats

Sunday 29 June 2014

Natural Sense ★30

Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 30
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD ! gak!baca!ulang!typos!
Length : 17 Pages (5534 words)
Note : Bulan ramadhan ke-3 untuk fic ini haha...2 tahun sudah.


Chap 30 : ☆~Stepping~☆

Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆



Ruki mengucek-ucek matanya untuk memperjelas penglihatannya kalau orang yang turun dari mobil sport merah yang baru saja datang itu adalah Uruha.

Apa? URUHA?!!

Sharon tersenyum sambil melihat jam tangan kecil yang melingkar di satu pergelangan tangannya. Hanya perlu waktu sekitar setengah jam saja baginya dan Ruki untuk menunggu sampai akhirnya orang yang mereka pertaruhkan kedatangannya itu benar-benar datang.

“Bohong.” Ruki bergumam pada dirinya sendiri masih tak percaya Uruha benar-benar datang karena pesan yang berisikan tidak lebih dari sebuah suruhan darinya. Baiklah, itu memang bukan benar-benar atas kehendak Ruki sendiri untuk mengirim pesan itu, tapi tetap saja Uruha tidak tahu itu.

Sharon membuka pintu mobil di sampingnya dan turun dari tempat duduknya menghampiri Uruha yang masih saja berdiri di samping mobilnya terlihat bingung. Mungkin ia hanya tidak terpikirkan kalau Sharon akan ada di sana sebelumnya. Dan ia mulai berpikir kalau Ruki menyuruhnya untuk menjemput karena disuruh perempuan itu. Sejak awal Uruha memang merasa ada yang janggal, tidak mungkin makhluk minis itu setidak tahu malu itu sampai menyuruh seorang Uruha untuk menjemputnya, setahu Uruha walau tubuhnya kecil kemaluannya besar (Rasa Malu!!). Dan Uruha tidak terpikirkan kalau makhluk minis itu melakukan itu untuk mempertemukannya dengan Sharon.

“Aku tahu kau pasti akan datang,” Sharon menyilangkan kedua tangannya berdiri di depan Uruha, tersenyum. “Sudah waktunya bersikap lebih dewasa Uruha, apa kau bersembunyi dariku?”

“Ck!” Uruha membuang mukanya sedikit mendengus, “Seharusnya aku tahu ini ulahmu, si pendek itu tidak mungkin berani menyuruhku menjemputnya,” Uruha menggulir bola matanya merasa sedikit jengkel.

“Tapi Ruki benar-benar sakit.”

“Berhenti bicara!” Uruha mengacungkan satu jari telunjuknya, “aku sedang marah padamu, jangan bicara padaku! Ok?” Uruha mengernyitkan dahinya.

Sharon tersenyum kecil, “ternyata kau tidak semarah itu padaku.”

Uruha kembali mendengus, matanya melirik mobil mantan kakak kelasnya dimana ia melihat Ruki masih menatapnya dengan tatapan seakan tak percaya. Uruha memelototi(?) makhluk minis itu membuat sang minis mengalihkan pandangannya ke arah lain untuk menghindari pelototan Uruha. Ruki tahu Uruha pasti akan sangat marah padanya setelah ini.

“Apa yang kau lakukan dengan si pendek itu?”  tanya Uruha tanpa mengalihkan pandangannya dari Ruki.

“Bukankah kau tidak ingin bicara denganku?”

“Lupakan!” Uruha berjalan melewati Sharon menghampiri Ruki. Makhluk jangkung itu membuka pintu mobil di samping Ruki lalu menarik lengan atas makhluk minis itu menarik tubuhnya keluar.

“Apa-apaan kau?!” Protes Ruki saat Uruha menarik lengannya membawanya ke arah satu-satunya mobil sport merah yang terparkir di sana.

“Masuk!” Uruha menunjuk pintu mobilnya yang masih tertutup.

“Aku mau pulang naik kereta.” Ruki membenarkan tas gendong di sebelah bahunya, menggulir bola matanya kesamping sebagai bentuk ketidaksukaannya akan sikap suruh-menyuruh Uruha.

“APA?! Setelah kau membuatku jauh-jauh mengemudi mobil kemari padahal aku ditengah-tengah permainan seru, aku hampir mengalahkan si Tora!! Kau tahu?”

“Tidak.” Jawab Ruki datar.

“Dengar!” Uruha menunjuk wajah Ruki, “aku ingin membuat perhitungan denganmu, sekarang MASUK!!!” Bentak Uruha menunjuk pintu mobilnya.

Ruki mengernyitkan dahinya merasa seperti anak yang sedang dimarahi ayahnya. Sementara Sharon hanya tersenyum geli melihat Ruki akhirnya menuruti apa yang diperintahkan Uruha walau wajahnya terlihat tidak rela.

“Jangan keras-keras Uruha, Ruki sedang sakit.” Sharon masih memangku kedua lengannya asik memperhatikan kedua pemuda yang menurutnya menggemaskan itu..

“Jangan bicara padaku!” Uruha mendengus kembali masuk ke dalam mobilnya di samping Ruki.

“Maaf!” Seru Sharon saat Uruha mulai menyalakan mesin mobilnya. “Maaf! Uruha.” Serunya lagi dan Uruha hanya mendengus sambil mulai memundurkan mobilnya dan membanting setirnya sedikit bernafsu membelok mobilnya kembali ke luar area parkir membuat bunyi ckit-an yang membuat sakit telinga sampai akhirnya mobil sport merah berikut pemiliknya itu lenyap dari sana.

Sharon kembali masuk ke dalam mobilnya, sedikit menghela nafas membenturkan keningnya ke atas setir. “Padahal aku ingin menciumnya sekali lagi,” gerutu Sharon pada dirinya sendiri.
.
.
.
.
.
.
“Kau berani menyuruhku menjemputmu, kau pikir dirimu itu siapa hah? Dan dengar! aku datang karena kupikir kau terkapar di tempat parkir, kau tahu kakek akan sangat marah padaku kalau sampai terjadi sesuatu padamu, dia pasti akan menyalahkanku! Karena itu kau jangan besar kepala! Dan aku tidak memaafkanmu karena—”

“Aku mau pulang ke apartment Saga.” Sela Ruki mengabaikan semua ocehan Uruha. Kepalanya sudah terasa berputar-putar, tidak ingin membuatnya lebih berputar-putar lagi dengan mendengarkan omelan makhluk cantik di sampingnya.

Uruha mendelikan matanya ke arah Ruki jengkel, “aku yang mengemudi, terserah aku mau kemana aku membawa mobilku sendiri !” Ucap Uruha sinis.

“Tapi aku—”

“JANGAN PROTES! Kau dalam mobilku, terserah aku mau membawamu kemana! ”

Ruki mendengus pelan, tak berniat cekcok dengan Uruha dalam kondisinya sekarang, Ruki memutuskan untuk diam. Semakin mengeratkan pelukan tangannya sendiri ke tubuhnya karena rasa dingin seakan semakin menyelimutinya. “Uru—”

“AKU BILANG—”

“Bisa tolong matikan AC-nya?” Pinta Ruki tanpa menoleh ke arah Uruha, hanya semakin mengeratkan pelukan tangannya sendiri ke tubuhnya. Uruha kembali mendelik makhluk minis di sampingnya masih sedikit jengkel, ia berniat mengatakan 'lakukan sendiri !' tapi kemudian ia menahan kalimat sinis itu di tenggorokannya saat melihat tubuh kecil di sampingnya sedikit gemetar, setengah dari wajahnya tertutup syal yang mungkin sengaja ia tarik ke atas, kedua matanya menutup seakan ia memaksanya demikian. Uruha mengernyitkan dahinya, ia baru ingat kalau alasan ia datang menjemput makhluk minis itu karena dia bilang dia sakit, dan sepertinya Uruha memang benar benar membawa orang sakit.

Uruha mematikan AC mobilnya tanpa berkomentar, kembali konsentrasi menyetir mobilnya namun tidak bertahan lama ia kembali melirik gumpalan daging di sampingnya yang kini terlihat lebih rileks, tubuh kecilnya tidak gemetar lagi dan perasaan Uruha sedikit tenang. Bahkan Uruha tidak tau kenapa ia harus merasakan ketenangan dengan kenyataan bahwa mungkin Ruki merasa sedikit lebih nyaman.

“Kau benar-benar sakit?” Tanya Uruha tanpa kehilangan konsentrasinya menyetir.

“Hanya kedinginan,” jawab Ruki singkat, masih dengan kedua mata terpejam.

Uruha tiba-tiba menghentikan mobilnya di pinggir jalan dan Ruki segera membuka matanya merasa harus bertanya kenapa Uruha melakukan itu, makhluk minis itu menoleh ke arah Uruha namun belum sempat suaranya keluar, ia merasakan sebuah telapak tangan mendarat di keningnya.

“Apa kau orang terbodoh di dunia ini? Bagaimana bisa kau tidak bisa membedakan mana demam dan hanya kedinginan?” Uruha mendengus.

Ruki refleks memalingkan wajahnya 180° berlawanan arah dengan dimana Uruha duduk. Singkat, sangat singkat permukaan telapak tangan Uruha menyentuh keningnya, dan sesingkat itu pula jantungnya mengambil waktu istirahatnya dan sebagai hukuman karena jantungnya beristirahat tanpa izin sekarang ia harus bekerja lebih keras. Hari ini Ruki merasa tubuhnya lebih lemah dan sekarang ia semakin melemah. “Kalau aku bilang aku sakit, memangnya kau akan perduli? memangnya kau mau apa? menyembuhkanku?” gerutu Ruki dibalik syal yang menutupi sebagian dari wajahnya.

“Bicara apa kau? Aku hanya ingin pertanyaanku dijawab dengan jujur!”

“Tentu saja kau tidak akan perduli, aku matipun bukan urusanmu,” Ruki sedikit cemberut di balik syalnya.

“Apa? Tentu saja urusanku! kau pikir orang lain mau mengurusi pemakamanmu? pasti itu jadi urusan kakek dan urusanku juga! Berani sekali kau bilang bukan urusanku, padahal kalau kau mati pasti akan merepotkanku!” Uruha ngoceh tak perduli kata-katanya nonjok-nonjok dada Ruki secara tak kasat mata. Ruki mendengus, respon seperti apa yang makhluk minis itu harapkan dari Uruha, bukan apa yang ia dengar. Seharusnya Ruki tahu Uruha orang yang seperti apa, tapi Ruki jadi sedikit berharap mengingat kenyataan Uruha benar-benar datang karena ia minta dan lagi hangat telapak tangannya masih dapat Ruki rasakan di keningnya. Memang hanya kebodohannya Ruki berpikir Uruha sudah mulai memperlihatkan sisi lembutnya.

“Oi..!”

Ruki mendelikan matanya ke arah Uruha sedikit terpaksa, “Hn?”

“Kenapa wanita itu bisa bersamamu?” Tanya Uruha tiba-tiba, tanpa terganggu konsentrasinya melihat jalanan di depan. Memang sejak tadi ia ingin menanyakan itu.

Ruki kembali menarik bola matanya untuk kembali melihat lurus ke jalanan di depannya, “Dia hanya ingin bertemu denganku sebelum dia pulang...” Ruki kembali melirik Uruha dengan ekor matanya, “Kau tau kan....Sharon akan kembali ke Canada besok?” tanyanya sedikit mengernyitkan dahi.

“Ya, dan itu bukan urusanku!” jawab Uruha sinis.

“Aku tahu, Sharon sudah menceritakan semuanya padaku.” Ruki menatap laki-laki brunette di sampingnya itu dengan seksama, bagaimana urat urat di wajahnya sedikit menegang setelah apa yang baru saja ia katakan. “Aku tahu posisi—”

“Jangan mengasihaniku, atau kulempar kau keluar!”

“Tidak, melihat bagaimana tadi kau bersikap di depan Sharon, aku hanya ingin bilang...Sikapmu itu kekanak-kanakan!” Ruki sedikit menundukan kepalanya sampai syal di lehernya menutupi hampir ke bagian matanya.

“Apa?!” Uruha mengernyitkan dahinya. Nada suara yang ia hasilkan menunjukan kalau ia jengkel dengan pernyataan Ruki.

“Maksudku.. .aku mengerti perasaanmu! Tapi jika saja kau mau lebih bijaksana—”

“Mengerti apa kau? Apa yang kau mengerti dari bagaimana rasanya dikhianati orang?” Uruha menaikan satu alisnya sedikit mendelik Ruki, “Cih! Padahal aku yakin kau pacaran saja belum pernah, sok sok mengomentari bagaimana aku harus bersikap,” Uruha mendengus.

“Apa?!” Kali ini Ruki yang tidak kalah jengkel. “Aku mungkin memang belum pernah punya pacar! Aku tidak pernah dikhianati, tapi bukan berarti aku tidak pernah sakit hati ! Setidaknya aku mencoba mengerti posisimu, aku tidak menyalahkan tindakanmu, tapi   kupikir...kau bisa bersikap lebih bijaksana dari itu! Jika kau benar menyayangi Sharon seharusnya kau menghormati keputusannya! Aku jadi berpikir ini bukan hanya tentang rasa sakit dikhianati tapi kau merasa Sharon mencorengmu tepat di muka. Mungkin kau berpikir tidak akan ada yang berani mengkhianatimu, semua orang mencintaimu, menghormatimu, tapi Sharon—”

Ckiitt!

Ruki sedikit memejamkan sebelah matanya. Uruha meminggirkan dan me-rem mobilnya dengan paksa.

Makhluk brunette itu dengan cepat menggamit syal yang dikenakan Ruki, menatap makhluk minis itu dengan marah, “masih ada yang ingin kau katakan, kecil?”

“Apa kau pernah berpikir? Sharon tidak memilihmu karena sifatmu ini?”

Mata Uruha membulat semakin mengeratkan gamitan tangannya di syal Ruki, “Kau—!! Bicara lagi, kupatahkan tulang-tulangmu!”

“Lakukan!” Ruki menaikan satu alisnya, “kau selalu begitu, sedikit sedikit mengancam! itu kekanak-kanakan Uruh—khhh,” Ruki sejenak kehilangan nafasnya saat tanpa aba-aba Uruha menarik satu ujung syal Ruki membuat kain yang tadinya melilit longgar di leher makhluk minis itu jadi melilit dengan kuat. “Ohok! Ohok!” Ruki memegangi lehernya terbatuk, masih sedikit kaget dengan tindakan Uruha.

“Aku tidak main-main,” dengus Uruha, menyandarkan kembali tubuhnya ke sandaran jok sambil mendelik Ruki dengan ekor matanya. “Siapa kau berani menceramahiku?”

“Ohok!” Ruki menutupi mulutnya. Kepalanya terasa pening dan rasa mual di perutnya seakan semakin menjadi. Ruki merasa produksi keringat dingin ditubuhnya semakin meningkat dan ia tidak tahu apalagi yang harus ia lakukan selain segera membuka pintu di sampingnya dan menerobos keluar.

“Oi?!” Uruha kembali menarik tubuhnya paksa dari sandaran jok mobilnya melihat Ruki terburu-buru keluar.

“Uooookk!!!”

Uruha mengernyitkan dahinya.

“Uookk! Ohok!”

Sedikit penasaran dengan keadaan makhluk minis itu, Uruha ikut turun dari mobil untuk melihat Ruki yang masih membungkukan tubuhnya menutupi mulut dengan punggung tangannya, “Kau—”

Ruki menepis tangan Uruha yang berusaha menyentuh pundaknya. “Aku tidak apa-apa,” Ruki kembali menegakan tubuhnya masih menutupi mulutnya dengan punggung tangan, mendelik Uruha yang masih terlihat syok karena tangan perdulinya baru saja ditepis makhluk minis itu. Tidak pernah ada yang berani selancang dan sekasar itu padanya!

“Kau pikir aku khawatir padamu hah?!”

“Karena itu...Aku bisa pulang sendiri,” Ruki membenarkan syal dilehernya dan kembali berjalan ke pintu mobil untuk mengambil tasnya.

“Apa?” Uruha mengernyitkan dahinya untuk kesekian kalinya, “Apa maksudmu dengan pulang sendiri?” Uruha berdiri di belakang Ruki sambil memegang bagian atas kaca pintu mobilnya.

Ruki menggantungkan tasnya di satu pundak kemudian berbalik menghadap sang brunette di belakangnya. Uruha bisa melihat keringat yang renum di sekitar pelipis Ruki dan wajahnya yang memutih, pucat. “Maksudku adalah, aku ingin pulang ke apartment Saga! Tanpa menumpang di mobilmu!”

“Dengan keadaanmu sekarang?” Uruha menaikan satu alisnya.

“Apa perdulimu?” Ruki memicingkan satu matanya.

“KAU—” Uruha menahan kalimatnya, sangat tersinggung dengan cara bicara Ruki. laki-laki brunette itu memegang lengan atas Ruki kuat membuat tubuh makhluk minis itu sedikit tertarik ke arah Uruha. “Dengar! Aku memang tidak perduli! Tapi kalau kau mati di jalan, aku yang repot! Kakek pasti akan menyalahkanku!”

“Tidak, dan aku tidak akan mati sekarang, jadi kau tenang saja,” Ruki sedikit mendengus memalingkan wajahnya. Makhluk minis itu sedikit merapatkan satu matanya saat merasakan tangan yang memegang lengannya semakin kuat, dan ia yakin Uruha tidak akan mau berdebat lagi dengannya, kekeras kepalaannya pasti sudah membuat tombol emosi Uruha tertekan kuat dan Ruki yakin sebentar lagi dia akan mendengarkan makian dan omelan Uruha dan akhirnya ia harus benar-benar pulang sendiri ke apartement Saga. Itu bukan keinginannya, tapi kelakuan dan perkataan Uruha membuatnya sangat tidak enak hati, entah bagaimana tapi Ruki akan menjadi sangat sensitif jika itu berhubungan dengan Uruha. Sedikit saja gerak tubuh atau perkataannya bisa berakibat besar dengan perasaan Ruki dan karena hal itulah, akhirnya emosi yang bicara.

“Tu—Uruha!” Ruki hendak protes saat diluar dugaan Uruha malah menarik lengannya kuat dan mendorong tubuhnya kembali masuk ke dalam mobil.

Uruha menutup pintu mobilnya sedikit bernafsu membuat Ruki sedikit jantungan, “Coba buka lagi pintu ini dan kurontokan gigi-gigimu!” Ancam Uruha lewat kaca jendela yang sedikit terbuka di samping Ruki. Dan ke-erroran apa yang terjadi dengan hati Ruki, mungkin dirinya yang dulu akan -merasa jengkel, berusaha protes, mendengus, menggerutu, atau mengutuk Uruha karena sedikit-sedikit makhluk brunette itu bisanya mengancam dan mengancam-saat mendapat ancaman seperti itu dari Uruha tapi saat ini hatinya malah senang.

Ruki sunyi senyap dengan wajah berpaling ke kaca jendela mobil, melihat pantulan Uruha yang kembali masuk dan duduk di sampingnya, memasang kembali seatbeltnya dan Ruki berpura-pura melihat keluar sambil mengusap usap sebelah lengan atasnya saat orang yang ia perhatikan pantulannya di kaca pintu mobil berpaling ke arahnya.

“Masih ingin mengeluarkan isi perutmu?”

Ruki menggeleng kepalanya, “jangan bicara padaku! karena aku tidak akan menjawab, aku mau tidur.” Ruki sedikit membelakangi Uruha, mengeratkan kedua tangan yang ia silangkan di dadanya agar membuat tubuhnya merasa lebih hangat.

“Oh, Silahkan!” Uruha kembali menjalankan mobilnya, “Kau enak tidur dan aku menyetir! Enak sekali hidupmu!”

Ruki mendengus, padahal ia sedang berusaha mengistirahatkan kepalanya yang semakin lama semakin berat, ia merasa tubuhnya kedinginan namun keringat dingin mulai kembali renum di sekitar keningnya.

Dan kedua makhluk itu berada dalam keheningan sampai Uruha kembali melirik Ruki dengan ekor matanya, Uruha melihat ke arah kaca pintu mobilnya di samping Ruki dimana ia melihat pantulan bayangan wajah tidur makhluk minis itu dan Uruha yakin makhluk di sampingnya itu telah benar-benar terbang ke alam bawah sadarnya. Uruha mengambil ponselnya di dashboard dan menghubungi seseorang, “Sebentar lagi aku sampai di rumah. Oh ya panggil Yuki-sensei, suruh dia datang ke rumah! sekarang!”

'anda sakit tuan muda Uruha?'

“Bukan, bukan aku! ” Uruha menggulir bola matanya ke luar kaca pintu mobil di sampingnya, “Ruki.”

'Oh, saya mengerti.'

Uruha mengakhiri panggilannya dengan butlernya itu setelah mengucapkan terimakasih. Makhluk cantik itu kembali menyimpan ponselnya di dashboard. Sang brunette kembali melirikan matanya ke arah Ruki dan segera menarik lirikannya kembali, mengeratkan pegangan tangannya di stir sambil menghela nafas.

Darimana datangnya keinginan Uruha untuk memeluk makhluk yang terlihat kedinginan itu?

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Ruki menganggukan kepalanya menjawab pamitan dokter pribadi keluarga Yuuji yang baru saja memeriksa dan memberinya beberapa obat yang harus ia minum secara rutin ke depannya. Dan Ruki merasa lebih baik setelah ia meminum beberapa obat itu dengan bantuan Nimo yang dengan setia mendampinginya.

“Kalau begitu saya juga permisi, selamat beristirahat tuan muda Ruki.” Ucap Nimo tersenyum sedikit menundukan wajahnya.

“Aa.. iya, terimakasih Nimo-san. Padahal ini bukan sakit yang serius seharusnya tidak usah sampai memanggil dokter, apalagi di tengah malam begini. Aku jadi merasa tidak enak dengan dokternya karena pasti aku sudah mengganggu waktu istirahatnya.”

Nimo tersenyum semakin lebar dengan kepolosan Ruki, "itu sudah tugasnya."

“Tapi tetap saja...” Ruki menggaruk garuk tengkuknya, “Terimakasih Nimo-san sudah sangat baik padaku.”

Nimo ingin tertawa dengan kata-kata tuan muda kecilnya itu tapi karena itu akan terasa tidak sopan, butler keluarga Yuuji itu hanya tersenyum dan menganggukan kepalanya, “Jika saya jahat pada anda, Kamijo-sama pasti akan memecat saya.”

“Aa...bukan, maksudku Nimo-san sudah memanggilkan dokter untukku saat aku sakit! Padahal yang begini dengan istirahat juga sembuh. Tapi tetap saja aku merasa sangat diperhatikan jadinya.” Ruki tersenyum malu-malu memainkan ujung piyama polkadotnya.

“Tuan muda Uruha menyuruh saia memanggil dokter dan saya melakukannya. Saya hanya melakukan tugas saya.”

Ruki berhenti memainkan ujung piyamanya dan melihat Nimo dengan sedikit ekspresi terkejut dengan apa yang baru saja ia dengar, “U—Uruha?”

Nimo menganggukan wajahnya lemah, “Kalau begitu saya permisi tuan muda Ruki. Jangan lupa minum obatnya secara rutin.”

“Ah, i-iya...”

Nimo sedikit membungkukan tubuhnya sebelum keluar kamar meninggalkan tuan muda kecilnya yang masih sulit mengkonfirmasi informasi yang baru saja ia dapat. Namun saat otaknya meyakinkan apa yang baru saja ia dengar bukanlah kesalahan, sudut sudut bibir makhluk minis itu mengembang tipis. Hal kecil apapun itu jika orang yang kita sukai yang melakukannya akan sangat berefek bukan? baik itu hal kecil buruk atau bagus, dan sekarang Ruki merasa ia perlu menyembunyikan wajah memanasnya di balik selimut tanpa menyadari ponselnya beberapa kali bergetar di dalam tasnya.

.
.
.
.
.

Saga mendengus melihat layar ponselnya sendiri, sedikit kesal panggilannya tak kunjung juga diangkat oleh Ruki. “Apa diculik?” Pemuda berambut hazel itu mengernyitkan dahinya sebelum akhirnya menyimpan ponselnya dan kembali dengan pekerjaannya semula. Meski begitu pertanyaan dimana Ruki tetap menguasai pikirannya, dan ia pikir jika benar Ruki diculik, itu bukan urusannya kan? dia bukan keluarga Ruki dan si penculik tidak akan minta tebusan padanya kan?

Saga menepis pikirannya yang ngecapruk(?). Meski pikirannya kesana kesini gak jelas tapi ada hal yang Saga yakini dan berharap kalau keyakinannya benar. Jika benar makhluk minis itu diculik, maka Uruha adalah penculiknya dan Saga akan tenang. Tapi jika benar begitu seharusnya Ruki punya waktu untuk memberinya kabar.

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Uruha menaikan satu alisnya menyadari makhluk yang kini tengah makan satu meja dengannya seakan selalu mencuri pandang. Uruha berusaha mengabaikan untuk lirikannya yang pertama, kedua dan ketiga tapi hampir setiap satu menit sekali Ruki melakukannya dan itu membuat Uruha tidak nyaman menyantap sarapannya.

“Apa ada sesuatu di wajahku?” Uruha masih menaikan satu alisnya.

“Hn?” Ruki terlihat sedikit terkejut Uruha menyadari kegiatannya, “sesuatu? seperti sebutir nasi?”

Uruha refleks meraba daerah sekitar mulutnya namun tidak lama kemudian laki-laki brunette itu menatap jengkel makhluk yang menutupi mulut berusaha menahan tawa di hadapannya. Mereka sedang sarapan roti dan bagaimana sebutir nasi bisa ada di wajah Uruha?

“Kau berani membodohiku?” Uruha bicara sedikit menggeretakan giginya.

Ruki memutuskan untuk tidak menatap Uruha langsung di matanya, “aku sedikit terkejut kau bisa dengan mudahnya dibodohi,” ucap Ruki sebelum menggigit rotinya.

“Kau puas?”

Ruki menganggukan kepalanya sambil memasukan potongan roti terakhir pagi ini ke dalam mulutnya. Uruha mendengus segera berdiri dari kursi makannya dan Nimo segera menghampirinya, menyerahkan tas sekolah tuan mudanya itu.

“Uru—”

Uruha kembali mengalihkan perhatiannya pada Ruki yang juga ikut berdiri dari kursinya setelah ia sedikit meneguk air putih di gelasnya. “Apa lagi?” Tanya Uruha malas sambil mengambil tasnya dari tangan Nimo.

Ruki menggigit sedikit bibir bawahnya terlihat kurang percaya diri Uruha akan mendengarkan kata-katanya. Pagi tepat saat ia baru bangun tidur tadi, Reita menghubunginya dan mengatakan dirinya akan ke bandara pagi ini untuk mengantarkan Sharon, dan kakak kelas bernosebandnya itu ingin Ruki juga ikut bersamanya. Itu permintaan Sharon! Dan tanpa menunggu jawaban Ruki, laki-laki bernoseband itu mengatakan akan menjemput adik kelasnya itu dan ia ingin tanpa penolakan. Dan Ruki tidak apa-apa, lagipula dia tidak berniat menolak mengingat ia masih punya hutang akan kemenangan Sharon di taruhannya soal kedatangan Uruha malam tadi. Dan Ruki tidak keberatan jika ia harus membolos satu atau dua jam pelajaran di sekolahnya hari ini. Tapi Ruki tidak yakin ia akan bisa membawa Uruha juga ikut bersamanya. Setahu Ruki Sharon pasti sangat ingin Uruha juga ikut mengantarkannya ke bandara, dan Ruki pikir jika ia berhasil hutangnya akan terbayar.

“Aku akan mengantar Sharon-san ke bandara hari ini....” Ruki mencoba memberanikan diri melirik Uruha dan wajah laki-laki itu tidak menunjukan perubahan mimik muka yang berarti, “bersama Reita.” Dan saat Ruki menyelesaikan kalimatntnya barulah ia melihat wajah Uruha menegang.

“Hubungan denganku?” tanya Uruha sinis.

“Aku ingin kau juga ikut! Sharon pasti akan sangat—”

Uruha beranjak dari tempatnya tak menunggu Ruki menyelesaikan kalimatnya. Dan Nimo sedikit merasa kasihan dengan tuan muda kecilnya itu.

Grak!

Ruki menggeser kursinya, meraih tasnya dan terburu-buru beranjak dari tempatnya untuk mengejar Uruha.

“Uru—” Ruki mengikuti Uruha dari belakang saat makhluk minis itu berhasil mempersempit jarak mereka. “Apa kau tidak berpikir? kapan lagi kau akan bertemu dengannya? Aku juga tahu Sharon salah! Tapi kau pernah menyayanginya, maksudku....bahkan sampai sekarang mungkin kau masih menyayanginya, apa tidak ada sedikit keinginan—” Ruki menghentikan langkahnya mendadak mengikuti Uruha beberapa langkah di depannya yang juga melakukan hal yang sama.

“Apa kau tidak berpikir....kau terlalu ikut campur urusanku?”

Dan dengan itu Ruki membungkam mulutnya.

“Apa kau merasa gatal saat tidak ikut campur urusan orang? Apa semua orang miskin banyak bicara sepertimu? Terserah aku apa yang mau dan tidak mau kulakukan, apa itu mempengaruhi hidupmu? Aku yang merasakan dan kau sok tahu! Oh! Apa jangan-jangan wanita itu yang menyuruhmu? diberi apa kau mau saja disuruh-suruh? Apa dia memberimu uang? Uang ya? Sudah kuduga. Kau pasti butuh uang untuk hidup kan?”

“Aku benci kau!”

“Kalau begitu kau tidak bertepuk sebelah tangan, karena aku juga.” Uruha menggantungkan tas di sebelah pundaknya dan beranjak dari tempatnya sampai Ruki memukulkan tasnya ke punggung kakak kelasnya itu dengan cukup bernafsu.

“Aku pikir Sharon tidak salah karena tidak memilihmu! Orang dengan mulut pedas sepertimu seharusnya tidak ada yang suka! Kau hanya bisa membuat sakit hati orang, kau seharusnya dibenci !”

“KAU—”

“Tapi kenapa aku suka orang sepertimu?! Dari beratus-ratus orang yang kukenal di dunia ini, tidak sedikit orang baik! Tapi kenapa harus orang bermulut pedas sepertimu!!”

Uruha mengernyitkan dahinya, “Kenapa tanya padaku? Mana aku tahu!”

“Aku tidak tanya padamu! Aku bertanya pada diriku sendiri!”

“Tapi matamu melihat padaku!”

“Itu kebetulan saja, karena kau di depanku—”

“Yo!”

Uruha dan Ruki sontak menoleh bersamaan kearah sumber suara orang ketiga yang tiba-tiba saja datang ditengah-tengah perdebatan bodoh mereka. Dan Reita berdiri sambil mengangkat satu tangannya sedikit menaikan satu alis melihat ekspresi Uruha dan Ruki yang tidak sedang dalam keadaan menyenangkan. “Apa aku mengganggu?”

“Sama sekali tidak,” Ruki berusaha meredam kekesalannya pada Uruha, sedikit merubah raut wajahnya lebih cerah di depan Reita.

“Kau sudah siap? Aaah!” Reita berjalan menghampiri Ruki, “Kenapa kau pakai seragam?” Reita sedikit menarik ujung kerah seragam Ruki.

“Aku berniat masuk kelas sepulang dari bandara.”

“Aa! Tidak-tidak! Kalau mau bolos jangan setengah-setengah! Sekarang cepat ganti! Sepulang dari bandara nanti kita jalan jalan ke suatu tempat.” Reita mendorong punggung adik kelas mungilnya itu untuk kembali ke kamarnya.

“Tapi aku tidak mau—”

“Tidak ada penolakan! 5 menit! Aku tunggu!” Reita memangku kedua tangannya mengisyaratkan Ruki agar cepat cepat pergi ke kamarnya.

Uruha menatap sinis Ruki yang menurut saja dengan perkataan Reita dan sedikit berlari menuju kamarnya.

Reita melirik Uruha dengan ekor matanya, “Jadi..... Ruki sudah mengatakannya?”

Uruha mengalihkan tatapannya pada Reita, “Mengatakan? Kalau dia suka padaku? Sebelumnya dia juga pernah bilang tapi kemudian menyuruhku melupakannya. Eh, sekarang dia malah mengatakannya lagi, bagaimana aku bisa lupa kalau begitu?” Uruha mendengus.

“Tunggu-tunggu Uruha! Aku tidak sedang dalam pendengar-curhat-mode. Ini tentang Sharon.” Reita menatap teman baiknya itu dengan seksama, “Aku dan Ruki akan mengantarkannya ke bandara. Aku tahu kau masih marah padanya, karena itu aku tidak akan meminta apalagi memaksamu untuk ikut. Tapi jika kau mau datang Sharon pasti akan sangat senang.”

“Kupikir kau teman baikku Reita.” Uruha menggulir bola matanya malas. “Sharon pasti senang, Sharon pasti akan sangat senang. Omong kosong! Siapa yang ingin dia senang?” Uruha menggerutu.

Reita menghela nafas menjatuhkan kedua tangannya yang sebelumnya ia pangku di dadanya, “justru karena aku teman baikmu, aku tahu pasti seperti itu jawabanmu.” Reita menyentuh sebelah bahu Uruha, “Baiklah, kalau begitu aku pinjam Ruki seharian ini, ok?”

Uruha menatap Reita tanpa ekspresi, “aku bukan babysitter-nya, ok?”

Reita mengangguk-anggukan kepalanya sambil memberi tanda 'ok' dengan jari telunjuk dan jempol yang ia bentukan sebuah huruf 'O'.

“Ya, aku memang orang yang dia sukai, tapi aku tidak perduli dengannya,” Uruha melengos sambil mengatakan itu dengan nada arogannya.

Reita menarik satu sudut bibirnya, melirik Uruha yang sudah beberapa langkah meninggalkannya dengan ekor matanya, “dan itu tidak akan bertahan lama kalau kau tetap dengan sifat seperti itu.” Uruha menghentikan langkahnya, “Ruki bisa menyukai orang yang bersikap lebih baik padanya kau tahu? seperti kakak kelas baik yang akan menyenangkannya, mengajaknya jalan-jalan contohnya? Kau sendiri, apa kau akan bertahan menyukai orang yang terus bersikap acuh padamu? Aku yakin kau akan membuang orang seperti itu dan mencari orang baru, dan aku yakin Ruki juga bukan orang bodoh.”

Uruha mendengus kembali menoleh ke belakang menatap Reita, “Kau salah! Dia itu sangat bodoh!” Dan makhluk brunette kembali melanjutkan langkahnya yang tertunda karena Reita, kali ini lebih cepat.

“Kepercayaan diri yang bagus, Ururun~”

☆ナチュラルセンス☆  (◕‿◕✿)

Shou menyandarkan punggungnya ke loker di belakangnya sambil memangku kedua tangannya di dada, memperhatikan adik kelas yang ia tahu sekarang punya hubungan 'khusus' dengan teman baiknya.

Saga mendengus sambil menutup pintu lokernya, merasa tidak nyaman. Entah bagaimana wakil ketua Osis yang kurang disukainya itu bisa berakhir mengikutinya sampai ke loker kelasnya. Tadi Saga melihatnya tengah asik ngobrol dengan dua orang siswi saat ia masuk ruang loker, Saga pikir jika ada wakil ketua Osis itu maka ketuanya tidak akan jauh berada di sekitarnya, tapi Saga memperhatikan sekelilingnya dan ia tidak menemukan tanda-tanda ketua Osis BHS itu berada di sana. Dan entah bagaimana Saga menyadari Shou melihat ke arahnya dan di sanalah wakil ketua Osis itu berada sekarang, di belakang Saga dan entah apa yang sedang ia lakukan.

“Kalian suka bertemu di sini? maksudku...” Shou menaikan satu alisnya, “Tora suka diam-diam datang menemuimu di sini?”

“Diam-diam?” Saga menoleh, sedikit mengernyitkan dahinya.

“Oh ya, Tora sudah memberitahumu?” Tanya wakil ketua Osis itu mengalihkan pembicaraannya.

Saga mengernyitkan dahinya dan Shou menangkap ketidak-mengertian Saga atas pertanyaannya.

“Dia tidak memberitahumu? heh, kepergiannya memang mendadak tapi melihat hubungan kalian kupikir seharusnya dia langsung memberimu kabar tentang kepergiannya ke Osaka?” Nada bicara Shou sedikit mengejek.

“Jadi kau mengikutiku hanya untuk membanggakan diri tentang Tora memberitahumu dan aku tidak.” Saga berujar dengan wajah tanpa ekspresinya, terlihat tidak tertarik dengan alasan Shou sampai mengikutinya.

“Ahah! Apa yang keren dari Tora memberitahuku dan kau tidak?”

“Lantas?” Tanya Saga malas.

Shou tersenyum menghela nafasnya, “Kau tidak tanya untuk apa dia ke Osaka?” Wakil ketua osis BHS itu sedikit memiringkan wajahnya mencoba melihat ekspresi adik kelasnya dengan lebih jelas.

“Aku tidak mau tahu.”Saga mengucapkannya dengan nada sedikit jengkel.

“Dia menggantikan ayahnya yang tidak bisa hadir untuk melihat pembangunan perusahaan baru yang kelak akan ia pimpin. Kau tahu kan, kelak dia akan menjadi orang sibuk yang tidak akan punya waktu lagi untuk bersenang-senang, karena itu ia memuaskannya sekarang. Ah, kau pasti mengerti posisinya. Rasa frustasi dan jenuh terhadap suatu rutinitas yang memerlukan perasan otak kadang bisa membuat seseorang lari ke hal yang ya... kau tahu—”

“Siapa kau? Ibunya?” Saga mengernyitkan dahinya, mulai sangat terusik dengan kata-kata wakil ketua osis BHS itu dan Shou hanya terkekeh pelan dengan pertanyaan adik kelasnya itu.

“Kau tahu, Tora punya ketertarikan pada perempuan yang lebih tua sejak ia kecil. Kau tahu kenapa?” Shou sengaja menggantung kalimatnya sampai ia menemukan perubahan raut wajah Saga dari acuh tak acuh menjadi wajah penasaran. “Bisa dibilang, dia mencari sosok seorang ibu dalam pribadi mereka. Mungkin kau bisa menyebutnya mother complex atau semacamnya?”

Berdasarkan informasi yang ia dapat, Saga tahu kedua orang tua Tora berpisah ketika ketua Osis BHS itu kecil. Saga tahu ibu Tora adalah orang asing. Dan Saga tahu dia kembali ke negaranya sejak berpisah dengan ayah Tora. Apa dia sering berkunjung kemari atau tidak, Saga tidak tahu. Tapi yang pasti itu wajar jika Tora merasa kesepian mempunyai seorang ibu yang tinggal di negara berbeda dengan dimana ia tinggal, terlebih untuk anak kecil yang seharusnya masih mendapatkan perhatian dan kasih sayang penuh dari kedua orang tuanya, utamanya seorang ibu.

“Dia bilang dulu dia selalu salah mengartikan kebutuhannya dengan perasaan suka. Tapi seseorang membuka matanya, dia bisa membedakan kedua hal yang menurut orang jelas berbeda itu dengan merasakan sendiri perbedaannya.”

Saga merasakan seakan urat urat di seluruh tubuhnya menegang.

“Aku tidak berada di posisi sebagai orang yang berhak mengatakan, 'hentikan!' hanya karena aku tidak suka. Tapi kau harus tahu, aku teman baiknya, aku ingin semua yang terbaik untuknya. Aku hanya ingin memastikan kau bukan orang bodoh dan berpikir Tora benar-benar serius denganmu. Dia selalu mencari sosok yang setidaknya bisa membuatnya bermanja-manja dan bersikap lebih dewasa darinya. Ya....kembali lagi, seseorang bisa saja bosan dengan sesuatu dan mencoba mencari suasana bar-”

“Kau pikir aku benar-benar serius dengannya?” Sela Saga memotong ocehan panjang Shou yang mungkin tidak akan berhenti kalau ia tidak memotongnya.

“Oh, itu bagus.” Shou menarik punggungnya dari loker, “Aku hanya takut kau benar-benar punya perasaan terhadapnya. Itu bisa membuatmu sakit hati suatu hari nanti, ya....aku tahu kau bukan tipe orang senaif itu haha...”

“Apa aku bisa ke kelas sekarang?” Tanya Saga sinis, wakil ketua osis dihadapannya itu benar benar membuatnya tidak nyaman dan entah bagaimana tidak aman.

“Hm...,” Shou menganggukan kepalanya sambil memangku kedua tangannya. Dan saat Saga mendengus dan hendak beranjak dari hadapannya, Shou menggulir bola matanya ke samping, “Kau ingat Haruka-sensei?”

Dan Saga merasakan seperti ada lem yang tersebar di bawah kedua kakinya, membuatnya berhenti di treknya dan berat untuk melangkah.

“Ah kau pasti ingat, bagaimana kau bisa lupa? ya kan?” Shou mengeluarkan ponselnya dari saku celananya dan melihat pesan yang baru saja masuk ke sana. “Beberapa hari yang lalu dia menghubungi Tora.”

Dan untuk kesekian kalinya Saga merasakan urat-uratnya menegang, kali ini dengan perasaan yang bahkan ia sendiri tidak bisa menentukan apakah itu marah atau kecewa ataukah....terluka? rasanya seperti berdiri di ujung sisi lantai gedung yang dengan satu hembusan angin saja bisa membuatnya tidak seimbang, mendengar nama perempuan itu selalu membuatnya benar-benar merasa tidak aman.

“Aku tahu.”

“Kau tahu?” Shou sedikit terkejut, refleks mengalihkan tatapannya dari layar ponselnya pada Saga.

“Dia mengatakannya padaku .” Meski terakhir Tora mengatakan kalau itu bohong, dan hanya ingin membuat Saga cemburu dengan menjadikan itu sebagai sebuah andai-andai. Namun sekarang Saga tahu ternyata itu benar-benar terjadi.

“Dan dia memberitahumu juga kalau Haruka-sensei meminta mereka untuk bertemu?”

Saga mengepal satu tangannya sedikit memejamkan mata mencoba mengontrol perasaannya.

“Apa kau tahu kalau Haruka sensei berasal dari Osaka?”

Saga tersenyum tipis namun sinis, “Berbelit-belit.” Dengusnya, “kenapa tidak kau ludahkan saja inti dari belat-belit pertanyaanmu itu ke wajahku!” Saga menunjuk wajahnya dengan jari tengah, “Kau mau bilang kalau sekarang mereka bertemu di sana kan?” sungguh! wakil ketua osis BHS itu berhasil membuat sebuah 'klik' pada emosinya yang berusaha Saga tahan.

“Aku tidak bilang mereka benar-benar bertemu, tapi suatu kebetulan bisa saja terjadi.”

Saga mendengus, “dan kau mau tahu reaksiku? 'AKU TIDAK PERDULI!!' ok?” Saga mendorong sebelah bahu kakak kelasnya itu ke belakang. “Ck!” Pemuda berambut hazel itu segera beranjak dari posisinya meninggalkan Shou yang hanya mengernyitkan dahi atas perkataan terakhirnya.

“Setidaknya aku sudah memperingatkan,” Shou mengusap tengkuknya, “aku hanya tidak ingin kau terluka, ck! ” Shou mendengus, “sepertinya kau sudah berhasil membuat anak nakal itu benar-benar jatuh cinta padamu, Tora.”

☆TBC☆  (◕‿◕✿)

7 comments:

  1. yess!! aku menang taruhan,., XD
    kira, dichap ini aku malahan penasaran sama kisahnya saga n tora., rada kasian sih saganya,., next chap tora n saganya dibanyakin donk *ditimpuk ruki*
    oya, makasih udah ditag (lagi),. seneng deh,.
    oy, maaf chap kemarin gak repiu soalnya mau menanging taruhan dulu *ditendang uruchan*

    ReplyDelete
    Replies
    1. Hehe... saia gak janjiiiiii XD *semoga berubah pikiran *
      Tapi pasti ada Tosa nya chap depan mah *semoga *
      sama -sama, makasih udah baca plus komen hhe XD
      haha gpp atuuu ih, *^▁^*

      Delete
  2. Lamalama urupun membuat saya ksal, dan semakin kesal karena ruki begitu polosnya bertahan menyukai orang sesadis itu hikhik ruruchyann *pyuk Ruki bakar Uru* kk tp benarbenar menguras emosi kira!
    T.mT tapi saya tidak puas *uhk* ToSa muncul sejumput di ending..dan sangat membuat kesal *jambak rambut shou frustasi* saya kagum pada Saga yg bisa menguasai bahasa nonverbalnya. Dan semoga kedepannya bisa ditambah?ya? ToSa! ToSa! ToSa! Wkwk sejauh ini saya suka permainan emosinya, apalagi di usia begini(?) lebih bisa memahami emosi karakter, hehe terimakasih kira, bersemangat terus!

    ReplyDelete
    Replies
    1. Biar bak emosinya bersih harus sering dikuras XD #apasi
      Hyahaha diusia segini XD
      ya, saia pikir semua yg pernah(?) Remaja akan sangat mengerti, masa -masa penuh emosi ~ *ngomong apa saia jg gak ngerti * :v
      Sankyuu Kyrochyaan, ∩__∩

      Delete
  3. Shouuu!!!!! teganya dirimu pada Sagaku!!! tora itu suka beneran sama saga!! pada wanita yg lebih tua dia memang mencari sosok ibu!! kalo gitu kenapa dia bisa suka Saga?!! karna itu cinta! cinta!!! hosh hosh... #esmoshi...

    Ehm... maaf... terbawa perasaan,,...
    Uuuugh... tak sabar nunggu Tora pulang...
    Kira-san saya menantikan chap berikutnya segera! ...
    Saga-kun, jangan bimbang hunny, Tora-san benar2 menyukaimu kok...

    akhir kata. terimakasih kira-san untuk ceritanya... selalu keren seperti biasa berasa liat drama beneran.... bisa banget membangkitkan fantasi tentang kejadian nyata yg dialami mreka... terimakasih...*lagi

    ReplyDelete
    Replies
    1. HAHA! Ada yg dapet point nya *ngumpet * XDD
      sama -sama! Sankyuu ~ >.<
      Iya kah? Hiiiiiiiiii syukurlah ~ saia ini lemah di deskripsi latar DX
      Sama sama! Lagi XD,

      Delete
  4. Gara gara ff kakak yg suka mempairing Tora x Saga aku jadi terinfluence sama mereka berdua kwkwkw
    Kak aku baca natural sense dari yg kedua aku ga nemu yg pertama T.T bisa kasih aku linknya ga kak

    ReplyDelete