Search + histats

Wednesday, 23 January 2013

BitterSweet01 — Mild Issue


AoiHa-Bittersweet Header
—Rukira Matsunori
The GazettE
—Aoi x Uruha
PG-15 (?)
—Bahasa hancur lebur, Common Theme!
Male x Male!
— 3.205 (12)


Mild Issue

:*::*::* :

Srek!

Sorot cahaya matahari yang mulai meninggi menyapa tubuh dan sebagian wajah sesosok laki-laki yang tertidur dengan lelap berbalutkan selimut tebal di atas tempat tidur king size-nya. dia sedikit mengernyitkan dahinya merasakan hawa hangat dan cahaya menyilaukan yang menyentuh wajah tidurnya saat gorden kamarnya dibuka, namun matanya tetap tertutup rapat dengan senyuman tipis sebagai refleksi dari mimpi yang membuat sang laki-laki lainnya penasaran.

Uruha. Takashima Uruha.
Laki-laki berambut kecoklatan dengan mata sayu yang terbaring damai di atas tempat tidurnya. Tahun ini ia baru menginjak semester-4 di kuliahnya dan beberapa bulan lagi melepas usia kepala satu-nya.

“Uruha~”, bisik seorang laki-laki lainnya dengan lembut di telinga laki-laki yang tertidur dengan lelap itu. “bangun, kau ada kuliah hari ini”, imbuhnya masih dengan suara berbisik yang malah membuat Uruha semakin melebarkan senyumnya. “Uruha?”

“hmm…”, Uruha semakin menyusupkan kepalanya ke dalam selimut tebal yang membalut tubuhnya.

“Uru—“

“nyem..nyem…”

“BANGUN!!!”

Uruha sontak membuka kedua matanya lebar-lebar dan membangunkan tubuhnya sambil memegangi sebelah telinganya yang mendengung akibat suara teriakan laki-laki lainnya tepat di depan telinganya.

“AOI !!!”

Uruha ngamuk memukuli laki-laki yang juga duduk di atas tempat tidurnya itu dengan guling karena menghentikan paksa mimpi indahnya, sementara laki-laki yang dipanggil Aoi itu hanya tertawa menerima pukulan-pukulan istrinya.

ISTRI???

Benar.
Mereka adalah suami istri, dengan kata lain mereka telah saling mengucapkan janji setia sehidup semati dan resmi menikah (anggaplah pernikahan sesama jenis di Jepang sudah di sah-kan akakak amit-amit)

Aoi. Shiroyama Aoi.
Seorang pemuda tampan berkualitas tinggi(?), dengan masa depan yang cerah dalam genggamannya. Di usia-nya yang baru menginjak 25tahun dia sudah menjadi seorang manajer sebuah perusahan besar di Jepang karena talenta , kecekatan, tanggung jawab dan kejujurannya dalam melakukan pekerjaannya.

“cepatlah bersiap-siap, aku antar kau ke kampusmu”, ucap Aoi sambil memakai dasinya di depan cermin.

Uruha masih mengusap-usap kedua matanya malas, beranjak turun dari tempat tidurnya menghampiri Aoi. “sudah sarapan?”

Aoi mengangguk kecil, “sudah kusiapkan untukmu juga di meja makan, tuan putri…”

“umh…arigatou suamiku”, Uruha cengir mencubit perut Aoi.

Itu sudah biasa. Setiap bangun pagi Aoi yang selalu menyiapkan sarapan untuk mereka. Selain mapan, bertalenta, tampan, Aoi juga jago memasak, berbeda dengan Uruha yang sederhana, satu kelebihannya yaitu penuh dengan kekurangan dan hanya bisa menghabiskan makanan saja, Uruha ancur soal masak-memasak dan semua pekerjaan uke lainnya, karena itu Aoi sukarela menyiapkan makanan untuk mereka setiap pagi, bahkan membersihkan rumah pun dilakukan sang gurame itu. Benar-benar pria idaman para uke.

“sudah, cepatlah! Sebentar lagi aku terlambat”, Aoi mendorong punggung Uruha kearah kamar mandi, masih sibuk dengan dasinya.

“iya-iya..”, Uruha sedikit manyun melangkah ke kamar mandi.

3 Minggu.
Itu adalah usia pernikahan Aoi dan Uruha, pengantin baru memang. tiga hari yang lalu mereka baru pulang dari Bali, menyelesaikan tugas(?) honeymoon mereka yang tertunda. Aoi dan Uruha menghabiskan waktu seminggu di salah satu pulau milik Indonesia yang terkenal menjadi tujuan wisata para turis luar itu. berjemur di pantai, berjalan-jalan sore hari melihat sunset, makan nasi goreng, melihat para bule berkeliaran memakai bikini, mereka cukup menikmati semuanya, terutama Uruha. bahkan ketika tiba waktu mereka pulang, Uruha ngotot menolak dan nyebur ke laut padahal dia gak bisa berenang, hingga Aoi harus susah payah ikut menceburkan diri menyeretnya kembali ke tepi pantai. Mereka berselisih usia 5 tahun, tapi Aoi seperti menikahi anak SD. Uruha memang agak kekanak-kanakan, dan Aoi baru mengetahui itu.

“sudah sampai Uruha”, Aoi menepuk-nepuk pipi Uruha.

“he? oh”, Uruha melepaskan headset di kedua telinganya, ia tidak menyelesaikan mimpinya tadi dan kembali melanjutkannya di mobil. “eh?”, Uruha mengurungkan niatnya membuka pintu mobil dan berpaling ke arah Aoi.

“ada yang lupa?”, tanya Aoi.

Uruha mengangguk memejamkan mata sambil monyongin bibir keritingnya membuat Aoi menaikan sebelah alis kemudian mencomot(?) bibir Uruha dengan tangannya. Uruha yang sadar mendapatkan comotan dan bukan sebuah morning kiss yang ia harapkan segera membuka matanya dan menepuk tangan Aoi membuat suaminya itu mendadak meledak dengan tawa melihat ekspresi kekecewaan Uruha yang manyun(?)-in bibirnya. Uruha bukan sedang melucu tapi minta dikisu.

Laki-laki berambut coklat itu segera memukul dada Aoi yang masih tertawa lalu turun dari mobil Mercedes-Benz Elegant Blue milik suaminya itu dengan tampang masam.

“ah, aku berangkat ya”, pamit Aoi setelah bersusah payah menghentikan tawanya.

 “pergi saja sana.”, Uruha mencibir tanpa memalingkan wajahnya pada Aoi.

“kau tambah jelek tahu! cemberut begitu…”

“iya! Aku memang jelek!”, rutuk Uruha membuang muka.

“memang! haha…”, Aoi tertawa iseng lalu kembali menjalankan mobilnya melesat menuju kantor.

“kau juga jelek gurame dower!”, Uruha mengembungkan kedua pipinya masih berdiri melihat mobil Aoi melaju meninggalkannya sampai mobil itu menghilang dari pandangannya. Rengutan di wajahnya seketika berubah menjadi senyuman kecil, Uruha begitu mengagumi sosok laki-laki yang baru saja meninggalkannya itu, hanya dalam waktu singkat saja Aoi membuat Uruha tergila-gila padanya. Aoi bukan laki-laki sembarang laki-laki, bagi Uruha, Aoi adalah laki-laki sempurna yang menyempurnakan hidupnya. Uruha benar-benar mencintainya. sampai tiba-tiba seseorang sengaja menyenggol bahu Uruha, mengganggu imajinasi pagi Uruha tentang suami gurame-nya itu.

“Yoh!!”, seorang laki-laki ber-dimple mengangkat sebelah tangannya menyapa, “wajahmu sumringah amat, mentang-mentang pengantin baru”, sindir Kai.

“hmm…”, Uruha tersenyum, “kau tidak akan mengerti kalau tidak mengalaminya sendiri”, Uruha ngeloyor.

“ha? sombongnya~”, Kai nubruk tubuh Uruha dari belakang.

Uruha sedikit mengembungkan kedua pipinya sambil menyangga dagu saat memperhatikan dosennya memberi penjelasan di depan kelas. Namun tiba-tiba senyuman terkembang di bibir kritingnya mencoba mencari kesenangan ditengah-tengah membosankannya kegiatan di kelas itu. Uruha membayangkan dosen botak itu adalah suaminya, Uruha hanya melihat wajah Aoi yang kini berdiri di depan kelas itu, dengan begitu rasa bosannya sedikit terobati.

“moshi-moshi~”

‘oh Uruha?’

“Aoi sedang apa?”

‘aku di kantor, ada apa?’

“kangen”

‘ha?’

“kau gak kangen sama aku?”

‘iya, tapi aku sedang kerja sekarang, aku tutup dulu ya’

Tut..Tut..Tut…

Uruha mengernyitkan dahi melihat layar ponselnya. Wajahnya mendadak cemberut kembali menghubungi nomor ponsel Aoi agak ngambek.

‘moshi-moshi…’

“Kamu mau gitu aja sama aku?”

‘he?’

“ya udah, aku tidak mau tidur seranjang malam ini!”

‘ap—‘

Tut…Tut…Tut…

Uruha menon-aktifkan ponselnya lalu memasukannya ke saku celana dengan wajah masam keluar dari toilet. Ia memang sengaja mencuri-curi waktu untuk menghubungi Aoi ditengah jam kuliahnya, padahal sebentar lagi jam pelajaran pertama selesai tapi Uruha tidak bisa menunggu sampai saat itu untuk mendengar suara Aoi, jika ia mau sekarang maka saat itu juga itu harus terkabul. Padahal baru beberapa jam saja mereka terpisah Uruha sudah sangat merindukannya,  Rasanya tersiksa sekali menjadi istri seorang Shiroyama Aoi berpheromone elit itu :D. Tapi sepertinya sikap Aoi barusan sedikit membuatnya kecewa.

:*::*::* :

“Tadaima….”, Aoi segera melepaskan sepatunya dan berjalan ke arah ruang utama, lalu menengok ruang televisi. Aoi tidak menemukan Uruha di sana biasa ia menemukannya saat pulang kerja. Berarti istrinya itu sudah masuk kamar, tidur mungkin? Karena diluar rancana Aoi harus pulang agak telat dari biasanya hari ini tanpa sempat memberitahu Uruha.

Aoi membuka pintu kamarnya perlahan berusaha agar pintu yang ia dorong tidak menimbulkan bunyi. Tapi Uruha cukup kebluk sebenarnya, jadi kalau Cuma suara pintu yang dibuka tidak akan membuatnya terbangun.

Aoi melihat Uruha sudah terbaring membelakanginya di atas tempat tidur mereka. Aoi melepaskan jas dan dasi yang dipakainya dan segera menggantinya dengan piyama. Naik ke atas tempat tidur dan menengok wajah tidur Uruha yang menurutnya begitu menggemaskan, Aoi tersenyum lalu masuk ke dalam selimut yang juga menyelimuti tubuh Uruha, memeluk pinggang ramping istri(?)nya itu berusaha terlelap.

“Bau!!”, Uruha tiba-tiba terbangun membuat Aoi juga ikut kembali membuka matanya.

“apa?”, Aoi mengernyitkan dahinya.

“kau belum mandi Aoi ! sana mandi dulu! syuh syuh!”

Aoi sedikit mendengus membangunkan tubuhnya, menatap kedua mata kecoklatan laki-laki yang lebih muda darinya itu dengan intens, “ini sudah malam Uruha, biarkan aku tidur”, kata-kata yang keluar dari mulut Aoi. Uruha hanya mendelikan mata khasnya lalu kembali menarik bola-matanya dari Aoi sambil ngerucut-rucutin bibir keritingnya tanda ia mencibir-i suaminya sendiri.

Uruha masih kesal karena Aoi tiba-tiba memutuskan sambungan teleponnya tadi siang, dan Aoi belum meminta maaf padanya dengan benar.

“eff—“

Uruha melamun sejenak dan saat ia sadar, Aoi sudah mencium bibirnya, memiringkan kepalanya sedemikian rupa menikmati bibir Uruha yang menggodanya. Aoi menyusupkan tangannya ke balik selimut mengelus-elus paha istrinya itu yang masih berbalutkan celana piyamanya, namun itu cukup membuat Uruha sedikit menggigit bibir bawahnya sementara Aoi masih mencumbu bibir keritingnya dengan hisapan-hisapan. Aoi sedikit menekan bibir Uruha, memegangi kedua bahu sang brunette yang lebih muda darinya itu dan membawanya kembali terbaring di atas tempat tidur.

Aoi membuka satu persatu kancing piyama Uruha saat bibir mereka masih bertaut dengan sengit(?), namun tiba-tiba Uruha melepaskan pagutan bibir mereka dan memalingkan wajahnya ke samping.

Aoi menaikan satu alisnya sedikit terganggu, “ada apa?”

“aku masih marah padamu”, ucap Uruha sedikit cemberut.

Aoi tampak sedang mengumpulkan memorinya sampai ia menemukan apa yang membuat Uruha berkata seperti itu padanya barusan. “telepon?”, tanya Aoi.

“ya!”, jawab Uruha singkat namun sinis.

“bukankah aku sudah minta maaf padamu?”

“kau hanya mengirim pesan, ‘maaf Uruha’. kata-kata dingin begitu tidak akan membuat seseorang merasa terhibur!”

“kau tidak memaafkanku?”

“tidak!”

“ok! fine!”, Aoi menjatuhkan kepalanya ke atas bantal di samping Uruha dan membelakanginya.

“ap—“, Uruha kembali membangunkan tubuhnya, terkejut dengan sikap suaminya itu. tidak ada bujukan? Rayuan?,  “Aoi“, Uruha mengguncang-guncang belakang bahu laki-laki berambut hitam pekat yang kini membelakanginya itu, namun tak ada respon sama sekali darinya. “Ao—“

“AOIIIII !!!!”, Uruha mendorong tubuh Aoi sampai laki-laki itu jatuh ambruk ke tepi tempat tidur.

“apalagiii?”, dengus Aoi sambil membangunkan tubuhnya terduduk di lantai dan menoleh pada Uruha sedikit kesal.

“KAU TEGA PADAKU!!!”, Uruha memukulkan sebuah guling tepat ke wajah Aoi membuat urat saraf di dahi Aoi semakin menegang. “padahal aku menunggumu! Walau kau pulang telat aku menunggumu! Berharap kau membawakan sesuatu untukku sebagai permintaan maaf! atau setidaknya membujukku menunjukan penyesalanmu! Tapi kau bersikap begitu padaku!”,  Uruha melemparkan sebuah bantal, sengaja agar membentur wajah Aoi dan ia mendapatkan keinginannya.

“Uruha~”, erang Aoi.

“aku benci kau!! jangan sentuh aku malam ini !!”, Uruha menidurkan dirinya dengan membalik posisi membelakangi Aoi, menarik selimut sampai menutupi sebagian kepalanya.

Aoi segera membangunkan tubuhnya dari lantai, mengusap-usap tengkuknya sedikit menghela nafas. Ia lalu naik ke atas tempat tidur kembali berbaring dengan membelakangi Uruha.

Beberapa menit berlalu, Uruha berusaha memejamkan matanya namun ia tak kunjung berhasil hingga akhirnya ia menyerah, menoleh ke belakangnya dan kembali menemukan punggung Aoi. Itulah kenapa Uruha tak juga merasakan hangat hawa tubuh seseorang itu seperti biasanya.

Uruha memang mengatakan agar Aoi tidak menyentuhnya, tapi Aoi benar-benar tidak menyentuhnya bukanlah keinginannya.

Uruha kecewa.

“terserah kau saja!”, Uruha kembali membalik tubuhnya membelakangi Aoi.

:*::*::* :

“Uuuuugh!!!”

Uruha meregangkan kedua tangannya, mengucek-ucek kedua matanya menoleh ke arah jendela dengan gorden yang telah terbuka, dan cahaya matahari menerobos masuk dari sana menghangatkan tubuh Uruha. sang brunette itu dengan segera melirik ke arah jam di dinding kamarnya.

Pukul 11.15 am.

“HAH??!!”, refleks Uruha bangun  dan segera turun dari atas tempat tidur, dia telat……. Kenapa Aoi tidak membangunkannya—Ah tidak. Uruha kembali duduk di tepi tempat tidur. Hari ini adalah hari sabtu, tidak ada jadwal kuliah untuknya. Uruha sedikit menghela nafas lalu mengangkat wajahnya. Kamarnya telah sepi, tentu saja Aoi sudah berangkat ke kantornya di jam sesiang ini.

Uruha memutuskan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok giginya setelah sedikit merenung sebentar di tepi tempat tidur. ia lalu berjalan ke luar kamar setelah menyelesaikan aktivitasnya di kamar mandi dan menemukan sarapan di meja makannya. Seperti biasa, Aoi yang menyiapkannya.

Uruha mengambil kursi makannya dan mendudukan dirinya si sana, menyangga dagu dengan kedua tangannya menatap sarapan yang disiapkan Aoi untuknya. menu yang sederhana, tapi Aoi selalu bisa menyiapkan sarapan yang berbeda setiap harinya dan dengan rasa yang enak pula. Aoi memang ahli dalam memasak, dan dia sendiri mengakui bahwa memasak adalah salah satu kesenangannya. Dan karena itu adalah sebuah kesenangan maka Aoi rela menyiapkan sarapan setiap pagi untuk mereka.

Uruha sedikit tersenyum menatap makanan itu dan mulai melahapnya sampai tiba-tiba Uruha menundukan wajahnya sedikit lesu.

“kangen Aoi…”, ia bergumam pelan.

Uruha menggelengkan kepalanya. Mereka sedang marahan saat ini, dan Uruha tidak akan menghubungi gurame-nya itu sampai dia minta maaf karena kesalahannya dan sikapnya semalam. Lalu Uruha kembali menyantap sarapannya dengan lahap sampai tiga suap sendok telah masuk ke mulutnya, ia kembali berjeda sesaat.

Marahan?

Bahkan sarapan yang ia makan pagi ini disiapkan Aoi untuknya.

Uruha menjatuhkan kepalanya di atas meja makan. “Aoi~~”

Sebenarnya Uruha menyadarinya semalam. Aoi pasti dalam keadaan lelah , bukannya membuatnya nyaman Uruha malah memberinya sikap yang tidak menyenangkan.

:*::*::* :

“tadaima…”

Uruha merapikan meja makan dengan banyak makanan di atasnya. Dia kembali menilik-niliknya dari berbagai sudut dan setelah dirasa sempurna ia segera berlari ke keluar ruang makan menyusul Aoi yang baru saja pulang.

“Aoi—“

Laki-laki berambut hitam kelam itu membalik tubuhnya saat hendak membuka pintu kamar mendengar suara Uruha. “tidak di ruang televisi?”, tanya Aoi menaikan sebelah alisnya.

Uruha menggelengkan kepalanya berjalan mendekati sang suami. “kau sudah makan?”, tanya Uruha tersenyum memegang lengan kiri Aoi.

“ya, aku mampir ke tempat makan bersama Reita di perjalanan pulang”

Uruha mengembungkan kedua pipinya kecewa. “oh, ya sudah”, Uruha melepaskan lengan Aoi lalu masuk ke kamarnya membuat Aoi sedikit mengernyitkan dahi dengan drastisnya sikap Uruha padanya.

“ada apa?”, tanya Aoi sambil menutup pintu kamar mereka.

“tidak”, jawab Uruha ketus.

“ck! kau selalu begitu”, dengus Aoi lalu melepaskan jas dan dasinya.

Uruha melirik suaminya yang tengah mengganti kemeja kerjanya itu sedikit menggigit bibir bawahnya, sampai Aoi masuk kamar mandi. kenapa Uruha tidak bisa jujur dengan apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Kalau seperti itu terus, malam ini pun punggung mereka akan saling berhadapan seperti sebelumnya.

15 menit kemudian Aoi keluar dari kamar mandi telah lengkap dengan piyama hitamnya sambil melap rambut basahnya dengan handuk kecil.

Uruha menarik nafasnya, “Aoi….”, panggil Uruha.

“hn?”, Aoi merespon panggilan istrinya itu masih melap rambut basahnya.

Uruha berdiri lalu melangkah mendekati Aoi, “gomen”, ucap Uruha agak menunduk.

“he?”, Aoi mengernyitkan dahinya.

“maaf atas sikapku semalam”, Uruha meremat samping celana piyamanya. “aku tidak memikirkan keadaanmu”, tambah Uruha.

Aoi menurunkan handuk kecil di kepalanya menatap Uruha, “kau sadar kau salah?”

“itu bukan salahku sepenuhnya! Kau duluan yang membuatku kesal kan!”, Uruha kembali mengembungkan kedua pipinya.

“aku sudah minta maaf”

“cobalah minta maaf dengan lebih menunjukan rasa bersalahmu!”

“aku tidak merasa bersalah, jadi aku tidak melakukan itu”

“hah?!”

Aoi menarik pinggang Uruha merapatkan tubuh laki-laki yang lebih muda darinya itu ke tubuhnya, “siapa yang duluan mengubungiku di saat jam sibuk aku kerja?”

“aku kangen!”

“tapi kau harus tahu situasi Uruha”

Uruha melepaskan diri dari pelukan sebelah tangan Aoi, “baiklah aku yang salah!”

“saat aku pulang kerumah dalam keadaan lelah sehabis kerja, aku mengharapkan seseorang yang tidur di atas tempat tidur yang sama denganku membuatku merasa nyaman, menghilangkan penat dan kelelahanku, tapi yang aku dapat adalah sebuah penolakan. Siapa yang salah?”

Uruha mencebil, “iya iya, itu aku yang salah!!”

Aoi tersenyum mengacak-acak rambut coklat muda laki-laki yang lebih muda darinya itu, “orang yang salah harus mendapatkan hukuman”, sunggingan senyum melengkung di wajah Aoi.

“ugh!”, Uruha buru-buru naik ke atas tempat tidur, merangkak ke sisi tempat tidur dimana bagiannya, namun Aoi segera menarik satu kakinya membuat Uruha tengkurap di atas tempat tidur. “sebentar Aoiiii!”, pinta Uruha. “hyaaaaaaaaa!”, teriakan Uruha melengking saat celana piyamanya melorot di tarik Aoi.

Dan Hukuman untuk Uruha segera di dapatkannya saat itu juga (=_=)b sebenarnya itu bukan sebuah hukuman karena Uruha sendiri memang menginginkannya (akakak)

“Aoi~”

“hm…”

“kau mencintaiku?”

“hn”

“sayang padaku?”

“hn”

Uruha menggeplak kepala Aoi di sampingnya karena jawaban niat-gak-niat suaminya itu.

“kau tahu, sejak pertama kali melihatmu aku tidak menyukaimu tahu!”

“hn”

“pikiranku waktu itu…. kau laki-laki berbibir dower yang sok keren! Aku benci orang sok keren!”

“ehn”

“sampai saat waktu pernikahan kita pun, aku tetap tidak menyukaimu!”

Kali ini Aoi membuka matanya merespon kata-kata Uruha, “kalau begitu kenapa kau mau menikah denganku? Tidak ada yang memaksamu kan? bukankah aku menyerahkan keputusan padamu?”

“benar, tapi sebenarnya aku terpaksa!”, Uruha memalingkan wajahnya ke arah Aoi di sampingnya yang juga kini telah menatap kedua matanya. “tapi sekarang aku begitu menyayangimu! Sangaaaat menyayangimu!”, Uruha membalik tubuhnya ke arah Aoi dan memeluk tubuh suaminya, menenggelamkan wajahnya di dada bidang Aoi.

“hm….aku tahu”, Aoi mengusap-usap belakang kepala Uruha lalu mengecup dahi istrinya itu.

Aoi dan Uruha memang menikah bukan karena mereka sebelumnya sepasang kekasih atau pasangan yang saling mencintai seperti pasangan –pasangan suami istri lain. Mereka dipertemukan kedua orang tua mereka yang merupakan teman baik. Awalnya Uruha menolak keras sejak pertama orang tuanya mengatakan kalau Aoi sedang mencari seorang calon istri(?). Uruha merasa dirinya masih sangat muda, di usianya yang belum genap 20 tahun , tentu dia masih tergolong sangat muda dan belum saatnya menikah untuk seorang laki-laki. masih suka bermain dengan teman-temannya, melakukan segala aktifitas anak-anak seusianya yang masih single(?), Uruha masih ingin melakukan itu semua, karena jika menikah keadaannya akan berbeda. Dan satu hal lagi yang paling panting, Uruha straight. Tentu saja Uruha menolak mati-matian menikah dengan Aoi.

Pihak Aoi tidak pernah memaksa menikahkan anak mereka dengan Uruha, tapi orang tua Uruha yang sangat menghendaki pernikahan anak mereka. Uruha berasal dari keluarga yang sederhana tentu mereka tidak mau kehilangan kesempatan untuk berbesan dengan keluarga Shiroyama yang merupakan keluarga yang cukup terpandang di kotanya. Dan lagi Keluarga mereka memang tengah menghadapi kesulitan keuangan akhir-akhir ini,  bahkan Uruha terancam tidak bisa lagi melanjutkan kuliahnya dan setelah beribu-ribu kali berpikir akhirnya Uruha sampai pada keputusannya menuruti kemauan orang tuanya. Uruha menyayangi orang tuanya, dia hanya tidak ingin membuat orang tuanya merasa terbebani karenanya. Mungkin dengan menikah dengan Aoi, beban orang tuanya akan berkurang karena Uruha tidak akan lagi menyusahkan mereka soal keuangan. Itu pikiran Uruha.

“sebenarnya aku juga masih heran kenapa aku mau menikah dengan orang kekanak-kanakan dan jelek sepertimu?”, gumam Aoi menghela nafas.

“hee?“, Uruha mencubit perut Aoi kuat membuat laki-laki yang lebih tua darinya itu sedikit meringis. “jangan sentuh aku! hus hus!”, Uruha menyingkirkan tangan Aoi dari tubuhnya, namun Aoi malah mendekap tubuh laki-laki yang lebih muda darinya itu lebih kuat.

“Aoi….”

“hn?”

“jangan tutup teleponku seenaknya lagi !”

“kau juga harus tahu situasi kalau menelpon untuk hal yang tidak penting seperti itu”

“jadi itu tidak penting untukmu?”, Uruha kembali merengut.

“dan berhentilah bersikap kekanak-kanakan”

“tapi aku tidak bisa menahan saat merindukanmu!”

“kalau begitu kirim pesan saja, kalau telpon bisa ketahuan orang-orang kantor”

“huh!”

Namun Uruha bersyukur sekarang, keputusannya tidaklah salah. Uruha bahagia, dia begitu mencintai Aoi. Uruha begitu menyayangi laki-laki yang menjadi suaminya itu dan tidak ingin kehilangannya.

Uruha tersenyum memeluk tubuh Aoi, mengecup dada telanjang Aoi singkat, dan mereka tertidur dengan lelap sampai pagi. Hingga esoknya Uruha terbangun lebih siang seperti biasa, dan menemukan Aoi dengan wajah pucat di meja makan dengan sisa makanan hasil masakan Uruha kemarin yang terlupakan semalam. Uruha berniat minta maaf tapi dia malah meracuni Aoi dengan masakannya. Uruha benar-benar parah dalam hal memasak, itu jugalah yang membuat Aoi semakin rela memasak sarapan mereka untuk seterusnya.

:*:F:*:I:* : N:*:


Ini hanya perkanalan, dan kehidupan Rumah tangga AoiHa masih akan berlanjut XDb

A/N : mini series(?), idenya berawal dari saudara dekat saia yang baru menikah dan curhat mengenai kehidupan rumah tangganya wkwk~ setelah mendengar curhatannya saia jadi mikir menarik juga kalau bikin fic dengan tema begono :v *digaplok* yang jelas temanya adalah kehidupan rumah tangga dan masalah-masalahnya wkwk~ tema yang membosankan! ==” karena itu saia kembali ke kebiasaan lama, saia gak tag, jadi yang dengan rela hati mau baca aja, silahkan~ DXa dan saia akan lebih senang lagi kalau ada yang ninggalin jejak *plak* ^^ tapi nggak maksa kok!
Hhe….sankyuu~

No comments:

Post a Comment