The GazettE
—Aoi x Uruha
PG-15 (?)
—Bahasa hancur lebur, Common Theme!
Male x Male!
— 3.205 (12)
Mild Issue
:*:・:*:・:* :
Srek!
Sorot cahaya matahari yang mulai meninggi menyapa tubuh dan
sebagian wajah sesosok laki-laki yang tertidur dengan lelap berbalutkan selimut
tebal di atas tempat tidur king size-nya. dia sedikit mengernyitkan dahinya
merasakan hawa hangat dan cahaya menyilaukan yang menyentuh wajah tidurnya saat
gorden kamarnya dibuka, namun matanya tetap tertutup rapat dengan senyuman
tipis sebagai refleksi dari mimpi yang membuat sang laki-laki lainnya
penasaran.
Uruha. Takashima Uruha.
Laki-laki berambut kecoklatan dengan mata sayu yang terbaring damai
di atas tempat tidurnya. Tahun ini ia baru menginjak semester-4 di kuliahnya
dan beberapa bulan lagi melepas usia kepala satu-nya.
“Uruha~”, bisik seorang laki-laki lainnya dengan lembut di telinga
laki-laki yang tertidur dengan lelap itu. “bangun, kau ada kuliah hari ini”,
imbuhnya masih dengan suara berbisik yang malah membuat Uruha semakin
melebarkan senyumnya. “Uruha?”
“hmm…”, Uruha semakin menyusupkan kepalanya ke dalam selimut tebal
yang membalut tubuhnya.
“Uru—“
“nyem..nyem…”
“BANGUN!!!”
Uruha sontak membuka kedua matanya lebar-lebar dan membangunkan
tubuhnya sambil memegangi sebelah telinganya yang mendengung akibat suara
teriakan laki-laki lainnya tepat di depan telinganya.
“AOI !!!”
Uruha ngamuk memukuli laki-laki yang juga duduk di atas tempat
tidurnya itu dengan guling karena menghentikan paksa mimpi indahnya, sementara
laki-laki yang dipanggil Aoi itu hanya tertawa menerima pukulan-pukulan
istrinya.
ISTRI???
Benar.
Mereka adalah suami istri, dengan kata lain mereka telah saling mengucapkan
janji setia sehidup semati dan resmi menikah (anggaplah pernikahan sesama jenis
di Jepang sudah di sah-kan akakak amit-amit)
Aoi. Shiroyama Aoi.
Seorang pemuda tampan berkualitas tinggi(?), dengan masa depan yang
cerah dalam genggamannya. Di usia-nya yang baru menginjak 25tahun dia sudah
menjadi seorang manajer sebuah perusahan besar di Jepang karena talenta ,
kecekatan, tanggung jawab dan kejujurannya dalam melakukan pekerjaannya.
“cepatlah bersiap-siap, aku antar kau ke kampusmu”, ucap Aoi sambil
memakai dasinya di depan cermin.
Uruha masih mengusap-usap kedua matanya malas, beranjak turun dari
tempat tidurnya menghampiri Aoi. “sudah sarapan?”
Aoi mengangguk kecil, “sudah kusiapkan untukmu juga di meja makan,
tuan putri…”
“umh…arigatou suamiku”, Uruha cengir mencubit perut Aoi.
Itu sudah biasa. Setiap bangun pagi Aoi yang selalu menyiapkan
sarapan untuk mereka. Selain mapan, bertalenta, tampan, Aoi juga jago memasak,
berbeda dengan Uruha yang sederhana, satu kelebihannya yaitu penuh dengan
kekurangan dan hanya bisa menghabiskan makanan saja, Uruha ancur soal
masak-memasak dan semua pekerjaan uke lainnya, karena itu Aoi sukarela
menyiapkan makanan untuk mereka setiap pagi, bahkan membersihkan rumah pun
dilakukan sang gurame itu. Benar-benar pria idaman para uke.
“sudah, cepatlah! Sebentar lagi aku terlambat”, Aoi mendorong
punggung Uruha kearah kamar mandi, masih sibuk dengan dasinya.
“iya-iya..”, Uruha sedikit manyun melangkah ke kamar mandi.
3 Minggu.
Itu adalah usia pernikahan Aoi dan Uruha, pengantin baru memang.
tiga hari yang lalu mereka baru pulang dari Bali, menyelesaikan tugas(?)
honeymoon mereka yang tertunda. Aoi dan Uruha menghabiskan waktu seminggu di
salah satu pulau milik Indonesia yang terkenal menjadi tujuan wisata para turis
luar itu. berjemur di pantai, berjalan-jalan sore hari melihat sunset, makan
nasi goreng, melihat para bule berkeliaran memakai bikini, mereka cukup
menikmati semuanya, terutama Uruha. bahkan ketika tiba waktu mereka pulang,
Uruha ngotot menolak dan nyebur ke laut padahal dia gak bisa berenang, hingga
Aoi harus susah payah ikut menceburkan diri menyeretnya kembali ke tepi pantai.
Mereka berselisih usia 5 tahun, tapi Aoi seperti menikahi anak SD. Uruha memang
agak kekanak-kanakan, dan Aoi baru mengetahui itu.
“sudah sampai Uruha”, Aoi menepuk-nepuk pipi Uruha.
“he? oh”, Uruha melepaskan headset di kedua telinganya, ia tidak
menyelesaikan mimpinya tadi dan kembali melanjutkannya di mobil. “eh?”, Uruha
mengurungkan niatnya membuka pintu mobil dan berpaling ke arah Aoi.
“ada yang lupa?”, tanya Aoi.
Uruha mengangguk memejamkan mata sambil monyongin bibir keritingnya
membuat Aoi menaikan sebelah alis kemudian mencomot(?) bibir Uruha dengan
tangannya. Uruha yang sadar mendapatkan comotan dan bukan sebuah morning kiss
yang ia harapkan segera membuka matanya dan menepuk tangan Aoi membuat suaminya
itu mendadak meledak dengan tawa melihat ekspresi kekecewaan Uruha yang
manyun(?)-in bibirnya. Uruha bukan sedang melucu tapi minta dikisu.
Laki-laki berambut coklat itu segera memukul dada Aoi yang masih
tertawa lalu turun dari mobil Mercedes-Benz Elegant Blue milik suaminya itu
dengan tampang masam.
“ah, aku berangkat ya”, pamit Aoi setelah bersusah payah
menghentikan tawanya.
“pergi saja sana.”, Uruha
mencibir tanpa memalingkan wajahnya pada Aoi.
“kau tambah jelek tahu! cemberut begitu…”
“iya! Aku memang jelek!”, rutuk Uruha membuang muka.
“memang! haha…”, Aoi tertawa iseng lalu kembali menjalankan mobilnya
melesat menuju kantor.
“kau juga jelek gurame dower!”, Uruha mengembungkan kedua pipinya
masih berdiri melihat mobil Aoi melaju meninggalkannya sampai mobil itu
menghilang dari pandangannya. Rengutan di wajahnya seketika berubah menjadi senyuman
kecil, Uruha begitu mengagumi sosok laki-laki yang baru saja meninggalkannya
itu, hanya dalam waktu singkat saja Aoi membuat Uruha tergila-gila padanya. Aoi
bukan laki-laki sembarang laki-laki, bagi Uruha, Aoi adalah laki-laki sempurna
yang menyempurnakan hidupnya. Uruha benar-benar mencintainya. sampai tiba-tiba seseorang
sengaja menyenggol bahu Uruha, mengganggu imajinasi pagi Uruha tentang suami
gurame-nya itu.
“Yoh!!”, seorang laki-laki ber-dimple mengangkat sebelah tangannya
menyapa, “wajahmu sumringah amat, mentang-mentang pengantin baru”, sindir Kai.
“hmm…”, Uruha tersenyum, “kau tidak akan mengerti kalau tidak
mengalaminya sendiri”, Uruha ngeloyor.
“ha? sombongnya~”, Kai nubruk tubuh Uruha dari belakang.
Uruha sedikit mengembungkan kedua pipinya sambil menyangga dagu
saat memperhatikan dosennya memberi penjelasan di depan kelas. Namun tiba-tiba
senyuman terkembang di bibir kritingnya mencoba mencari kesenangan
ditengah-tengah membosankannya kegiatan di kelas itu. Uruha membayangkan dosen
botak itu adalah suaminya, Uruha hanya melihat wajah Aoi yang kini berdiri di
depan kelas itu, dengan begitu rasa bosannya sedikit terobati.
“moshi-moshi~”
‘oh Uruha?’
“Aoi sedang apa?”
‘aku di kantor, ada apa?’
“kangen”
‘ha?’
“kau gak kangen sama aku?”
‘iya, tapi aku sedang kerja sekarang, aku tutup dulu ya’
Tut..Tut..Tut…
Uruha mengernyitkan dahi melihat layar ponselnya. Wajahnya mendadak
cemberut kembali menghubungi nomor ponsel Aoi agak ngambek.
‘moshi-moshi…’
“Kamu mau gitu aja sama aku?”
‘he?’
“ya udah, aku tidak mau tidur seranjang malam ini!”
‘ap—‘
Tut…Tut…Tut…
Uruha menon-aktifkan ponselnya lalu memasukannya ke saku celana
dengan wajah masam keluar dari toilet. Ia memang sengaja mencuri-curi waktu
untuk menghubungi Aoi ditengah jam kuliahnya, padahal sebentar lagi jam
pelajaran pertama selesai tapi Uruha tidak bisa menunggu sampai saat itu untuk
mendengar suara Aoi, jika ia mau sekarang maka saat itu juga itu harus
terkabul. Padahal baru beberapa jam saja mereka terpisah Uruha sudah sangat
merindukannya, Rasanya tersiksa sekali
menjadi istri seorang Shiroyama Aoi berpheromone elit itu :D. Tapi sepertinya
sikap Aoi barusan sedikit membuatnya kecewa.
:*:・:*:・:* :
“Tadaima….”, Aoi segera melepaskan sepatunya dan berjalan ke arah
ruang utama, lalu menengok ruang televisi. Aoi tidak menemukan Uruha di sana
biasa ia menemukannya saat pulang kerja. Berarti istrinya itu sudah masuk
kamar, tidur mungkin? Karena diluar rancana Aoi harus pulang agak telat dari
biasanya hari ini tanpa sempat memberitahu Uruha.
Aoi membuka pintu kamarnya perlahan berusaha agar pintu yang ia
dorong tidak menimbulkan bunyi. Tapi Uruha cukup kebluk sebenarnya, jadi kalau
Cuma suara pintu yang dibuka tidak akan membuatnya terbangun.
Aoi melihat Uruha sudah terbaring membelakanginya di atas tempat
tidur mereka. Aoi melepaskan jas dan dasi yang dipakainya dan segera
menggantinya dengan piyama. Naik ke atas tempat tidur dan menengok wajah tidur
Uruha yang menurutnya begitu menggemaskan, Aoi tersenyum lalu masuk ke dalam
selimut yang juga menyelimuti tubuh Uruha, memeluk pinggang ramping istri(?)nya
itu berusaha terlelap.
“Bau!!”, Uruha tiba-tiba terbangun membuat Aoi juga ikut kembali
membuka matanya.
“apa?”, Aoi mengernyitkan dahinya.
“kau belum mandi Aoi ! sana mandi dulu! syuh syuh!”
Aoi sedikit mendengus membangunkan tubuhnya, menatap kedua mata
kecoklatan laki-laki yang lebih muda darinya itu dengan intens, “ini sudah
malam Uruha, biarkan aku tidur”, kata-kata yang keluar dari mulut Aoi. Uruha
hanya mendelikan mata khasnya lalu kembali menarik bola-matanya dari Aoi sambil
ngerucut-rucutin bibir keritingnya tanda ia mencibir-i suaminya sendiri.
Uruha masih kesal karena Aoi tiba-tiba memutuskan sambungan
teleponnya tadi siang, dan Aoi belum meminta maaf padanya dengan benar.
“eff—“
Uruha melamun sejenak dan saat ia sadar, Aoi sudah mencium
bibirnya, memiringkan kepalanya sedemikian rupa menikmati bibir Uruha yang
menggodanya. Aoi menyusupkan tangannya ke balik selimut mengelus-elus paha
istrinya itu yang masih berbalutkan celana piyamanya, namun itu cukup membuat
Uruha sedikit menggigit bibir bawahnya sementara Aoi masih mencumbu bibir
keritingnya dengan hisapan-hisapan. Aoi sedikit menekan bibir Uruha, memegangi
kedua bahu sang brunette yang lebih muda darinya itu dan membawanya kembali
terbaring di atas tempat tidur.
Aoi membuka satu persatu kancing piyama Uruha saat bibir mereka
masih bertaut dengan sengit(?), namun tiba-tiba Uruha melepaskan pagutan bibir
mereka dan memalingkan wajahnya ke samping.
Aoi menaikan satu alisnya sedikit terganggu, “ada apa?”
“aku masih marah padamu”, ucap Uruha sedikit cemberut.
Aoi tampak sedang mengumpulkan memorinya sampai ia menemukan apa yang
membuat Uruha berkata seperti itu padanya barusan. “telepon?”, tanya Aoi.
“ya!”, jawab Uruha singkat namun sinis.
“bukankah aku sudah minta maaf padamu?”
“kau hanya mengirim pesan, ‘maaf Uruha’. kata-kata dingin
begitu tidak akan membuat seseorang merasa terhibur!”
“kau tidak memaafkanku?”
“tidak!”
“ok! fine!”, Aoi menjatuhkan kepalanya ke atas bantal di samping
Uruha dan membelakanginya.
“ap—“, Uruha kembali membangunkan tubuhnya, terkejut dengan sikap
suaminya itu. tidak ada bujukan? Rayuan?, “Aoi“, Uruha mengguncang-guncang belakang bahu
laki-laki berambut hitam pekat yang kini membelakanginya itu, namun tak ada
respon sama sekali darinya. “Ao—“
“AOIIIII !!!!”, Uruha mendorong tubuh Aoi sampai laki-laki itu
jatuh ambruk ke tepi tempat tidur.
“apalagiii?”, dengus Aoi sambil membangunkan tubuhnya terduduk di
lantai dan menoleh pada Uruha sedikit kesal.
“KAU TEGA PADAKU!!!”, Uruha memukulkan sebuah guling tepat ke wajah
Aoi membuat urat saraf di dahi Aoi semakin menegang. “padahal aku menunggumu!
Walau kau pulang telat aku menunggumu! Berharap kau membawakan sesuatu untukku
sebagai permintaan maaf! atau setidaknya membujukku menunjukan penyesalanmu!
Tapi kau bersikap begitu padaku!”, Uruha
melemparkan sebuah bantal, sengaja agar membentur wajah Aoi dan ia mendapatkan
keinginannya.
“Uruha~”, erang Aoi.
“aku benci kau!! jangan sentuh aku malam ini !!”, Uruha menidurkan
dirinya dengan membalik posisi membelakangi Aoi, menarik selimut sampai
menutupi sebagian kepalanya.
Aoi segera membangunkan tubuhnya dari lantai, mengusap-usap
tengkuknya sedikit menghela nafas. Ia lalu naik ke atas tempat tidur kembali
berbaring dengan membelakangi Uruha.
Beberapa menit berlalu, Uruha berusaha memejamkan matanya namun ia
tak kunjung berhasil hingga akhirnya ia menyerah, menoleh ke belakangnya dan
kembali menemukan punggung Aoi. Itulah kenapa Uruha tak juga merasakan hangat
hawa tubuh seseorang itu seperti biasanya.
Uruha memang mengatakan agar Aoi tidak menyentuhnya, tapi Aoi
benar-benar tidak menyentuhnya bukanlah keinginannya.
Uruha kecewa.
“terserah kau saja!”, Uruha kembali membalik tubuhnya membelakangi
Aoi.
:*:・:*:・:* :
“Uuuuugh!!!”
Uruha meregangkan kedua tangannya, mengucek-ucek kedua matanya
menoleh ke arah jendela dengan gorden yang telah terbuka, dan cahaya matahari
menerobos masuk dari sana menghangatkan tubuh Uruha. sang brunette itu dengan
segera melirik ke arah jam di dinding kamarnya.
Pukul 11.15 am.
“HAH??!!”, refleks Uruha bangun
dan segera turun dari atas tempat tidur, dia telat……. Kenapa Aoi tidak
membangunkannya—Ah tidak. Uruha kembali duduk di tepi tempat tidur. Hari ini
adalah hari sabtu, tidak ada jadwal kuliah untuknya. Uruha sedikit menghela
nafas lalu mengangkat wajahnya. Kamarnya telah sepi, tentu saja Aoi sudah
berangkat ke kantornya di jam sesiang ini.
Uruha memutuskan ke kamar mandi untuk mencuci muka dan menggosok
giginya setelah sedikit merenung sebentar di tepi tempat tidur. ia lalu
berjalan ke luar kamar setelah menyelesaikan aktivitasnya di kamar mandi dan
menemukan sarapan di meja makannya. Seperti biasa, Aoi yang menyiapkannya.
Uruha mengambil kursi makannya dan mendudukan dirinya si sana,
menyangga dagu dengan kedua tangannya menatap sarapan yang disiapkan Aoi
untuknya. menu yang sederhana, tapi Aoi selalu bisa menyiapkan sarapan yang
berbeda setiap harinya dan dengan rasa yang enak pula. Aoi memang ahli dalam
memasak, dan dia sendiri mengakui bahwa memasak adalah salah satu
kesenangannya. Dan karena itu adalah sebuah kesenangan maka Aoi rela menyiapkan
sarapan setiap pagi untuk mereka.
Uruha sedikit tersenyum menatap makanan itu dan mulai melahapnya
sampai tiba-tiba Uruha menundukan wajahnya sedikit lesu.
“kangen Aoi…”, ia bergumam pelan.
Uruha menggelengkan kepalanya. Mereka sedang marahan saat ini, dan
Uruha tidak akan menghubungi gurame-nya itu sampai dia minta maaf karena
kesalahannya dan sikapnya semalam. Lalu Uruha kembali menyantap sarapannya
dengan lahap sampai tiga suap sendok telah masuk ke mulutnya, ia kembali
berjeda sesaat.
Marahan?
Bahkan sarapan yang ia makan pagi ini disiapkan Aoi untuknya.
Uruha menjatuhkan kepalanya di atas meja makan. “Aoi~~”
Sebenarnya Uruha menyadarinya semalam. Aoi pasti dalam keadaan
lelah , bukannya membuatnya nyaman Uruha malah memberinya sikap yang tidak
menyenangkan.
:*:・:*:・:* :
“tadaima…”
Uruha merapikan meja makan dengan banyak makanan di atasnya. Dia
kembali menilik-niliknya dari berbagai sudut dan setelah dirasa sempurna ia
segera berlari ke keluar ruang makan menyusul Aoi yang baru saja pulang.
“Aoi—“
Laki-laki berambut hitam kelam itu membalik tubuhnya saat hendak
membuka pintu kamar mendengar suara Uruha. “tidak di ruang televisi?”, tanya
Aoi menaikan sebelah alisnya.
Uruha menggelengkan kepalanya berjalan mendekati sang suami. “kau
sudah makan?”, tanya Uruha tersenyum memegang lengan kiri Aoi.
“ya, aku mampir ke tempat makan bersama Reita di perjalanan pulang”
Uruha mengembungkan kedua pipinya kecewa. “oh, ya sudah”, Uruha
melepaskan lengan Aoi lalu masuk ke kamarnya membuat Aoi sedikit mengernyitkan
dahi dengan drastisnya sikap Uruha padanya.
“ada apa?”, tanya Aoi sambil menutup pintu kamar mereka.
“tidak”, jawab Uruha ketus.
“ck! kau selalu begitu”, dengus Aoi lalu melepaskan jas dan
dasinya.
Uruha melirik suaminya yang tengah mengganti kemeja kerjanya itu
sedikit menggigit bibir bawahnya, sampai Aoi masuk kamar mandi. kenapa Uruha
tidak bisa jujur dengan apa yang sebenarnya ingin dia sampaikan. Kalau seperti
itu terus, malam ini pun punggung mereka akan saling berhadapan seperti
sebelumnya.
15 menit kemudian Aoi keluar dari kamar mandi telah lengkap dengan
piyama hitamnya sambil melap rambut basahnya dengan handuk kecil.
Uruha menarik nafasnya, “Aoi….”, panggil Uruha.
“hn?”, Aoi merespon panggilan istrinya itu masih melap rambut
basahnya.
Uruha berdiri lalu melangkah mendekati Aoi, “gomen”, ucap Uruha
agak menunduk.
“he?”, Aoi mengernyitkan dahinya.
“maaf atas sikapku semalam”, Uruha meremat samping celana
piyamanya. “aku tidak memikirkan keadaanmu”, tambah Uruha.
Aoi menurunkan handuk kecil di kepalanya menatap Uruha, “kau sadar
kau salah?”
“itu bukan salahku sepenuhnya! Kau duluan yang membuatku kesal
kan!”, Uruha kembali mengembungkan kedua pipinya.
“aku sudah minta maaf”
“cobalah minta maaf dengan lebih menunjukan rasa bersalahmu!”
“aku tidak merasa bersalah, jadi aku tidak melakukan itu”
“hah?!”
Aoi menarik pinggang Uruha merapatkan tubuh laki-laki yang lebih
muda darinya itu ke tubuhnya, “siapa yang duluan mengubungiku di saat jam sibuk
aku kerja?”
“aku kangen!”
“tapi kau harus tahu situasi Uruha”
Uruha melepaskan diri dari pelukan sebelah tangan Aoi, “baiklah aku
yang salah!”
“saat aku pulang kerumah dalam keadaan lelah sehabis kerja, aku
mengharapkan seseorang yang tidur di atas tempat tidur yang sama denganku
membuatku merasa nyaman, menghilangkan penat dan kelelahanku, tapi yang aku
dapat adalah sebuah penolakan. Siapa yang salah?”
Uruha mencebil, “iya iya, itu aku yang salah!!”
Aoi tersenyum mengacak-acak rambut coklat muda laki-laki yang lebih
muda darinya itu, “orang yang salah harus mendapatkan hukuman”, sunggingan
senyum melengkung di wajah Aoi.
“ugh!”, Uruha buru-buru naik ke atas tempat tidur, merangkak ke
sisi tempat tidur dimana bagiannya, namun Aoi segera menarik satu kakinya
membuat Uruha tengkurap di atas tempat tidur. “sebentar Aoiiii!”, pinta Uruha.
“hyaaaaaaaaa!”, teriakan Uruha melengking saat celana piyamanya melorot di
tarik Aoi.
Dan Hukuman untuk Uruha segera di dapatkannya saat itu juga (=_=)b sebenarnya
itu bukan sebuah hukuman karena Uruha sendiri memang menginginkannya (akakak)
“Aoi~”
“hm…”
“kau mencintaiku?”
“hn”
“sayang padaku?”
“hn”
Uruha menggeplak kepala Aoi di sampingnya karena jawaban
niat-gak-niat suaminya itu.
“kau tahu, sejak pertama kali melihatmu aku tidak menyukaimu tahu!”
“hn”
“pikiranku waktu itu…. kau laki-laki berbibir dower yang sok keren!
Aku benci orang sok keren!”
“ehn”
“sampai saat waktu pernikahan kita pun, aku tetap tidak
menyukaimu!”
Kali ini Aoi membuka matanya merespon kata-kata Uruha, “kalau
begitu kenapa kau mau menikah denganku? Tidak ada yang memaksamu kan? bukankah
aku menyerahkan keputusan padamu?”
“benar, tapi sebenarnya aku terpaksa!”, Uruha memalingkan wajahnya
ke arah Aoi di sampingnya yang juga kini telah menatap kedua matanya. “tapi
sekarang aku begitu menyayangimu! Sangaaaat menyayangimu!”, Uruha membalik
tubuhnya ke arah Aoi dan memeluk tubuh suaminya, menenggelamkan wajahnya di
dada bidang Aoi.
“hm….aku tahu”, Aoi mengusap-usap belakang kepala Uruha lalu
mengecup dahi istrinya itu.
Aoi dan Uruha memang menikah bukan karena mereka sebelumnya
sepasang kekasih atau pasangan yang saling mencintai seperti pasangan –pasangan
suami istri lain. Mereka dipertemukan kedua orang tua mereka yang merupakan
teman baik. Awalnya Uruha menolak keras sejak pertama orang tuanya mengatakan
kalau Aoi sedang mencari seorang calon istri(?). Uruha merasa dirinya masih
sangat muda, di usianya yang belum genap 20 tahun , tentu dia masih tergolong
sangat muda dan belum saatnya menikah untuk seorang laki-laki. masih suka
bermain dengan teman-temannya, melakukan segala aktifitas anak-anak seusianya
yang masih single(?), Uruha masih ingin melakukan itu semua, karena jika
menikah keadaannya akan berbeda. Dan satu hal lagi yang paling panting, Uruha
straight. Tentu saja Uruha menolak mati-matian menikah dengan Aoi.
Pihak Aoi tidak pernah memaksa menikahkan anak mereka dengan Uruha,
tapi orang tua Uruha yang sangat menghendaki pernikahan anak mereka. Uruha
berasal dari keluarga yang sederhana tentu mereka tidak mau kehilangan
kesempatan untuk berbesan dengan keluarga Shiroyama yang merupakan keluarga
yang cukup terpandang di kotanya. Dan lagi Keluarga mereka memang tengah
menghadapi kesulitan keuangan akhir-akhir ini,
bahkan Uruha terancam tidak bisa lagi melanjutkan kuliahnya dan setelah
beribu-ribu kali berpikir akhirnya Uruha sampai pada keputusannya menuruti
kemauan orang tuanya. Uruha menyayangi orang tuanya, dia hanya tidak ingin
membuat orang tuanya merasa terbebani karenanya. Mungkin dengan menikah dengan Aoi,
beban orang tuanya akan berkurang karena Uruha tidak akan lagi menyusahkan
mereka soal keuangan. Itu pikiran Uruha.
“sebenarnya aku juga masih heran kenapa aku mau menikah dengan orang
kekanak-kanakan dan jelek sepertimu?”, gumam Aoi menghela nafas.
“hee?“, Uruha mencubit perut Aoi kuat membuat laki-laki yang lebih
tua darinya itu sedikit meringis. “jangan sentuh aku! hus hus!”, Uruha
menyingkirkan tangan Aoi dari tubuhnya, namun Aoi malah mendekap tubuh laki-laki
yang lebih muda darinya itu lebih kuat.
“Aoi….”
“hn?”
“jangan tutup teleponku seenaknya lagi !”
“kau juga harus tahu situasi kalau menelpon untuk hal yang tidak
penting seperti itu”
“jadi itu tidak penting untukmu?”, Uruha kembali merengut.
“dan berhentilah bersikap kekanak-kanakan”
“dan berhentilah bersikap kekanak-kanakan”
“tapi aku tidak bisa menahan saat merindukanmu!”
“kalau begitu kirim pesan saja, kalau telpon bisa ketahuan
orang-orang kantor”
“huh!”
Namun Uruha bersyukur sekarang, keputusannya tidaklah salah. Uruha
bahagia, dia begitu mencintai Aoi. Uruha begitu menyayangi laki-laki yang
menjadi suaminya itu dan tidak ingin kehilangannya.
Uruha tersenyum memeluk tubuh Aoi, mengecup dada telanjang Aoi
singkat, dan mereka tertidur dengan lelap sampai pagi. Hingga esoknya Uruha
terbangun lebih siang seperti biasa, dan menemukan Aoi dengan wajah pucat di
meja makan dengan sisa makanan hasil masakan Uruha kemarin yang terlupakan
semalam. Uruha berniat minta maaf tapi dia malah meracuni Aoi dengan
masakannya. Uruha benar-benar parah dalam hal memasak, itu jugalah yang membuat
Aoi semakin rela memasak sarapan mereka untuk seterusnya.
:*:F:*:I:* : N:*:
Ini hanya perkanalan, dan kehidupan Rumah tangga AoiHa masih akan
berlanjut XDb
A/N : mini series(?), idenya berawal dari saudara dekat saia yang baru
menikah dan curhat mengenai kehidupan rumah tangganya wkwk~ setelah mendengar
curhatannya saia jadi mikir menarik juga kalau bikin fic dengan tema begono :v
*digaplok* yang jelas temanya adalah kehidupan rumah tangga dan
masalah-masalahnya wkwk~ tema yang membosankan! ==” karena itu saia kembali ke
kebiasaan lama, saia gak tag, jadi yang dengan rela hati mau baca aja,
silahkan~ DXa dan saia akan lebih senang lagi kalau ada yang ninggalin jejak
*plak* ^^ tapi nggak maksa kok!
Hhe….sankyuu~
No comments:
Post a Comment