Title : REaSON彡
Author : Colorless_BLUE (RuKira)
Genre : Drama / Romance / BL / Friendship?
Chapter : 0
Fandom : the GazettE
Pairing : Reita / Ruki
Words : 845
Comment : Settingnya sekitaran tahun 2013. Dan....tebak dari lagu the GazettE mana saia mendapatkan ide cerita ini? hah! (*^﹏^*)
彡彡彡彡
Aku membuka kedua mataku perlahan, hal pertama yang mereka tangkap adalah tidak jauh berbeda , lebih tepatnya lagi adalah sama seperti hari pertama aku terbangun. Tidak ada banyak warna di ruangan ini, semua seakan tertelan warna yang mendominasi, putih.
Seperti memoriku 3 hari yang lalu.
Mereka mengatakan usiaku 32, itu artinya aku sudah hidup selama itu di dunia ini, tapi aku merasa seperti bayi yang baru lahir dengan tanpa satupun ingatan di kepalaku. Ini adalah hari ke-3 aku terbangun di tempat ini dan hanya ingatan 3 hari itulah yang berputar-putar di kepalaku, seakan hidupku baru dimulai 3 hari yang lalu. Karena tak ada satupun ingatan di kepalaku sebelum itu, sama sekali. Dan rasanya kepalaku berdenyut yang kemudian terasa panas dan seakan siap untuk meledak setiap kali aku berusaha mencoba mengingat dan itu menyiksa.
"Kau sudah bangun Aki?"
"Ohayou...," dan aku bersyukur setidaknya otakku masih menyimpan memori pengertian dari setiap kata yang refleks keluar dari mulutku, walau aku tidak ingat bagaimana pertama kali aku belajar semua itu.
Aku menarik lemah kedua sudut bibirku berusaha untuk memperlihatkan kalau aku baik baik saja dan aku bisa tersenyum meski perban itu di kepala dan beberapa bagian tubuhku yang lain dan merasakan sakit di kepala dan kakiku juga rasa linu hampir di sekujur tubuhku walau tidak separah seperti hari pertama aku membuka mataku di tempat ini. Aku hanya ingin setidaknya mengurangi sedikit kekhawatiran yang sangat tergambar jelas di wajah wanita paruh baya yang mengakui dirinya sebagai ibuku itu. Aku melihat kantung di bawah kedua matanya tampak begitu jelas terlihat gelap, bola matanya yang merah.... tidak juga berubah sejak pertama kali aku melihatnya duduk di samping tempat tidur sambil menggenggam sebelah telapak tanganku erat. Dia begitu mengkhawatirkanku dan betapa aku mengutuk isi kepalaku karena tidak ada satu serpihanpun ingatan tentangnya. Rasanya menyakitkan tidak bisa mengingat satu kenanganpun bersama orang yang telah melahirkanku ke dunia ini.
"Kau mau bangun?"
"Tidak, aku bisa melakukannya sendiri," ucapku saat melihat ibuku terburu-buru menghampiriku saat aku berusaha untuk duduk. Aku melihat kesekeliling ruangan, memang hanya ada kami berdua di sini.
"Semalam Akari pulang, mungkin besok dia baru kembali kesini."
"Hn," seakan dapat membaca pikiranku, "dia pasti lelah dan lagi dia punya kesibukannya sendiri di rumah. Dia seorang ibu rumah tangga. Anak dan suaminya lebih membutuhkannya daripada aku... kan?"
Meski tak ada hal yang bisa kuingat tentang mereka, tapi aku dapat merasakan hangatnya kasih sayang sebuah keluarga hanya dengan saat mereka menyentuhku.
"Kau tahu, apa yang kau katakan baru saja bukanlah kata-kata yang biasanya akan kau katakan untuk kakakmu." Ibuku sedikit terkekeh dan aku merasakan seperti ada perasaan hangat menjalari dadaku.
"Lalu, seperti apa biasanya?"
"Kau akan bilang, 'siapa yang perduli dengan perempuan jelek itu', setidaknya itu kata kata yang ibu pikir akan keluar dari mulutmu." Jawabnya masih tersenyum sambil menuangkan air hangat ke dalam gelas.
"Oh." aku berpikir sejenak. "Aku seperti itu?" tanyaku sedikit kecewa dengan diriku sendiri.
"Sejak kau kecil kakakmu suka sekali membuatmu menangis, tapi dia menyayangimu. Tentu saja."
"Aku tahu."
Hanya dengan merasakan kuatnya dia memelukku dan membasahi pundakku dengan air matanya ketika aku terbangun dari komaku beberapa hari yang lalu.
"Maaf."
"Untuk?"
"Melupakan semuanya."
Wajah rentanya terlihat melayu, tapi dia tersenyum lalu menghampiriku dan menarik kepalaku ke dadanya. "Ibu bersyukur masih bisa memelukmu seperti ini, tidak ada hal yang lebih membuatku bahagia dari melihatmu membuka mata dari tidur panjangmu. Kau tahu betapa takut dan sakitnya melihat darah dagingku sendiri terbaring dengan kedua mata terpejam selama berhari-hari. Menunggu kepastian." Aku merasakan tubuhnya bergetar.
"Aku tahu. Tapi aku ingin mengingat, setidaknya ingatan tentang kau, ibuku sendiri. Dan aku tidak butuh yang lainnya."
Aku merasakan tubuhnya menjauh dariku, dan aku kembali melihat senyuman tulus itu kembali di wajahnya, "Entah kenapa ibu merasa bersyukur kau kehilangan ingatanmu." Ucapnya yang kutemukan sebuah candaan dinadanya.
"Aku seburuk itu?"
"Bukan buruk, kau hanya tidak bisa mengutarakan perasaanmu dengan benar . Kau tahu, aku seorang ibu yang pasti butuh perhatian anaknya, tapi kau paling tidak suka menunjukan itu. ahh... apa ya istilah anak muda sekarang? gengsi?" Ibuku kembali menoleh padaku saat ia mulai berjalan kembali menghampiri meja dan mengambil segelas air minum yang sempat ia tinggalkan tadi setelah menuangkannya.
"Meski begitu, terbangun dengan tanpa kenangan sedikitpun itu tidak enak." Aku mengambil gelas berisi air hangat yang disodorkan ibuku.
"Belum, hanya belum untuk sekarang. Semua perlu waktu dan ibu yakin kau akan mulai mengingatnya pelan-pelan, ibu tidak ingin kau terburu-buru dan menyiksa dirimu sendiri."
Aku sedikit mengangguk lemah saat telapak tangan ibuku mengelus ujung kepalaku, "Iya."
Sekalipun ibuku bilang begitu aku berharap bisa secepatnya mengingat semuanya. Tapi jika memang harus pelan-pelan, lalu hal apakah yang akan menjadi kenangan pertama yang kembali ke dalam memoriku? Hei, apakah itu kenangan indah atau buruk cepatlah kembali dan tuntun semuanya untuk mengikutimu.
彡彡彡彡
Saia tahu siapapun kalian pasti sudah tahu saia dapet ide ceritanya dari mana <(`^´)> wkwk.....
Saia tidak menjelaskan di sini kenapa Reita bisa sampai kehilangan ingatannya, itu PR!
Dan jika tertarik untuk membacanya lebih lanjut silahkan beritahu saia XD ini tidak akan panjang, mungkin berakhir di chap 3 atau 4 tidak akan lebih.
*udah lama gak nulis fic jadi kaku.*
Dan tenang saja, saia pasti lanjutin Natural Sense. ^O^
Author : Colorless_BLUE (RuKira)
Genre : Drama / Romance / BL / Friendship?
Chapter : 0
Fandom : the GazettE
Pairing : Reita / Ruki
Words : 845
Comment : Settingnya sekitaran tahun 2013. Dan....tebak dari lagu the GazettE mana saia mendapatkan ide cerita ini? hah! (*^﹏^*)
彡彡彡彡
Aku membuka kedua mataku perlahan, hal pertama yang mereka tangkap adalah tidak jauh berbeda , lebih tepatnya lagi adalah sama seperti hari pertama aku terbangun. Tidak ada banyak warna di ruangan ini, semua seakan tertelan warna yang mendominasi, putih.
Seperti memoriku 3 hari yang lalu.
Mereka mengatakan usiaku 32, itu artinya aku sudah hidup selama itu di dunia ini, tapi aku merasa seperti bayi yang baru lahir dengan tanpa satupun ingatan di kepalaku. Ini adalah hari ke-3 aku terbangun di tempat ini dan hanya ingatan 3 hari itulah yang berputar-putar di kepalaku, seakan hidupku baru dimulai 3 hari yang lalu. Karena tak ada satupun ingatan di kepalaku sebelum itu, sama sekali. Dan rasanya kepalaku berdenyut yang kemudian terasa panas dan seakan siap untuk meledak setiap kali aku berusaha mencoba mengingat dan itu menyiksa.
"Kau sudah bangun Aki?"
"Ohayou...," dan aku bersyukur setidaknya otakku masih menyimpan memori pengertian dari setiap kata yang refleks keluar dari mulutku, walau aku tidak ingat bagaimana pertama kali aku belajar semua itu.
Aku menarik lemah kedua sudut bibirku berusaha untuk memperlihatkan kalau aku baik baik saja dan aku bisa tersenyum meski perban itu di kepala dan beberapa bagian tubuhku yang lain dan merasakan sakit di kepala dan kakiku juga rasa linu hampir di sekujur tubuhku walau tidak separah seperti hari pertama aku membuka mataku di tempat ini. Aku hanya ingin setidaknya mengurangi sedikit kekhawatiran yang sangat tergambar jelas di wajah wanita paruh baya yang mengakui dirinya sebagai ibuku itu. Aku melihat kantung di bawah kedua matanya tampak begitu jelas terlihat gelap, bola matanya yang merah.... tidak juga berubah sejak pertama kali aku melihatnya duduk di samping tempat tidur sambil menggenggam sebelah telapak tanganku erat. Dia begitu mengkhawatirkanku dan betapa aku mengutuk isi kepalaku karena tidak ada satu serpihanpun ingatan tentangnya. Rasanya menyakitkan tidak bisa mengingat satu kenanganpun bersama orang yang telah melahirkanku ke dunia ini.
"Kau mau bangun?"
"Tidak, aku bisa melakukannya sendiri," ucapku saat melihat ibuku terburu-buru menghampiriku saat aku berusaha untuk duduk. Aku melihat kesekeliling ruangan, memang hanya ada kami berdua di sini.
"Semalam Akari pulang, mungkin besok dia baru kembali kesini."
"Hn," seakan dapat membaca pikiranku, "dia pasti lelah dan lagi dia punya kesibukannya sendiri di rumah. Dia seorang ibu rumah tangga. Anak dan suaminya lebih membutuhkannya daripada aku... kan?"
Meski tak ada hal yang bisa kuingat tentang mereka, tapi aku dapat merasakan hangatnya kasih sayang sebuah keluarga hanya dengan saat mereka menyentuhku.
"Kau tahu, apa yang kau katakan baru saja bukanlah kata-kata yang biasanya akan kau katakan untuk kakakmu." Ibuku sedikit terkekeh dan aku merasakan seperti ada perasaan hangat menjalari dadaku.
"Lalu, seperti apa biasanya?"
"Kau akan bilang, 'siapa yang perduli dengan perempuan jelek itu', setidaknya itu kata kata yang ibu pikir akan keluar dari mulutmu." Jawabnya masih tersenyum sambil menuangkan air hangat ke dalam gelas.
"Oh." aku berpikir sejenak. "Aku seperti itu?" tanyaku sedikit kecewa dengan diriku sendiri.
"Sejak kau kecil kakakmu suka sekali membuatmu menangis, tapi dia menyayangimu. Tentu saja."
"Aku tahu."
Hanya dengan merasakan kuatnya dia memelukku dan membasahi pundakku dengan air matanya ketika aku terbangun dari komaku beberapa hari yang lalu.
"Maaf."
"Untuk?"
"Melupakan semuanya."
Wajah rentanya terlihat melayu, tapi dia tersenyum lalu menghampiriku dan menarik kepalaku ke dadanya. "Ibu bersyukur masih bisa memelukmu seperti ini, tidak ada hal yang lebih membuatku bahagia dari melihatmu membuka mata dari tidur panjangmu. Kau tahu betapa takut dan sakitnya melihat darah dagingku sendiri terbaring dengan kedua mata terpejam selama berhari-hari. Menunggu kepastian." Aku merasakan tubuhnya bergetar.
"Aku tahu. Tapi aku ingin mengingat, setidaknya ingatan tentang kau, ibuku sendiri. Dan aku tidak butuh yang lainnya."
Aku merasakan tubuhnya menjauh dariku, dan aku kembali melihat senyuman tulus itu kembali di wajahnya, "Entah kenapa ibu merasa bersyukur kau kehilangan ingatanmu." Ucapnya yang kutemukan sebuah candaan dinadanya.
"Aku seburuk itu?"
"Bukan buruk, kau hanya tidak bisa mengutarakan perasaanmu dengan benar . Kau tahu, aku seorang ibu yang pasti butuh perhatian anaknya, tapi kau paling tidak suka menunjukan itu. ahh... apa ya istilah anak muda sekarang? gengsi?" Ibuku kembali menoleh padaku saat ia mulai berjalan kembali menghampiri meja dan mengambil segelas air minum yang sempat ia tinggalkan tadi setelah menuangkannya.
"Meski begitu, terbangun dengan tanpa kenangan sedikitpun itu tidak enak." Aku mengambil gelas berisi air hangat yang disodorkan ibuku.
"Belum, hanya belum untuk sekarang. Semua perlu waktu dan ibu yakin kau akan mulai mengingatnya pelan-pelan, ibu tidak ingin kau terburu-buru dan menyiksa dirimu sendiri."
Aku sedikit mengangguk lemah saat telapak tangan ibuku mengelus ujung kepalaku, "Iya."
Sekalipun ibuku bilang begitu aku berharap bisa secepatnya mengingat semuanya. Tapi jika memang harus pelan-pelan, lalu hal apakah yang akan menjadi kenangan pertama yang kembali ke dalam memoriku? Hei, apakah itu kenangan indah atau buruk cepatlah kembali dan tuntun semuanya untuk mengikutimu.
彡彡彡彡
Saia tahu siapapun kalian pasti sudah tahu saia dapet ide ceritanya dari mana <(`^´)> wkwk.....
Saia tidak menjelaskan di sini kenapa Reita bisa sampai kehilangan ingatannya, itu PR!
Dan jika tertarik untuk membacanya lebih lanjut silahkan beritahu saia XD ini tidak akan panjang, mungkin berakhir di chap 3 atau 4 tidak akan lebih.
*udah lama gak nulis fic jadi kaku.*
Dan tenang saja, saia pasti lanjutin Natural Sense. ^O^
(--) baiklah..lalu bagaimana kelanjutannya?? *Mulai merasa tersiksa*
ReplyDelete