Author : Rukira Matsunori
Rated : T
Genre : AU/ gajeromance/ BL (MaleXMale)
Fandom(s) : the GazettE, alicenine, A(ACE), ViViD, ScReW,
D=OUT, Versailles, dkk?
Pairing(s) : Uruha x Ruki? Ruki x Uruha?, Tora x Saga.
Chapter(s) : 26
Warning : DRAMA~ LEBE~ XD
Length : 15 Pages (4.295
words)
Note : saia kesulitan mencari subtitle-nya Q_Q *ngasal*
Chap 26 : ☆~Honest~☆
Natural Sense ★~♪
☆ナチュラルセンス☆
Uruha masih menggenggam pergelangan tangan Ruki di sebelah
wajahnya, menatap makhluk minis itu yang masih saja merapatkan mulutnya.
“kau tidak berani?” Uruha menyeringai sedikit mengejek.
Tiba-tiba Ruki menutup kedua mata Uruha dengan sebelah tangannya,
“aku menyukaimu…….Uruha,” Ruki sedikit menurunkan tangannya yang menutupi kedua
mata laki-laki cantik di hadapannya, “benar, aku tidak berani mengatakannya
jika melihat kedua matamu langsung,” dan Ruki menurunkan tangannya dari wajah
Uruha.
“mama….. Kakak-kakak itu jadi patung,” Ruki melirik seorang anak
kecil yang tengah di tuntun ibunya tepat menunjuk kearah Uruha.
“Ssst Yuki”
Lalu Ruki kembali mengalihkan pandangannya ke wajah Uruha yang
entah sejak kapan sudah memerah matang.
“mereka pacaran ya ma? Kakak ceweknya lebih tinggi ya? seperti
Lovely Complex ya ma?”
“Yuki !! sudah, ayo!”
Dan kedua pipi Ruki mendadak mengembung menahan tawanya sampai
akhirnya ia tidak bisa lagi menahannya dan meledak begitu saja.
“b-brengsek!” Uruha refleks menjitak ubun-ubun Ruki yang tengah
asik tertawa lalu ia berdiri dari bangkunya, “Bocah tengik sialan! Kuhajar kau!”
Uruha teriak-teriak pada ibu dan anaknya yang sudah lumayan jauh berjalan,
namun sepertinya sang ibu masih bisa mendengar teriakan Uruha dan segera
mengajak anaknya untuk berjalan cepat sambil sesekali melihat ke belakang
memastikan Uruha tidak mengejar mereka.
“Uruha hentikan!” Ruki menarik-narik lengan Uruha yang masih asik
memelototi ibu dan anak itu agar ia kembali duduk di bangku. “Uruha!” Ruki
menarik lengan laki-laki jangkung itu dengan lebih kuat hingga akhirnya Uruha
berhasil kembali ia duduk-an.
“brengsek! Seenaknya saja mengataiku cewek! Kalau aku bertemu anak
itu lagi akan kuhajar dia,” Uruha memukul-mukulkan satu kepalan tangannya ke
telapak tangannya yang lain.
“dia kan Cuma anak kecil, dia hanya mengatakan dengan jujur apa
yang ada dalam hatinya.”
“diam kau! aku tidak butuh pendapatmu!”
Ruki sedikit terkikik, “kau cantik sih Uruha.”
Cantik…
Uruha sedikit menundukan wajahnya dengan kedua mata seakan
ketakutan. Ia mengepal kuat kedua tangannya.
….seperti ibumu.
“pantas saja anak itu menganggap—“
PLAK!
Ruki membulatkan kedua matanya dengan sempurna. Pipi kirinya
benar-benar terasa panas sekarang dan ia yakin mungkin bekas tangan Uruha
membekas merah di sana saking kuatnya laki-laki jangkung itu menamparnya.
“….tidak suka!”
Ruki kembali mencoba menoleh pada Uruha dan makhluk minis itu
melihat kemarahan di wajahnya.
“sekali lagi kau mengataiku seperti itu, aku tidak akan
memaafkanmu!”
Ruki kembali menatap kedua kakinya yang berpijak di lantai, sedikit
tersenyum kecut. “maaf,” Ruki sedikit menyentuh pipi kirinya yang masih terasa
nyut-nyut, lalu kembali berpaling pada Uruha,” tapi itu adalah kenyataan kalau
kau memang cantik Uruha!”
“Kau!!!” Uruha kembali mengangkat sebelah tangannya, namun gerakan
cepat Ruki yang mengunci mulutnya membuat gerakan Uruha seakan beku.
“dan aku suka itu,” Ruki sedikit tersenyum.
“Uruha!”
“nee Ruki-kun!”
Ruki menengok ke belakang Uruha dan di sana ia melihat Reita juga
Sharon tengah menuju ke arah mereka, terlihat senang telah menemukannya. Uruha
juga ikut hendak menengok kedua orang itu namun Ruki kembali menarik wajahnya
agar mereka kembali berhadapan, “hei, jangan melapor pada Sharon-san!” bisik
makhluk minis itu sedikit was-was. Dan Uruha melihat ketidak tenangan itu di
wajah Ruki membuatnya sedikit menyeringai jahil.
“pasti, aku akan melaporkan kelakuan tidak senonohmu itu padanya!
Dan bersiaplah dibully-nya.”
“apa?”
“apa?”, Reita mengernyitkan dahinya berdiri di samping Uruha, “apa
yang sedang kalian diskusikan?”
“oh Reita-senpai hahaha tidak, bukan apa-apa!”
Uruha mendengus, “bukan apa-apa, dia hanya menyuruhku agar aku
tidak bilang kalau dia baru saja men—“ Ruki segera menutup mulut Uruha dengan
sebelah tangannya membuat Reita dan juga Sharon kebingungan.
“Uruchan, aku dengar kalau kau pingsan saat masuk ke Haunted
House?” Sharon segera duduk di samping Uruha terlihat begitu mengkhawatirkan
laki-laki yang lebih muda dua tahun darinya itu.
“oh itu….”
“dia pasti Cuma pura-pura Sharon-san,” sindir Reita. Dan Uruha
segera mendelik makhluk bernoseband itu galak.
“pura-pura?” Ruki mengernyitkan dahinya.
“benar, dulu dia pernah melakukan itu saat bersamaku. Itu agar dia
tidak perlu menyelesaikannya dan bisa keluar tanpa merasa takut lagi, karena
dia keluar sebagai orang pingsan”, sindir Reita sembari melirik Uruha yang
sudah menatapnya galak. “dia benar-benar big baby, Ruki.”
“HEH!!!” Uruha menunjuk Reita.
Reita berjongkok di depan Ruki, “maaf, padahal seharusnya kau
menikmati waktumu sepuasnya di sini, tapi jadi terhambat gara-gara Uruha.”
“HAH?!” Uruha tidak terima dengan perkataan teman baiknya itu.
“sebagai gantinya, ajak aku naik apapun yang kau mau. aku akan
menemanimu seharian ini….,” Reita tersenyum tulus, “dan kita tinggalkan big baby
Uruha di sini,” Reita kembali melirik Uruha sedikit mengejek.
“Apa kau bilang?” protes Uruha.
“Sharon-san tolong jaga Uruha, pastikan dia tidak naik
wahana-wahana yang menegangkan, bawa saja dia ke Istana Boneka(?) jika memang
bosan duduk diam di sini,” Ucap Reita sesaat sebelum akhirnya menarik tangan
Ruki lalu membawanya lari menjauh dari bangku Uruha dan Sharon duduk.
Sharon sedikit tertawa kecil dengan perkataan Reita, sementara
Uruha mengamuk di sampingnya.”kenapa dia seperti memusuhiku akhir-akhir ini?”
dengus Uruha.
“kau merasa seperti itu Uruchan?”
“kau lihat sendiri kan?”
Sharon menggeleng-gelengkan kepalanya, “aku melihat Reichan hanya
menunjukan betapa dia senang sekali menggodamu, mungkin kau teman yang sangat
menggemaskan baginya.”
Uruha menaikan sebelah alisnya.
“itu sudut pandangku,” Sharon sedikit cengir.
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Tora melepaskan jaket yang dikenakannya, menaruhnya di lengan sofa
di sampingnya lalu ia bersandar santai ke sandaran sofa sambil sedikit
melirik-lirik apartemen yang ditinggali Saga yang ia tahu kini ditinggali Ruki
juga. Tiba-tiba pandangannya berhenti pada sebuah netbook yang terletak tidak
jauh dari pandangannya. Ketua Osis BHS itu masih melihat layarnya menyala,
menampilkan directory folder-folder image yang ada di dalamnya, sepertinya Saga
belum menyelesaikan aksinya meng-upload foto ke website-nya karena suara bel
dari Tora keburu mengganggunya.
Beberapa saat kemudian alis Tora sedikit terangkat menangkap nama
sebuah folder yang menarik perhatiannya sampai Saga kembali dari dapur dengan
membawakan segelas air putih untuknya dengan tampang malas.
Saga meletakan gelas berisi air putih itu atas meja di depan kakak
kelasnya yang tiba-tiba datang tanpa diundang itu, bahkan ia tidak minta izin
atau mengabari terlebih dahulu sebelum ia datang ke apaato Saga, itu karena ia
tahu kalau adik kelasnya itu pasti tidak akan mengizinkannya atau mungkin
mencari alasan mengatakan pergi kemana saja dan tidak akan membukakan pintu
jika tahu ia akan datang.
“Ruki?”
“tidak ada. Kupikir kau tahu itu makanya kau berani datang kemari,”
Saga menaikan sebelah alisnya.
“sangkaanmu selalu buruk tentangku,” Tora tersenyum tipis.
“cis.”
Saga masih berdiri di depan Kakak kelasnya, mereka hanya terhalang
sebuah meja dan Saga menaikan sebelah alisnya melihat Tora duduk santai
menyilangkan kakinya di sofa sambil menyeringai aneh menatapnya.
“seperti ini ya penampilanmu sehari-hari di rumah?”
Saga refleks menyadari kalau ia hanya memakai boxer dan t-shirt
lengan pendek tipis saja sekarang.
“aku seorang tamu, seharusnya kau menyambutku dengan pakaian yang
lebih sopan.”
“mana aku tahu kalau kau akan datang seenaknya,” Saga mendengus.
“lagipula kau bukan seorang tamu agung kan?”
“ya…..sebenarnya aku tidak keberatan, aku malah senang,” Tora
kembali tersenyum dengan innocentnya. Dan kali ini Saga menangkap apa maksud
kakak kelasnya itu sebenarnya.
“baiklah-baiklah, sebentar!” Saga segera masuk ke kamarnya dan
mengunci pintu(?).
Tora segera kembali melirik layar netbook Saga setelah adik
kelasnya itu masuk ke kamarnya. Ia memang sengaja membuat alasan agar Saga
kembali menghilang dari hadapannya karena ada sesuatu yang membuatnya
penasaran. Ketua Osis BHS itu sedikit mencondongkan tubuhnya mencoba meraih
keyboard dan membuka salah satu folder image di sana dengan nama My Tiger.
Sudut bibir Tora sedikit melengkung saat berhasil membuka folder
itu dan melihat banyak foto-foto dirinya di sana. Mungkin Saga tidak
menyebarkan foto-foto Ketua Osisnya itu di website-nya, tapi saat ia punya
kesempatan untuk memotret Tora maka ia akan melakukannya, dan ia akan menyimpannya
sebagai koleksi pribadi?
Tora segera kembali menutup folder itu dan mengembalikan tampilannya
seperti keadaan semula sampai beberapa saat kemudian akhirnya Saga keluar dari
kamarnya dengan mengenakan celana cargo army namun ia masih tidak mengganti t-shirt-nya.
“ya, terlihat lebih sopan dari sebelumnya,” komentar Tora sedikit
memutar bola matanya ke samping.
Saga hanya mendengus, lalu ia segera menyadari layar netbooknya
masih menyala. Saga memutar bola matanya kearah ketua kelasnya namun ia tampak acuh
seakan tak ada sesuatu apapun yang baru saja ditemukannya. Saga segera
mengambil duduk di samping Tora menghadap layar netbooknya, sebelum kembali
melanjutkan pekerjaannya yang sempat tertunda Saga sempat mendelik curiga pada
ketua Osis BHS itu kalau saja ia mengotak-atik netbooknya tanpa seizinnya.
“ada apa?” tanya Tora berwajah tanpa dosa, saat Saga beberapa kali
mendeliknya curiga.
“tidak,” Saga kembali pura-pura focus melanjutkan pekerjaannya.
Tora menyilangkan kedua tangannya di dada sambil menyandarkan
punggungnya ke sandaran sofa memperhatikan adik kelas di sampingnya yang tampak
mulai khusyuk dengan pekerjaannya, “ada seorang tamu, apa kau akan tetap
berkutat dengan gadgetmu? Dan mengacuhkan aku?”
“Ck!”, Saga mendengus memalingkan wajahnya ke arah kakak kelas di
sampingnya, “bukankah sudah kukatakan sebelumnya padamu aku sibuk! Inilah
pekerjaanku dan ini yang menghidupiku! apa dengan melayanimu bisa menghasilkan
ua—“ Saga mendadak me-rem mulutnya untuk terus berbicara.
Tora menaikan sebelah alisnya, “begitu? baiklah, berapa satu jam
mendapatkan pelayananmu? Jika itu maumu akan ku bayar berapapun.”
“Baiklah…baiklaaah! Jadi mau apa kau kemari?”
“aku ingin melihat apa kesibukanmu.”
“dan inilah kesibukanku!” Saga menunjuk netbooknya.
“kupikir kau tidak sesibuk itu. itu bisa dilakukan kapanpun, bukan
pekerjaan yang mendesak.”
Saga kembali mendengus, “terserah kau lah! Bagiku ini tetap
pekerjaan yang penting,” Saga kembali menghadap netbooknya dan mulai kembali
berkutat dengan benda itu. “Katakan saja jika ingin mengatakan sesuatu, aku
akan meresponmu meski perhatianku tidak penuh.”
“aku tidak suka lawan bicaraku tidak memfokuskan perhatiannya penuh
padaku!”
Saga mengacak-acak rambutnya kesal, “hei, kita sedang tidak dalam
ruang organisasimu! Dan aku bukan anggota Osis-mu yang akan selalu
memperhatikan setiap perintah dan kata-katamu saat kau berceramah!” Saga
menatap kakak kelasnya dengan tatapan jengkel.
Kedua orang itu bertatapan sengit sampai akhirnya Tora mematahkan
kontak mata mereka. “Baiklah, lanjutkan pekerjaanmu!”, ucapnya sambil merogoh
ponselnya, Ketua Osis BHS itu tampak mulai berkutat dengan benda itu sementara
Saga kembali memfokuskan perhatiannya pada netbooknya sedikit mendengus.
“Yuri-san?”
Saga menghentikan gerakan jari-jarinya di keyboard.
“maaf, semalam aku tidak sempat membalas pesanmu. Aku sangat lelah”
Saga berusaha mengabaikan pembicaraan kakak kelasnya itu dengan
seseorang di ponselnya. Yuri-san? apa itu nama perempuan yang belum lama ini
sering bersamanya? Jadi namanya Yuri?
Saga mendengus. Meski ia berusaha mengabaikan tetap saja pikirannya
jadi kesana-kemari.
“aku hanya sedang bosan…..hn? keluar? maaf tapi sepertinya aku
tidak bisa sekarang. Untuk hari lain mungkin akan kuusahakan.” Tora melirik
adik kelasnya yang tampak tidak merasa terusik sedikitpun dengan percakapannya,
“aku di rumah seorang teman. Ya, hubungi aku kapan saja,” Tora sedikit
tersenyum mendengar kata-kata lawan bicaranya yang sengaja dibuat manja di
telepon. “ya, bye!” Ketua Osis BHS itu memutuskan sambungan telepon di
ponselnya masih dengan sudut bibir yang melengkung memandangi layar ponselnya.
Lalu ia beralih memandang adik kelas di sampingnya, Tora sedikit menengok apa
yang sedang dikerjakan Saga sebenarnya dan ia melihat adik kelasnya itu begitu
khusyuk mengetikan sesuatu di website-nya.
Ckrek!
Saga refleks menoleh saat mendengar suara kamera ponsel di
sampingnya, “apa yang kau lakukan?”
“aku hanya mengambil gambar wajahmu yang sedang konsentrasi penuh,
ck! menggelikan.” Tora tersenyum kecil melihat layar ponselnya.
“kurang kerjaan,” dengus Saga.
Tora hanya tersenyum dengan perkataan sadis adik kelasnya itu,
kembali menyandarkan punggungnya ke sandaran sofa sambil meliarkan pandangan ke
seisi ruangan. “Sejak kapan kau tinggal di tempat ini?”
“kelas 3 SMP,” Jawab Saga tanpa mengalihkan tatapannya dari layar
netbooknya.
“kenapa?”
“aku ingin hidup mandiri.”
“masalah dengan orang tua?”
“bukan urusanmu!”
“apa yang dilakukan kedua orang tuamu?”
Saga menoleh ke arah kakak kelasnya dengan ekspresi
merasa-sangat-terganggu, “apa itu urusanmu?”
“aku ingin tahu,” Tora sedikit melirik Saga. “Jika ada sesuatu yang
juga ingin kau tahu dariku, tanyakan saja!”
“ck! tidak perlu,” Saga kembali menghadap layar netbooknya.
Tora tertawa kecil, “benar juga, kau kan stalker,” ucapnya iseng.
“aku hanya mencari tahu apa yang dibutuhkan para memberku. Tapi
mungkin pengetahuanku tentangmu tidak sebanyak aku mengetahui tentang Uruha dan
Aoi, karena kau tahu sendiri…”
“ya,” Tora memain-mainkan ponsel di tangannya. “banyak yang tidak
kau tahu tentangku,” gumamnya sedikit tersenyum tipis. “dan aku tidak berharap
kau mengetahui semuanya.” Tora kembali membuka ponselnya.
Saga sedikit melirik seseorang di sampingnya, bukan wajahnya yang
Saga tangkap tapi tangannya yang asik membuka-buka ponselnya. Mungkin kakak
kelasnya itu berniat menghubungi tante-tantenya yang lain lagi?
“semalam wanita itu menghubungiku,” ucap Tora tiba-tiba. Saga
berusaha tak menghiraukan kata-kata kakak kelasnya, ia belum bisa menangkap
siapa yang kakak kelasnya itu maksud dengan wanita itu? “Haruka,” sampai Tora
menjelaskannya dengan terang. “aku sedikit terkejut,” Tora sedikit menundukan
kepalanya. “dia memintaku kembali padanya.”
Saga meletakan kedua tangannya yang mendadak terasa lemah di atas
keyboard netbooknya. Tora melirik Saga di sampingnya yang sedikit tertunduk dan
laki-laki raven itu sedikit tersenyum melihat reaksi adik kelasnya. “bohong
kok,” ucapnya membuat Saga sontak membulatkan kedua matanya, “sudah kuduga,
jika menyangkut Haruka kau cepat sekali bereaksi,” Tora tertawa kecil.
BLUKH!
Saga memukulkan bantal sofa tepat ke wajah ketua Osis BHS yang
terhormat itu. “brengsek!” ucapnya geram. Benar, jika menyangkut wanita itu
mungkin Saga akan mendadak jadi sangat sensitif. Saga tidak akan terlalu
keberatan jika kakak kelasnya itu pergi dengan tante-tante manapun baik
sepengetahuannya ataupun tidak tapi tidak untuk wanita itu. Karena Saga tahu
dengan jelas perasaan kakak kelasnya itu pada wanita itu jauh berbeda dengan
apa yang ia rasakan terhadap tante-tante yang selalu bersamanya. Tora tidak
pernah mengatakannya secara langsung padanya tapi Saga tahu. tidak perlu dengan
kata-kata, cukup dengan gerakan dan bagaimana cara ia memandang wanita itu Saga
sudah mengerti sejak lama.
Tora memegang bantal sofa yang baru saja membentur wajahnya,
menyingkirkannya agar tidak menghalangi pandangannya, “kau marah?”
“apa maksudmu sebenarnya?”
“ingin membuatmu cemburu, dan aku berhasil.”
“terus?” Saga memasang tampang menantang kakak kelasnya itu.
“bukan hanya itu…,” masih dengan senyum tipisnya, “aku juga ingin
tahu….jika itu benar-benar terjadi suatu hari nanti, bagaimana responmu?” Tora
sedikit menghindar dari tatapan adik kelasnya.
“kau berharap itu terjadi?”
“tidak, tapi kemungkinan itu bisa saja terjadi,” Tora kembali
menatap adik kelasnya, “jika itu terjadi mungkin aku akan berhenti mengejarmu,”
Tora kembali tersenyum tipis, “aku tidak akan mempertahankan seseorang yang
bahkan tidak ingin mempertahankanku. Aku tahu kau sulit untuk jujur pada dirimu
sendiri, mungkin harga diri dan imejmu itu terlalu tinggi. Tapi lama kelamaan
aku bisa merasa lelah dan mengertiku hilang.”
Saga meremat permukaan sofa yang tersentuh tangannya.
“aku tidak akan terus mengejarmu.”
“ck! jadi itu omong kosong bahwa kau akan terus mengejarku,
mendahuluiku dan menangkapku?”
“tidak. tapi bahkan kau tidak mau memelankan langkahmu untukku. Aku
kembali merasa ragu dengan perasaanmu dan aku bisa merasa lelah suatu hari
nanti dan jika aku tidak bisa mendahuluimu bahkan menangkapmu, maka bagiku
sia-sia saja mengejarmu. Hanya membuang-buang waktuku,” Tora tersenyum melirik
sesuatu di atas meja, “bahkan aku tidak lebih penting dari benda itu,” Tora
menunjuk netbook Saga.
Saga kembali meremat permukaan sofa di bawah tangannya.
“baiklah, aku tidak akan mengganggumu lagi sekarang. lakukan
pekerjaanmu dan aku akan pergi,” Tora meraih jaketnya yang ia letakan di lengan
sofa di sampingnya, lalu ia berdiri dari duduknya hendak beranjak dari sana
namun Saga segera menarik pergelangan tangannya dan membuat kakak kelasnya itu
kembali terduduk di sofa.
Tora menatap wajah yang kini tepat berada di hadapannya.
Saga tiba-tiba naik ke pangkuan kakak kelasnya it sesaat setelah ia
berhasil membuat tubuh yang lebih tinggi darinya itu kembali terduduk di sofa. Saga
duduk di atas lahunan kakak kelasnya dengan posisi menghadap laki-laki raven
itu.
“apa yang membawamu pada pembicaraan seperti itu ha?” Saga mencolek
ujung hidung kakak kelasnya itu dengan telunjuknya, ekspresinya saat bertanya
tetap memperlihatkan kearoganan.
“mengalir begitu saja sesuai keadaan. Aku merasa tidak nyaman,”
bibir Ketua Osis BHS itu melebar tipis tapi kedua matanya sama sekali tidak
tersenyum dan Saga tahu sepertinya kakak kelasnya itu benar-benar sedang marah
padanya sekarang.
“lalu? Kau ingin membuat dirimu nyaman dengan menemui tante-tantemu
itu?”
Tora tertawa kecil, “ide yang bagus!”
Saga menjambak rambut belakang kakak kelasnya itu dengan satu
tangannya hingga sang raven sedikit menengadah karena kepalanya ikut tertarik
rambut belakangnya. “tidak kuizinkan!” Satu tangan Saga yang lain menyentuh
dagu kakak kelasnya kemudian bergerak turun menyusuri leher laki-laki di
hadapannya itu membuat sang raven tersenyum tipis menahan geli. “aku tidak
perduli selama aku tidak tahu, tapi jangan sekali lagi menelpon tante-tantemu
itu di depanku!”
“ck!” Tora menggenggam tangan adik kelasnya yang masih dengan kuat
menjambak rambut belakangnya, “aku lihat kau baik-baik saja dengan itu,” ucap laki-laki raven itu setengah iseng
dan beberapa saat kemudian kepalanya semakin tertarik ke belakang karena Saga
kembali menjambak rambut belakangnya semakin kuat.
“aku tidak suka!!”
“tapi aku menyukainya,” Tora menyeringai tipis membuat adik
kelasnya memicingkan kedua matanya.
“kau masih dalam usahamu membuatku cemburu?” Saga mendekatkan
wajahnya ke leher kakak kelasnya yang terbuka.
“serius. Aku…ch!” Tora sedikit tertawa kecil saat merasakan geli di
lehernya karena sebuah kecupan, “aku tidak suka seseorang mengaturku,” Tora
mengangkat dagu adik kelasnya yang dengan iseng membuat lehernya terasa geli.
Laki-laki raven itu juga melepaskan paksa tangan Saga dari rambut belakangnya
hingga ia bisa kembali menegakan kepalanya. “Kau mulai berani he?” tanyanya
menyeringai.
“kau keberatan?” Saga membalas seringaian kakak kelasnya.
“tidak,” Tora melepaskan tangannya dari dagu Saga dan beralih
melingkarkan kedua tangannya di pinggang ramping adik kelasnya itu, menarik
tubuh Saga semakin mendekat. “Aku hanya sedikit terkejut,” ucapnya sedikit menyentuh
bibir bawah laki-laki yang duduk di pangkuannya dengan bibirnya.
Tora menurunkan kepalanya ke leher pucat adik kelasnya itu dan
memberinya beberapa kecupan sampai Saga mendorong tubuhnya agar kembali
bersandar ke sandaran sofa. “baiklah, hentikan ini!”
Tora menaikan sebelah alisnya, “kau ingin kembali melarikan diri
atas keadaan yang kau ciptakan sendiri?”
Saga membuka satu kancing atas kemeja yang membalut tubuh kakak
kelasnya itu, memainkan jari-jari tangannya, bergerak turun ke dada kakak
kelasnya yang berbalutkan kain kemeja kotak-kotak hitam putih itu mencari
bagian tubuh sensitif kakak kelasnya di sana, “aku hanya tidak suka sifat
mendominasimu….Kaichou!”
Tora tersenyum tipis menahan cengiran di wajahnya karena bagian
sensitif di dadanya dengan iseng dipelintir Saga dengan wajah tersenyum. “tapi
itu tugasku untuk menguasai dan mengendalikanmu bukan? Kau hanya perlu
menerima, itu tugasmu,” Tora melepaskan tangan Saga dari dadanya, mendorong
tubuh di atas lahunannya itu ke samping, membuat tubuh Saga terbaring di atas
sofa dan segera mengunci kedua pergelangan tangan adik kelasnya itu agar tak
kembali melarikan diri.
“aku tidak suka ini,” Saga menatap tajam kedua mata kakak kelasnya.
“lalu apa yang kau sukai?”
“lepaskan ini !” Saga menggerak-gerak kedua pergelangan tangannya
yang dikunci ketua Osisnya itu.
“jika ku lepaskan….”
“aku tidak akan lari !”
Tora tersenyum tipis melihat ekspresi wajah anak laki-laki di
bawahnya itu terlihat serius dengan kata-katanya meski ia juga melihat ada
ekspresi ragu di raut wajahnya, namun adik kelasnya itu seperti sedang berusaha
meyakinkan dirinya sendiri seakan berkata, ‘ya sudahlah. sudah begini, mau
bagaimana lagi.’ Dan itu menggelikan bagi Tora.
Laki-laki raven itu melepaskan kuncian tangannya di kedua
pergelangan tangan Saga, menatap kedua bola mata kecoklatan yang dimiliki adik
kelasnya, menunggu tindakan apa yang akan dilakukan laki-laki cantik di
bawahnya itu jika ia melepaskan tangannya. Saga terlihat memegangi satu
pergelangan tangannya dengan tangan yang lain sambil tetap berusaha tak
kehilangan kontak matanya dengan sang raven, “apa?” Saga menaikan sebelah
alisnya karena Tora hanya memandangnya sembari tersenyum mencurigakan.
Tora sedikit menggelengkan kepalanya. Ketua Osis BHS itu sedikit
terkejut Saga benar-benar tidak berusaha melarikan diri darinya. Ia mengangkat
satu tangannya mencoba meraih sebelah pipi adik kelasnya,”kau punya rasa takut
saat aku marah?”
Saga memalingkan wajahnya ke samping sedikit jengkel, dan Tora
mengerti, itu berarti adalah jawaban ‘ya’ darinya.
Tora merendahkan kepalanya, mengecup leher pucat adik kelasnya itu
cukup lama dan Saga sedikit memejamkan matanya sampai tiba-tiba ia merasakan
kecupan kakak kelasnya itu menjadi sebuah hisapan dan Saga segera mendorong
kepala kakak kelasnya itu menjauhkannya dari lehernya. “berubah pikiran?”
Saga melingkarkan kedua lengannya di leher kakak kelasnya, sedikit
menarik kepala ketua Osis BHS itu semakin merendah ke arahnya sampai bibir
mereka hampir bertemu, Saga menggigit bibir bawah kakak kelasnya itu pelan,
“sebelum melakukan sesuatu pikirkan juga akibatnya! Kau pikir itu menyenangkan
memperlihatkan buah karyamu itu di
leherku pada orang lain?”
Tora kembali tertawa kecil, “aku harus memikirkan itu untuk ke
depannya.”
“ya, kau harus!” Saga semakin menarik leher kakak kelasnya dan
segera menyambutnya dengan kecupan bibir mungilnya. Tora sedikit terkejut saat kecupan
lembut mereka tiba-tiba berubah jadi sebuah ciuman yang melibatkan lidah dan
itu bukan inisiatifnya.“Sudah cukup kau membuatku terkejut,” Tora melepaskan
kontak bibir mereka dan sedikit mengangkat kepalanya agak menjauh dari Saga.
“aku hanya berusaha melakukan apa yang kira-kira membuatmu senang.”
“terimakasih. Aku tersanjung,” Tora tersenyum tipis.
“kau tidak suka?” Saga menaikan sebelah alisnya.
“kau tidak lihat? Betapa senangnya aku?” Tora mengecup singkat
leher pucat adik kelasnya. “Tapi jangan lakukan itu jika bukan keinginanmu,”
Tora menarik ujung t-shirt tipis yang membalut tubuh Saga, “sudah kukatakan,
tugasmu adalah menerima. Cukup hanya dengan itu, sudah membuatku sangat senang.”
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
Uruha memberhentikan mobilnya di parking area sebuah hotel
berbintang di salah satu daerah di Tokyo. Tempat dimana Sharon bermalam selama
ia berada di Jepang.
“kau tidak mau mampir terlebih dahulu, nee Uruchan?” Sharon
berpaling pada Uruha di sampingnya setelah melepaskan seatbelt dari tubuhnya. “setidaknya
temani aku semalaman lagi sebelum aku pulang?” Sharon sedikit tersenyum
menggoda laki-laki yang lebih muda darinya itu.
Uruha mendengus melepaskan kedua tangannya dari stir, lalu menarik
lengan atas wanita di sampingnya agar mendekat ke arahnya, “kau hanya
menyuruhku menemanimu semalaman?”
“ya”
“hanya menemanimu?”
“ya,” Sharon tersenyum menganggukan kepalanya kecil, “seperti malam
sebelumnya.”
Uruha melepaskan lengan wanita itu sedikit kesal, “cepat turun dari
mobilku!” suruhnya sambil mengusap rambutnya ke belakang terlihat sedang
berusaha menenangkan diri, lalu ia berpaling ke arah jendela berlawanan dengan
dimana Sharon duduk.
“hei, jangan marah!” Sharon melingkarkan kedua lengannya di leher
Uruha. Dan laki-laki cantik itu kembali memalingkan wajahnya pada Sharon,
mengecup bibir wanita yang lebih tua darinya itu beberapa saat sampai Sharon
lebih dulu menarik wajahnya mematahkan kontak bibir mereka dan Uruha mulai tak
tahan dengan ini.
“Kenapa? Aku tak mengerti ! kau menciumku di depan orang lain tapi
saat hanya kita berdua seperti ini kau seperti menghindariku!”
“berlawanan denganmu bukan?” Sharon tersenyum. “saat aku
melakukannya di depan Ruki, kau selalu mati-matian menolakku!”
“bukan di depan anak itu! tapi aku memang tidak suka melakukan hal
pribadi seperti itu di depan umum.”
“begitu?”
Uruha mengernyitkan dahinya, “kenapa? Nadamu seperti meragukanku.”
Sharon tersenyum kembali ke posisi duduknya di jok, “sebentar lagi
aku akan pulang.”
Uruha kembali menarik lengan wanita itu lebih kuat, “jangan
mengalihkan pembicaraan! Kenapa kau seakan selalu menyinggung anak itu dan
berusaha melibatkannya?”
“aku hanya menyukai—,” Sharon tak menyelesaikan kata-katanya saat
tiba-tiba Uruha menciumnya dengan paksa. Mendorong tubuh wanita yang lebih tua
darinya itu ke pintu mobil dan menyerangnya dengan ciuman paksa. Sharon
berusaha menjauhkan tubuh Uruha darinya sampai sebuah tamparan mendarat di pipi
laki-laki cantik itu membuat Uruha menghentikan aksinya dan membulatkan matanya
tak percaya. Sharon tak pernah menolaknya sebelumnya, bahkan sebelumnya wanita
itu yang selalu berinisiatif melakukannya.
“apa waktu 2 tahun membuatku terlihat tidak menarik lagi?” Uruha
mengangkat dagu Sharon.
Sharon menggelengkan kepalanya mengelus pipi Uruha yang baru saja
di tamparnya, “maaf, tapi aku sudah bisa berpikir lebih dewasa sekarang,”
Sharon melepaskan tangan Uruha dari dagunya, meraih wajah Uruha dengan kedua
tangannya memegangi pipi laki-laki cantik itu, “apa alasanmu tidak mengakui
perasaanmu sendiri padaku dahulu? Kau takut aku tidak benar-benar menyukaimu? Kau
takut aku hanya menyukai wajahmu? Benar?”
“siapa yang mengatakan itu?”
“Reita.”
Uruha mendengus, “dia benar-benar tidak bisa dipercaya.”
“dan apa yang kau takutkan adalah benar.”
Uruha kembali menatap wanita yang lebih tua darinya itu.
“aku sangat menyukaimu Uruha, aku menyukai semua bagaimana kau
terlihat. Siapa yang tidak akan menyukai rupa ini?” Sharon menyentuh pipi
Uruha, “aku tergila-gila dengan kesempurnaanmu, tapi saat aku bertemu dengannya
aku sadar…. Aku tidak setergila-gila itu padamu. Jika iya, aku tidak akan
jatuh cinta pada orang lain.”
Uruha membulatkan kedua matanya mendengar kata-kata Sharon, “siapa?
Reita?”
Sharon tersenyum menggelengkan kepalanya, “bagaimana bisa kau
berpikir itu Reita?”
“bukankah kau yang mengatakan padaku agar tidak melirik wanita
manapun!”
“benar, karena itu aku tidak pantas mendapatkan perasaanmu! Aku pikir
kau tidak akan seserius itu menanggapi kata-kataku, karena itu aku terkejut
saat Reita melaporkan semua tentangmu padaku, sejak awal aku tidak berniat
kembali lagi ke negera ini karena perintah orang tuaku, karena itu kata-kataku
padamu hanyalah candaku”
“kalau begitu untuk apa kau kembali kemari?”
“aku merasa bersalah, karena itu jika ada seseorang yang lebih
menyayangimu dariku, maka dengan senang hati aku akan menyerahkanmu padanya.”
☆ナチュラルセンス☆ (◕‿◕✿)
“Arigatou! Maaf sudah merepotkanmu!”
“sama sekali tidak,” Reita tersenyum menggelengkan kepalanya.
“aa… mampir?” Ruki sedikit canggung dengan pertanyaannya.
“terimakasih, tapi tidak perlu.”
“ah,” Ruki menganggukan kepalanya, “kalau begitu aku permisi hhe,”
Ruki menggaruk-garuk kepalanya sambil membuka pintu mobil Reita, “sekali lagi
terimakasih banyak untuk hari ini Reita senpai.”
“hai,” Reita menganggukan kepalanya tersenyum sambil melihat
makhluk minis itu turun dari mobilnya.
Ruki segera menutup pintu mobil sport kakak kelas bernosebandnya
itu, “hati-hati.”
Reita kembali menganggukan kepalanya, mengacungkan satu jempolnya
tersenyum, “Jaa…,” Ucap Reita sesaat sebelum kembali menjalankan mobilnya dan
meninggalkan Ruki.
Makhluk minis itu masih berdiri memperhatikan mobil Reita semakin
jauh meninggalkannya, saat diperjalanan pulang tadi mereka hampir tidak bicara.
“Ah, sial,” dengus Ruki saat sadar waktunya sedang mepet sekarang. makhluk
minis itu segera melesat berlari masuk ke apartemen. Ruki sesekali melihat jam
digital di ponselnya. Sebenarnya Ruki masih betah di Tropical Land, dia masih
ingin menaiki banyak wahana di sana sampai ia ingat harus bekerja. Meski ini
hari minggu tapi itu bukanlah hari dimana Ruki mendapatkan waktu liburnya.
Ruki membuka pintu apartemen Saga dengan terburu-buru, “tadaima!”
ucap Ruki lantang sambil melepaskan sneakernya.
BRUKH.
Ruki sedikit menaikan sebelah alisnya mendengar seperti ada sesuatu
besar yang terjatuh, makhluk minis itu segera menyimpan sneakernya di rak dan
buru-buru berjalan cepat menuju ruang utama, “Saga, ada—“ Ruki mematung tak
menyelesaikan kata-katanya.
☆TBC☆ (◕‿◕✿)
Hoeeeehh~ (=__=)
コンセントはしばしば通常の市場価格の
ReplyDelete30%オフに割引
を提供していま
す
Feel free to visit my page; ミュウミュウ 財布 メンズ
Twit RSVP is used to help manage products or services launches at
ReplyDeletenike Stores. Atmosphere Jordan 1985 shoes had a exceptional name
and had been called as "AJKO". Shoes will be rewarded
on a "first respond, first serve" basis. Color-Diamonds are crystal clear or come in champagne or red-colored
hues. http://forum.itbir.jino.ru/profile.php?id=203579